Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk belajar. Pendidikan tidak hanya menjadi hak bagi mereka yang mampu secara finansial, tetapi juga bagi mereka yang berjuang untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi sarana untuk memutus rantai kemiskinan. Dengan pendidikan yang lebih baik, generasi mendatang memiliki peluang yang lebih besar untuk hidup lebih baik. Keinginan untuk melanjutkan pendidikan meskipun dalam keadaan terbatas adalah cerminan dari ambisi dan harapan untuk mengubah nasib.
Dalam beberapa kasus, anak yang memiliki latar belakang ekonomi yang kurang baik lebih sering mendapat cibiran daripada dukungan. Namun, respons mereka terhadap cibiran itu berbeda-beda, ada yang merespons dengan merasa tertekan, ada juga yang merespons dengan merasa lebih termotivasi. Menghadapi hujatan dari orang sekitar adalah hal yang menyakitkan, lalu adakah orang yang berhasil menghadapinya?
Alfin Dwi Novemyanto, seorang pemuda yang memiliki kondisi latar belakang yang kurang beruntung. Dia berasal dari keluarga broken home dan tinggal bersama ibunya yang berprofesi sebagai pemulung. Alfin dibesarkan dalam kondisi ekonomi yang sulit. Alfin menuturkan bahwa dia pernah diusir dan berpindah-pindah tempat tinggal, karena rongsokan ibunya dianggap mengganggu kenyamanan. Anak kedua dari tiga bersaudara ini memiliki cita-cita yang mulia semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar, dia ingin menjadi guru. Harapannya dia dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan memberi kesempatan yang sama kepada anak-anak yang memiliki latar belakang yang mirip dengannya.
Bangku Sekolah Menengah adalah fase yang penuh tantangan bagi Alfin, dia bersekolah dengan bantuan beasiswa dan bertemu teman-teman dari keluarga yang lebih mampu. Namun Alfin berhasil beradaptasi dan meraih berbagai prestasi akademik. Masa Sekolah Menengah mengajarkan Alfin tentang persahabatan, kerja keras, dan ketekunan. Ia belajar bahwa setiap rintangan bisa dilalui dengan usaha dan tekad. Keberhasilannya membuatnya semakin percaya diri dan termotivasi untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Karena kondisi yang tidak memungkinkan, Alfin sempat gap year selama satu tahun. Tetapi dia tetap gigih dan semangat. Dia pernah menuturkan bahwa jika dia melihat ibunya, dia menemukan seribu alasan untuk sukses. Di masa inilah Alfin mempersiapkan diri untuk masa depannya. Dia mengikuti program sukarela membantu anak-anak di komunitasnya, memberikan bimbingan belajar dan mendukung mereka. Selain itu, Alfin juga mengikuti kursus online untuk mengembangkan keterampilan digital. Selama masa ini, Alfin juga bekerja paruh waktu di kedai kopi yang membantunya belajar tentang manajemen waktu dan interaksi sosial.
Pertemuan Alfin dengan guru SMA-nya mengubah nasibnya, Alfin mendapatkan informasi mengenai beasiswa bidikmisi di Universitas Terbuka. Melalui kerja keras dan ketekunannya, dia menjadi lulusan terbaik di universitas tersebut. Setelah lulus S1, Alfin memutuskan untuk bekerja dan mengikuti seleksi beasiswa LPDP. Dia bahkan berhasil masuk ke universitas ternama, Universitas Gajah Mada.
Kisah Alfin adalah bukti nyata bahwa pendidikan, ketekunan, dan kerja keras dapat mengubah nasib seseorang. Bukan hanya berhasil meraih pendidikan yang tinggi, kisahnya juga menginspirasi banyak orang. Ia menunjukkan bahwa dengan tekad dan usaha, tidak ada sesuatu yang mustahil untuk dicapai bahkan ketika dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Kisahnya juga mengajarkan kita mengambil sisi positif dari sesuatu yang negatif sekalipun. Seperti Alfin yang menjadikan cibiran tetangga adalah motivasi. Dia percaya dengan kalimat: pohon yang ditebas tidak memikirkan cara membalas, tapi memikirkan cara bertunas.
Kisahnya yang menginspirasi ini membawa Alfin menghadiri acara seminar sebagai narasumber di beberapa acara. Alfin sering menyampaikan kata-kata motivasi seperti “Bukan di mana kita sekolah atau kuliah, tapi di mana kita bisa mencari berkah dan hikmah. Bukan karena gengsi atau ingin mencari sensasi, tapi galilah potensi untuk meningkatkan prestasi”, “Tuntutlah ilmu! Di saat kamu miskin dia akan menjadi harta, dan di saat kamu kaya dia akan menjadi perhiasan”.
Jangan hanya karena kondisi ekonomi yang kurang memungkinkan, kita langsung dapat menyimpulkan nasib. Dari kisah Alfin, nasib bisa berubah jika ada tekad dan usaha yang kuat.
Benturan, cacian, dan hinaan yang sering datang adalah kekuatan kita untuk terus tumbuh dan berkembang setiap harinya. Seorang anak yang merakit kapalnya sendiri akan berbeda dengan anak yang sudah dirakitkan kapal pesiar oleh orang tuanya. - Alfin Dwi Novemyanto.
Biodata Penulis:Afroh Rozana, lahir pada tanggal 9 Agustus 2006, saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid.