Analisis Puisi:
Puisi "Cuaca di Sorga" mengeksplorasi hubungan antara kondisi cuaca dan kondisi batiniah manusia. Tema ini terlihat melalui penggambaran kondisi cuaca yang buruk di sorga, yang sejalan dengan suasana hati yang sedih dan melankolis.
Atmosfer dan Gambaran: Penyair menggunakan gambaran cuaca untuk menciptakan suasana yang kacau dan menyedihkan. Cuaca buruk yang digambarkan menciptakan atmosfer yang gelap dan suram, mencerminkan keadaan emosional yang tidak stabil. Gambaran daun yang berguguran dan mata bulan yang rapuh menambahkan nuansa kesedihan dan kehampaan.
Metafora dan Simbolisme: Penyair menggunakan cuaca sebagai metafora untuk keadaan batiniah atau emosional. Cuaca buruk di sorga mencerminkan kegelapan dan keputusasaan dalam hati manusia. Daun yang berguguran dapat melambangkan kerapuhan dan ketidakpastian kehidupan, sementara mata bulan yang rapuh mungkin menggambarkan ketidakstabilan dan ketidaksempurnaan.
Penggunaan Bahasa: Penggunaan bahasa dalam puisi ini cukup kuat dan menggambarkan secara visual suasana hati yang sedih dan muram. Kata-kata seperti "sedih", "merintih", dan "melalaikan" menciptakan rasa sakit dan kehampaan yang mendalam.
Penutup dan Pesan: Puisi ini menutup dengan gambaran seribu mata yang sedih yang merintih, menegaskan kesedihan dan penderitaan yang dialami. Pesan yang mungkin tersirat di sini adalah bahwa bahkan di tempat seperti surga, bisa ada ketidakbahagiaan dan kesedihan yang mendalam, serta ketidakpastian tentang keadaan manusia dan alam semesta.
Dengan demikian, puisi "Cuaca di Sorga" menawarkan refleksi yang dalam tentang kondisi emosional manusia dan keadaan alam semesta, serta mengajak pembaca untuk merenungkan makna dan nilai kehidupan.
Karya: Kriapur
Biodata Kriapur
- Kriapur (akronim dari Kristianto Agus Purnomo) lahir pada tahun 1959 di Solo.
- Kriapur meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 1987 dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Batang, Pekalongan, Jawa tengah.