Lepas
di larut perjalanan
senyap menggigilkan bulan
sepotong angin maut
mengasah gerimis malam
dalam gelap akupun diam
dan di luar
pohon-pohon mengulurkan bayang
sesaat nafas hijau — pergi
melayang
di larut perjalanan
udarapun menyerah
jam-jam yang pecah
meneteskan darah
Solo, 1980
Sumber: Horison (Juli, 1981)
Analisis Puisi:
Puisi "Lepas" karya Kriapur menghadirkan sebuah gambaran mendalam mengenai perjalanan hidup yang dipenuhi dengan keheningan, kehilangan, dan kepergian. Dengan penggunaan imaji yang kuat dan bahasa puitis, Kriapur menciptakan suasana yang dapat membuat pembaca merenung tentang makna eksistensi dan proses melepaskan diri dari sesuatu yang telah menjadi bagian dari kehidupan.
Suasana dan Imaji yang Menggugah
Puisi ini dimulai dengan ungkapan "di larut perjalanan," yang menciptakan nuansa waktu dan perjalanan yang sedang berlangsung. Kata "larut" di sini memberikan kesan bahwa perjalanan ini tidak hanya fisik, tetapi juga emosional dan spiritual. Di tengah perjalanan tersebut, Kriapur menyatakan, "senyap menggigilkan bulan," menggambarkan keheningan malam yang mencekam. Penggambaran bulan sebagai simbol keindahan dan ketenangan, tetapi sekaligus menimbulkan rasa dingin dan kesepian, menciptakan kontras yang mendalam.
Keberadaan Kematian dan Kepergian
Frasa "sepotong angin maut" melambangkan ancaman kematian yang mendekat. Angin yang "mengasah gerimis malam" mengisyaratkan perubahan yang tak terelakkan, membawa nuansa melankolis. Kematian di sini tidak hanya diartikan sebagai akhir hidup, tetapi juga bisa berarti kehilangan sesuatu yang berarti. Dalam bait selanjutnya, penulis menciptakan suasana hening saat ia menyatakan, "dalam gelap akupun diam." Keheningan ini mencerminkan penerimaan akan keadaan, sekaligus menyoroti rasa kehilangan yang dirasakan.
Bayangan dan Kehampaan
Ketika Kriapur menyebutkan "pohon-pohon mengulurkan bayang," ia menggambarkan bagaimana alam juga turut merasakan kehadiran ketidakpastian. Bayangan pohon dapat diartikan sebagai simbol dari sesuatu yang pernah ada, tetapi kini mulai memudar. Ungkapan "nafas hijau — pergi melayang" menandakan hilangnya kehidupan dan vitalitas. Hijau melambangkan kehidupan, dan ketika ia pergi, ada perasaan hampa yang menyertainya.
Pertarungan Melawan Waktu
Di bagian akhir puisi, "di larut perjalanan, udarapun menyerah," menunjukkan bahwa bahkan elemen kehidupan seperti udara pun merasa tertekan dan letih menghadapi perjalanan yang berat. "Jam-jam yang pecah meneteskan darah" menegaskan bahwa waktu adalah bagian penting dari proses kehidupan, namun saat jam-jam tersebut pecah, ada rasa sakit yang dirasakan. Waktu yang seharusnya menjadi penentu kemajuan, justru menjadi sumber penderitaan saat kita menghadapi kehilangan.
Puisi "Lepas" karya Kriapur menggambarkan perjalanan yang penuh refleksi tentang kehidupan, kehilangan, dan penerimaan. Melalui imaji yang kuat dan nuansa melankolis, Kriapur mengajak pembaca untuk merenungkan makna dari kepergian dan perubahan yang tak terhindarkan. Karya ini menjadi pengingat bahwa meskipun perjalanan hidup sering kali diwarnai dengan kesedihan dan kehilangan, ada keindahan yang bisa ditemukan dalam keheningan dan proses melepaskan diri. Puisi ini mengajak kita untuk memahami bahwa setiap perjalanan membawa pelajaran berharga, dan dalam setiap kepergian, terdapat ruang untuk pertumbuhan dan penerimaan yang lebih dalam.
Karya: Kriapur
Biodata Kriapur:
- Kriapur (akronim dari Kristianto Agus Purnomo) lahir pada tahun 1959 di Solo.
- Kriapur meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 1987 dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Batang, Pekalongan, Jawa tengah.