Nasab Ba’alawi masih menjadi perdebatan hingga menimbulkan pro dan kontra, sebagian pihak meragukan bait nasab Ba’alawi sebagai keturunan nabi Muhammad. Kendati demikian, ada juga yang berpendapat bahwa orang-orang Ba’alawi masih punya garis darah dari Nabi Muhammad SAW.
Isu semakin memanas setelah Immaduddin Utsman mengatakan dalam kesimpulan penelitiannya yaitu: “sangat sukar sekali menurut takaran ilmiah untuk menyebut bahwa Ba’alawi adalah anak keturunan Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidi bin Ja’far ash-Shidiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah bin Nabi Muhammad SAW”. Metode yang digunakan oleh Imaduddin Utsman adalah library research. Ia mengumpulkan data-data ilmiah berupa kitab-kitab nashab dari masa ke masa. Data lalu diolah menjadi sistematis, rasional, dan valid. Sontak klaim Ba’alawi bukan termasuk keturunan nabi Muhammad memicu perdebatan serta menimbulkan pro dan kontra.
Ba’Alwi atau Ba’Alawi (Arab: آل باعلوي, terjemahan: al-bā'alawiy) adalah sekelompok keluarga Hadramami dan kelompok sosial yang berasal dari Hadramaut di sudut barat daya Jazirah Arab. Mereka menelusuri garis keturunannya pada seseorang bernama Ubaidillah, namun pengakuannya sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW karena minimnya sumber kitab sezaman yang membuktikan bahwa Ubaidillah adalah putra Ahmad bin Isa masih menjadi perdebatan. Nasab Ba’alawi mengacu pada keturunan Sayid Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir yang hidup pada abad ke-10 Masehi. Silsilah ini mengaku mempunyai hubungan langsung dengan Nabi Muhammad melalui Sayidina Hussein, cucu putri Nabi Fathimah dan Ali bin Abi Thalib. Ba'alwi lahir pada tahun 873 (260 M) dan pindah ke Basra pada tahun 931 (320 M) untuk menghindari kekerasan sektarian seperti invasi kekhalifahan Abbasiyah. Hal ini juga dikritik karena kurangnya kitab-kitab sezaman yang mendokumentasikan gerakan tersebut.
Di sisi lain, keluarga Ba’alawi sangat dihormati karena aktivitas perdagangan, filantropi, dan pengetahuan agamanya. Keturunan Alwi bin Ubaidilla konon tercatat sebagai cucu Ahmad bin Isa. Ahmad merupakan keturunan Nabi Muhammad melalui cucunya, Husein bin Ali. Pernyataan ini kemudian ditolak oleh Imaduddin Utsman, karena ternyata Ahmad bin Isa tidak mempunyai seorang putra bernama Ubaidillah, maupun seorang cucu bernama Alwi. Hal ini didasarkan pada kajian terhadap kitab-kitab yang mencatat silsilah Nabi (Kitab Nasab) mulai dari kehidupan Ahmad bin Isa pada abad ke-4 Islam hingga abad ke-5 setelahnya, nama Alwi dan Ubaidilla tidak muncul di salah satu buku tersebut. Fulcrum yang diterbitkan oleh Yusof Ishak Institute, menyatakan bahwa organisasi milik Ba’alawi seperti Rabita Alawiya sudah merespons. Mereka menyatakan menolak klaim Imaduddin. Ba’alawi dan para pendukungnya mengklaim banyak manuskrip yang berumur lebih dari seribu tahun telah hilang atau tidak ada lagi.
Lantas, siapa saja marga dari klan Ba'alawi? Ada beberapa marga yang cukup commonplace di Indonesia, seperti marga Al-Haddad, Al-Haddar, Al-Hamid, Al-Hadi, Al-Jufri, bin Sumaith (Smith), bin Jindan, dan seterusnya. Berikut ini daftar marga klan Ba’alawi:
- Al-Attas
- Al-Aydarus
- Al-Aydid
- Ba Aqil
- Al-Maqdi
- Ba Abud
- Al-Bar
- Ba Surrah
- Al-Baydh
- Balfaqih
- Al-Habshi
- Al-Haddad
- Al-Haddar
- Al-Hadi
- Al-Hamid
- Jamalullail
- Al-Jufri
- Al-Junied
- Al-Kaf
- Khaniman
- Al-Mashoor
- Al-Muhdhar
- Al-Musawa
- Al-Mushayyakh
- Al-Mutahar
- Al-Saqqaf
- Al-Shihabuddin
- Al-Shatiri
- Al-Sheikh Abu Bakr
- Bin Sumaith (Smith)
- Bin Yahya
- Al-Ayun
- Azamat Khan
- Al-Ba Hashim
- Al-Ba Rum
- Al-Ba Sakut
- Al-Ba Haroon Jamalullail
- Al-Ba Raqbah
- Bin Haroon
- Bin Hashim
- Bin Murshed
- Al-Bin Shahel
- Bin Jindan
- Al-Hinduan
- Al-Hiyed
- Al-Ibrahim
- Al-Jadid
- Al-Khirid
- Al-Nadhiry
- Al-Adani
- Al-Mazimi
- Al-Tapiri
- Ba Alawi
- Ba Faraj
Sejumlah cendekiawan muslim dan ulama turut memberikan pendapat terkait klaim keturunan Rasulullah dengan lebih bijak. Salah satunya adalah Prof. Dr. Quraish Shihab yang berkata: "Orang boleh berbeda pendapat, apakah si A keturunan Rasulullah atau tidak. Di sini lahir yang dinamai ilmu nasab. Ingat ajaran Rasulullah, tidak perlu mengklaim, buktikan hal tersebut melalui akhlak, ilmu Anda," ucapnya, dikutip dari laman NU Online.
Mantan Menteri Agama RI dan ayah dari Najwa Shihab ini menambahkan, perdebatan mengenai keturunan Rasulullah yang mengarah pada sikap saling hina, memojokkan, dan merendahkan justru tidak membuat Rasulullah bangga, lantaran Rasul lebih mengutamakan akhlak dan ilmu dalam sebuah perdebatan.
Ulama besar KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya juga mengungkapkan pandangannya terkait persoalan ini. Menurut Buya Yahya, dilansir laman tv one news, mencintai Rasulullah SAW dan keturunannya adalah kewajiban. Apabila ada seseorang yang dipercaya kelompoknya punya garis keturunan orang terpandang, lanjut Buya Yahya, sebaiknya jangan mengusiknya. “Ulama mengatakan, sekelompok orang itu kalau sudah mengatakan nasabnya kepada orang tuanya dipercaya, anda jangan suka mengotak-atik, siapapun,” kata Buya Yahya. “Apalagi ini kisah nasab masa lalu, ini akhlak, adabnya itu. Jadi kalau kita mencari celah oh mungkin begini, mungkin begitu, ini bahaya sekali,” tambahnya.
Buya Yahya juga menyarankan, apabila ada sekelompok orang mengaku memiliki nasab Rasulullah SAW, sebaiknya dipercaya agar tidak terjadi keributan.
Saya pribadi meyakini nasab ba'alawi tersambung sampai Rasulullah SAW, mari mengikuti polemik ini dengan santai agar yang pro dan yang kontra tetap bisa berdiskusi dan duduk bersama. Karena dalam diskusi-diskusi polemik nasab ini akan banyak pengetahuan baru yang bisa diserap. Habib yang baik diikuti, dan beberapa habib yang kurang slightly open tidak perlu diikuti, cukup didoakan.
Biodata Penulis:
Alis Kholisoh, lahir pada tanggal 27 Juli 2006 di Brebes, saat ini sedang menempuh pendidikan S1, Program Studi Pendidikan Agama Islam di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.