Kidung Cinta Kasih
Hatiku si embun pagi
Hasratku terang purnama
Rinduku angin membadai
Gusti, hamba sempoyongan
Menyusur lurus jalan
Menuju kasih sayangmu
Dalam taat sujud sembah
ya, Nabi junjungan kami
uswatun ke lurus jalan
nuntun jiwa lemah sangsai
hati gelap jadi terang
duh, pemilik syafaat
cermin akhlak pengilonku
sunahmu luluh di dada
hati ikhlas tulus suci
bakti pada ibu bapak
janganlah berandai-andai
tunaikan sekarang juga
walau hanya sekadar
apalagi yang kau tunggu
mumpung waktu masih ada
Analisis Puisi:
Puisi "Kidung Cinta Kasih" karya Nur Janah menghadirkan ungkapan rasa cinta dan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya, serta kecintaan kepada Nabi Muhammad sebagai teladan kehidupan. Puisi ini menggambarkan perjalanan spiritual yang penuh dengan keikhlasan, kerendahan hati, dan penyerahan diri dalam penghambaan kepada Tuhan.
Tema dan Makna
Tema utama dari puisi ini adalah cinta kasih yang ditujukan kepada Tuhan dan Nabi Muhammad. Cinta tersebut diekspresikan melalui metafora dan simbol alam seperti embun pagi, purnama, dan angin membadai, yang menggambarkan kedalaman rasa rindu dan hasrat seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. "Hatiku si embun pagi, Hasratku terang purnama" melambangkan kesucian hati yang lembut seperti embun serta keinginan yang terang dan murni untuk mencari keridhaan Tuhan.
Selain itu, puisi ini juga menekankan pada pentingnya meneladani akhlak Nabi Muhammad, yang digambarkan sebagai "uswatun ke lurus jalan" atau contoh yang membimbing di jalan yang benar. Kecintaan kepada Nabi ditunjukkan sebagai jalan untuk mencapai kasih sayang dan rahmat Tuhan.
Relasi dengan Spiritualitas
Puisi ini penuh dengan unsur spiritual, di mana hati seorang hamba yang "sempoyongan" atau lelah secara spiritual mencari petunjuk melalui penghambaan dan taat kepada Tuhan. Penggambaran perjalanan spiritual ini digambarkan dengan bahasa yang indah dan puitis, mencerminkan rasa tunduk yang dalam. "Menuju kasih sayangmu dalam taat sujud sembah" adalah bentuk kepasrahan yang sepenuhnya kepada kehendak Tuhan.
Bagian lain dari puisi yang menyebut "Nabi junjungan kami" menekankan aspek keagamaan yang kuat dalam kehidupan penulis. Nabi Muhammad menjadi cermin akhlak yang menjadi pedoman bagi kehidupan sehari-hari, dan sunnahnya "luluh di dada" menggambarkan bagaimana ajaran Nabi menyatu dalam hati seorang hamba yang penuh cinta dan ketaatan.
Pesan Moral
Di balik puisi ini juga terkandung pesan moral yang sangat jelas. Nur Janah mengingatkan pembaca tentang pentingnya berbakti kepada orang tua, yang dalam Islam merupakan kewajiban utama seorang anak. "Baktilah pada ibu bapak, janganlah berandai-andai, tunaikan sekarang juga" merupakan ajakan langsung kepada pembaca untuk tidak menunda-nunda kebaikan dan menunjukkan cinta serta bakti kepada orang tua sebelum terlambat. Ini menggambarkan nilai-nilai kasih sayang, ketaatan, dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
Struktur dan Gaya Bahasa
Secara struktural, puisi ini mengikuti alur yang cukup sederhana, dengan baris-baris yang mengalir lembut dan terstruktur dengan baik. Gaya bahasa yang digunakan sangat puitis dan menggunakan metafora alam untuk menyampaikan perasaan cinta dan penghambaan. "Embun pagi," "terang purnama," dan "angin membadai" adalah beberapa contoh metafora yang kuat dalam menggambarkan perasaan dan keadaan batin penulis.
Selain itu, puisi ini juga menggunakan bahasa yang penuh makna religius, seperti "Nabi junjungan kami," "syafaat," dan "sunahmu," yang menegaskan keterikatan spiritual penulis dengan agama Islam. Penyebutan istilah-istilah ini memberikan kedalaman pada makna spiritual dan pengabdian dalam puisi.
Puisi "Kidung Cinta Kasih" adalah puisi yang mengandung unsur religius dan spiritual yang mendalam, dengan penekanan pada cinta kepada Tuhan, Nabi Muhammad, dan pentingnya berbakti kepada orang tua. Nur Janah mengekspresikan cinta dan penghambaan ini dengan bahasa yang lembut dan puitis, penuh dengan metafora alam yang indah. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan mereka dengan Tuhan, Nabi, dan orang tua, serta mengingatkan pentingnya meneladani kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Karya: Nur Janah