Puisi: Matahari (Karya Kriapur)

Puisi "Matahari" karya Kriapur mengangkat tema perubahan, waktu, dan keberadaan dengan menggunakan simbolisme matahari yang kuat.
Matahari

Matahari telah meretakan angin
Dingin pun lari bersama musim
Tenggelam dalam jam, berdetak
Tik tak tik tak. Hari bergerak
Pergi setapak setapak — Dan
Membekaskan sunyi yang panjang

Matahari Matahari Matahari.

Solo, 1980

Sumber: Horison (Juni, 1980)

Analisis Puisi:

Puisi "Matahari" karya Kriapur mengangkat tema perubahan, waktu, dan keberadaan dengan menggunakan simbolisme matahari yang kuat. Melalui bahasa yang sederhana namun mendalam, Kriapur menggambarkan pergeseran musim dan dampaknya terhadap kehidupan, serta menciptakan refleksi tentang kesunyian yang mungkin menyertai perjalanan waktu.

Simbolisme Matahari dan Perubahan

Puisi ini dibuka dengan ungkapan "Matahari telah meretakan angin," yang menciptakan gambaran bagaimana matahari memiliki kekuatan untuk mengubah keadaan. Proses pemanasan oleh matahari bisa diartikan sebagai transisi dari keadaan dingin menuju kehangatan, menandakan bahwa perubahan adalah bagian alami dari siklus kehidupan. Kalimat ini memberikan kesan bahwa matahari tidak hanya menjadi sumber cahaya dan kehangatan, tetapi juga pengubah suasana dan kondisi alam.

Pergantian Musim

Selanjutnya, Kriapur menulis, "Dingin pun lari bersama musim." Pernyataan ini menunjukkan bahwa setiap musim memiliki karakteristik dan nuansanya masing-masing. Dingin di sini bisa diartikan sebagai simbol dari kesedihan, keheningan, atau stagnasi yang perlahan-lahan menghilang dengan kehadiran musim baru. Dengan kata-kata yang sederhana, penulis menunjukkan bahwa setiap perubahan musim membawa serta perubahan emosi dan keadaan hidup.

Pergulatan dengan Waktu

Baris berikutnya menggambarkan waktu dengan frasa "Tenggelam dalam jam, berdetak, Tik tak tik tak." Kriapur menggunakan suara detakan jam untuk menunjukkan bahwa waktu terus berjalan, tanpa henti. Konsep waktu di sini digambarkan dengan ketidakpastian dan keterbatasan, di mana setiap detik berlalu dan membawa kita lebih jauh dari momen sebelumnya. "Hari bergerak pergi setapak setapak" menciptakan kesan bahwa waktu bergerak maju dengan perlahan namun pasti, menandakan bahwa kita semua sedang menjalani perjalanan hidup yang tidak bisa dihindari.

Kesunyian yang Membekas

Di akhir puisi, Kriapur menyatakan bahwa waktu "membekaskan sunyi yang panjang." Kalimat ini memberikan nuansa kesedihan dan refleksi, di mana perjalanan waktu sering kali disertai oleh kesunyian. Kesunyian ini bisa diartikan sebagai perasaan kehilangan atau kesepian yang sering kali muncul ketika kita merenungkan hidup dan perjalanan yang telah dilalui. Ini mengajak pembaca untuk merenung tentang bagaimana kita menghadapi kesunyian dalam hidup kita.

Penekanan pada Matahari

Di bagian akhir, penulis mengulang kata "Matahari Matahari Matahari." Pengulangan ini tidak hanya menekankan pentingnya matahari sebagai simbol kehidupan dan perubahan, tetapi juga memberikan nuansa kekuatan yang mendalam. Ini bisa diartikan sebagai pengingat bahwa meskipun waktu berlalu dan kesunyian mungkin menyertai, matahari tetap bersinar, mengingatkan kita akan harapan, kehangatan, dan siklus kehidupan yang terus berlanjut.

Puisi "Matahari" karya Kriapur adalah sebuah refleksi yang dalam tentang perubahan, waktu, dan keberadaan. Melalui simbolisme matahari dan perjalanan waktu, Kriapur mengajak pembaca untuk merenungkan siklus kehidupan, keindahan yang ada di dalamnya, dan kesunyian yang sering kali mengikuti. Karya ini mengingatkan kita bahwa setiap detak waktu membawa perubahan, dan meskipun kita mungkin menghadapi kesunyian, matahari selalu bersinar, memberikan harapan dan kehangatan dalam perjalanan hidup kita.

puisi matahari
Puisi: Matahari
Karya: Kriapur

Biodata Kriapur
  • Kriapur (akronim dari Kristianto Agus Purnomo) lahir pada tahun 1959 di Solo.
  • Kriapur meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 1987 dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Batang, Pekalongan, Jawa tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.