Puisi: Dendam Arwah (Karya Kriapur)

Puisi "Dendam Arwah" karya Kriapur menggambarkan perasaan mendalam tentang kehilangan, dendam, dan pencarian identitas yang terputus.
Dendam Arwah

Namaku pisau. Aku datang dari sebuah masa lalu
mencari wajah seseorang yang pernah melukaiku
Aku bangkit dan menggeram atas tangan-tangan
kematian lalu berjalan sebagai sosok bayangan:
mengembara di lorong-lorong kecemasan

Solo, 1980

Sumber: Horison (Oktober, 1980)

Analisis Puisi:

Puisi "Dendam Arwah" karya Kriapur menggambarkan perasaan mendalam tentang kehilangan, dendam, dan pencarian identitas yang terputus. Dalam karya ini, Kriapur menggunakan simbolisme yang kuat dan bahasa yang puitis untuk mengeksplorasi tema-tema kematian dan keabadian, serta dampaknya terhadap jiwa yang tersisa.

Pengenalan Diri sebagai Pisau

Puisi ini dibuka dengan kalimat yang kuat: "Namaku pisau. Aku datang dari sebuah masa lalu." Penyebutan "pisau" sebagai identitas menciptakan kesan tajam dan berbahaya. Pisau di sini bisa dilihat sebagai simbol dari luka dan rasa sakit yang dialami. Dengan menyebutkan bahwa ia berasal dari "sebuah masa lalu," Kriapur menunjukkan bahwa pengalaman-pengalaman yang menyakitkan tetap membekas dan tidak bisa dilupakan, menciptakan rasa dendam yang mendalam.

Pencarian Wajah yang Melukai

Selanjutnya, penulis menyatakan, "mencari wajah seseorang yang pernah melukaiku." Dalam kalimat ini, ada nuansa pencarian dan harapan untuk menemukan orang yang bertanggung jawab atas luka tersebut. Pencarian ini tidak hanya fisik, tetapi juga emosional, mencerminkan usaha untuk memahami dan menghadapi rasa sakit. Dengan menjadikan wajah sebagai objek pencarian, Kriapur menyoroti pentingnya pengakuan atas luka yang dialami, dan bagaimana hubungan antara pelaku dan korban dapat mempengaruhi perjalanan hidup seseorang.

Kebangkitan dan Perlawanan

Kriapur melanjutkan dengan "Aku bangkit dan menggeram atas tangan-tangan kematian." Ungkapan ini menggambarkan kebangkitan arwah yang terluka, berhadapan dengan kematian dan semua yang ditinggalkannya. Ada perasaan kemarahan dan perlawanan di sini, di mana si tokoh dalam puisi tidak hanya menerima nasibnya, tetapi juga bersuara dan melawan. "Berjalan sebagai sosok bayangan" menunjukkan keadaan ketidakjelasan identitas, di mana arwah yang terluka masih berusaha mencari tempat dan pengakuan di dunia yang fana.

Mengembara dalam Kecemasan

Bait terakhir menyebutkan, "mengembara di lorong-lorong kecemasan." Lorong-lorong kecemasan di sini mencerminkan perjalanan mental yang penuh dengan ketidakpastian dan rasa takut. Kecemasan menjadi simbol dari pengalaman trauma yang terus menghantui arwah, menciptakan suasana gelap dan terasing. Perjalanan ini bukan hanya fisik, tetapi juga spiritual, menggambarkan usaha untuk memahami dan menghadapi pengalaman-pengalaman pahit di masa lalu.

Puisi "Dendam Arwah" karya Kriapur adalah sebuah karya yang menggugah kesadaran akan rasa sakit, kehilangan, dan pencarian jati diri. Melalui simbolisme pisau dan perjalanan yang penuh kecemasan, Kriapur berhasil menyampaikan pesan bahwa dendam dan luka masa lalu dapat membentuk identitas seseorang. Karya ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana pengalaman traumatis dapat memengaruhi perjalanan hidup dan hubungan kita dengan orang lain. Dalam setiap pencarian wajah yang melukai, terdapat usaha untuk menemukan kedamaian dan pengertian di tengah bayang-bayang masa lalu. Dengan demikian, puisi ini menjadi cermin bagi setiap individu untuk menghadapi luka dan mengolahnya menjadi sebuah kekuatan untuk bangkit.

Puisi: Dendam Arwah
Puisi: Dendam Arwah
Karya: Kriapur

Biodata Kriapur:
  • Kriapur (akronim dari Kristianto Agus Purnomo) lahir pada tahun 1959 di Solo.
  • Kriapur meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 1987 dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Batang, Pekalongan, Jawa tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.