Belajar dari Pengalaman: Menghadapi Orang yang Memanfaatkan Kebaikan

Empati adalah hal penting, tetapi perlu diseimbangkan dengan pertimbangan rasional. Sebelum membantu, cobalah menilai situasinya dengan lebih ...

Rasa iba dan kepedulian setiap orang selalu berbeda-beda. Namun, ketika hal tersebut menyangkut sesuatu yang sensitif, kita tidak bisa hanya berdiam diri. Kadang, terlintas di benak kita bagaimana jika orang yang kita sayangi, atau bahkan diri kita sendiri, berada di posisi tersebut. Pasti hati kita langsung terenyuh. Namun, tak jarang kita juga melihat orang yang memanfaatkan sifat manusiawi kita ini. Lantas bagaimana kita menanggapinya? Baikkah jika hanya berdiam diri?

Menghadapi Orang yang Memanfaatkan Kebaikan

Saya pribadi cukup sering melihat orang-orang yang sengaja memanfaatkan rasa kasihan orang lain dengan kekurangan mereka. Bahkan, ada yang sebenarnya tidak memiliki kekurangan, tetapi berpura-pura sakit atau memiliki disabilitas hanya untuk membuat kita merasa iba. Seperti seorang pengamen di dekat rumah saya, yang sengaja membalut kakinya dan menggunakan alat bantu jalan agar terlihat seperti orang yang kesulitan. Padahal, kenyataannya ia dapat berjalan normal. Dia tahu bahwa dengan berbohong seperti itu, uang yang didapat saat mengamen jauh lebih banyak, maka dia terus melakukannya tanpa rasa bersalah.

Di sisi lain, ada situasi yang serupa dan hampir sama. Pada saat itu, ada orang tua yang berjualan, ia melanturkan kata-kata yang menyedihkan dengan harapan kita merasa kasihan melihat orang setua itu masih bekerja keras. Namun, ketika kita ingin menunjukkan niat baik dengan membeli barang dagangannya, harga yang dipatok sangat tidak masuk akal. Saya pernah mengalami hal ini ketika ingin membeli keset, yang di pasaran harganya sekitar 15 ribu rupiah. Namun, penjual tersebut mematok harga dua kali lipat dari harga yang normal. Karena sudah bertanya-tanya dan merasa kasihan jika tidak membelinya, akhirnya saya terpaksa membelinya dengan berat hati.

Niat awal kita adalah untuk membantu sesama, tetapi setelah berpikir lebih dalam, rasanya kita justru dimanfaatkan hanya demi uang. Sebagai manusia, kita sulit meninggalkannya begitu saja. Rasa kasihan membuat kita cenderung berpikir dua kali sebelum menolak. 

Lantas, apa yang sebaiknya kita lakukan sebagai makhluk sosial?

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat kalian lakukan jika merasakan hal yang sama:

1. Jaga Empati, tapi Tetap Rasional

Empati adalah hal penting, tetapi perlu diseimbangkan dengan pertimbangan rasional. Sebelum membantu, cobalah menilai situasinya dengan lebih objektif. Jika tampak ada tanda-tanda manipulasi, tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan kembali tindakan yang akan diambil. Terkadang kita perlu menjaga jarak emosional dan tidak terlalu larut dalam perasaan kasihan yang mendalam. Pertimbangan yang matang akan membantu kita menghindari perasaan dimanfaatkan.

2. Berikan Bantuan dengan Proporsi yang Tepat

Jika tetap ingin membantu, berikan bantuan sesuai kemampuan dan kebutuhan yang wajar, tanpa merasa terpaksa. Bantuan tidak harus selalu berupa uang. Bisa juga dengan cara lain, seperti memberikan makanan atau barang sesuai kebutuhan orang tersebut. Dengan demikian, kita dapat menunjukkan kepedulian kita tanpa merasa terbebani secara berlebihan.

3. Tingkatkan Kesadaran Diri

Dalam menghadapi situasi seperti ini, penting untuk menyadari bahwa tidak semua niat baik akan diterima dengan niat yang sama. Meskipun demikian, niat tulus tetaplah hal utama. Jika Anda merasa dimanfaatkan, penting untuk refleksi dan belajar dari pengalaman tersebut agar tidak terulang di masa mendatang. Kita harus bisa lebih bijak dan mawas diri agar tidak jatuh ke dalam situasi yang sama di kemudian hari.

4. Tetap Bijaksana dan Tegas

Jika merasa ada yang mencoba memanfaatkan kebaikan Anda, tidak salah untuk menolak secara halus namun tegas. Menolong orang tidak berarti harus selalu menyetujui setiap permintaan, terutama jika niat orang tersebut tidak tulus. Kita harus memiliki batasan yang jelas, karena membantu orang lain tidak harus merugikan diri sendiri. Belajar mengatakan “tidak” dengan cara yang sopan dan tegas adalah bagian dari menjaga keseimbangan hidup.

5. Jangan Menyimpan Dendam

Meski merasa dirugikan, penting untuk tidak membawa rasa sakit hati atau dendam. Pelajaran dari pengalaman tersebut bisa menjadi panduan untuk bersikap lebih bijaksana di masa depan, tanpa kehilangan empati. Kita tidak bisa selalu mengontrol apa yang orang lain lakukan, tetapi kita bisa mengontrol bagaimana kita merespons mereka. Biarkan pengalaman itu menjadi pelajaran berharga, bukan beban emosional.

Memang berat bagi kita untuk mengikhlaskan hal tersebut, terutama jika orang yang kita tolong ternyata lebih mampu atau lebih mapan daripada kita. Namun, jika kita belajar untuk ikhlas dan membantu tanpa pandang bulu, akan ada sisi baiknya. Mungkin bukan di dunia, tetapi di akhirat nanti. Kebijaksanaan hidup mengajarkan kita untuk membantu sesama tanpa harus terlalu terpengaruh oleh apa yang kita dapatkan kembali.

Jadi, ikhlaskanlah apa yang telah terjadi. Niat baik kita bukan untuk dipuji orang lain. Jika ingin membantu, bantulah dengan sepenuh hati. Memang berat di awal, tetapi akan salah jika kita hanya berdiam diri ketika sesungguhnya mereka membutuhkan. Pada akhirnya, hidup adalah tentang keseimbangan antara kepedulian dan kebijaksanaan. Kita harus mampu menolong sesama, tetapi juga menjaga diri dari situasi yang dapat merugikan kita secara emosional dan finansial. Tetaplah peduli, tetapi lakukan dengan bijak.

Biodata Penulis:

Puthut Bagus Ferdyansyah, lahir pada tanggal 27 April 2005, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret.

© Sepenuhnya. All rights reserved.