Media massa dikenal sebagai salah satu pilar demokrasi dilingkungan suatu Negara. Tetapi, tak banyak yang tahu bahwa media massa juga bagian dari pilar pendidikan. Pendidikan generasi muda dimulai dari dalam keluarganya, terutama didalam pembangunan karakter seorang anak. Setelah itu, berlanjut pada pendidikan formal yang dimulai ketika Sekolah Dasar hingga ke tingkat yang lebih tinggi.
Yang menjadi perhatian adalah sela waktu seorang anak tidak sedang beraktivitas dengan pengawasan ketat atau sedang tidak melakukan kegiatan pendidikan seperti sekolah, mengaji, kursus dan lain-lain. Hal ini menjadi perhatian khusus karena anak akan dengan mudahnya mengakses informasi apapun yang bertebaran khususnya di dunia maya; media sosial hari ini sangat akrab dengan kehidupan seseorang setiap harinya.
Lalu di mana peran penggunaan bahasa media perlu diperhatikan? Seberapa pentingkah bahasa media massa dalam membentuk pribadi seseorang? Karena seiring waktu berjalan, media benar-benar menjadi kebutuhan pokok semua orang.
Pertama, kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang etika berbahasa, dalam memahami isi konteks suatu pembahasan, wajib hukumnya untuk para pembaca tidak mudah terpancing atau terprovokasi oleh bahasa jurnalistik yang sering kali mengandung propaganda. Di media-media berita digital, media sosial yang membahas tentang sebuah fenomena apapun atau media cetak seperti koran dan lain-lain semuanya tetap harus kita sikapi dengan penuh kehati-hatian.
Di ranah media massa, bahasa merupakan alat utama dalam menjembatani komunikasi. Bahasa yang digunakan juga sering kali bahasa-bahasa dengan kata-kata penuh retorika yang memungkinkan siapa saja dengan mudahnya mengikuti apapun yang diinstruksikan, diprovokasikan, maupun dijelaskan dari sudut pandang penulisnya tanpa mencantumkan alasan logis dan konkret dari sebuah kesimpulannya.
Untuk memfilter informasi yang mungkin saja kurang atau tidak valid, maka memverifikasi secara mendalam adalah jalan paling solutif untuk seseorang yang tidak mau lebur kedalam ketidakvalidan informasi yang mereka terima. Karena apapun itu, informasi bisa saja menjadi doktrin yang bisa membentuk karakter seseorang. Jika informasi yang kita dapat secara berkelanjutan adalah informasi fakta, maka karakter kita tidak perlu diragukan kejelasannya. Tetapi bagaimana jika informasi yang kita dapat secara berkelanjutan adalah hoaks, propaganda negatif, dan tidak valid, maka kita harus sesegera mungkin melakukan tindakan preventif agar tidak terjerumus lebih dalam mengimani sebuah hal yang kita dapat dari media massa.
Dengan demikian, menjadi pribadi yang cerdas dalam menyaring informasi apapun adalah sebuah keharusan bagi seluruh masyarakat. Tentu bukan untuk hal penting, karena ini kaitannya terhadap pembentukan karakter kepribadian diri kita di masa yang akan datang.
Biodata Penulis:
Lulu Salama Wardani lahir pada tanggal 2 Mei 2006 di Batang.