Di mata kita profesi guru adalah profesi teladan dan mulia yang sikapnya perlu digugu dan ditiru, tapi jika sikapnya berkebalikan dari hal tersebut, bagaimana respon kita? Profesi guru bukanlah profesi main-main. Hal ini tercermin dalam undang-undang yang mengatur kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Guru ibarat lentera di malam hari. Kehadirannya mampu menerangi jiwa peserta didik yang sedang mencari ilmu.
Sosok guru ideal dalam undang-undang Guru dan Dosen, tampaknya tidak terlihat pada diri guru-guru pelaku kekerasan seksual di lembaga pendidikan. Berdasarkan laporan FSGI, terdapat sebanyak 101 laporan kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2024.
Baru-baru ini kasus KS di lembaga pendidikan juga menggemparkan publik Gorontalo khususnya dan Indonesia secara umum. Kasus ini lagi-lagi mencoreng institusi pendidikan kita yang seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman kepada siswa. Namun, justru petaka yang diterima.
RR adalah seorang guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia yang berusia 57 tahun. RR dalam konteks ini, berhasil mengelabui muridnya sendiri melalui relasi kuasa. Ia memanfaatkan posisinya sebagai guru dan memanipulasi status korban yang seorang anak yatim piatu. Anak tersebut juga seorang yatim piatu, selain itu mereka bertemu di sekolah dan juga melakukan video tersebut di sekolah. Jadi, korban ini adalah seorang murid berprestasi yang menjabat sebagai ketua osis dan duta genre.
Menurut tanggapan warganet, sang pelaku berusaha bersikap baik dan manis terhadap korban seperti mengayomi, membantu tugas, memberi perhatian lebih dan akhirnya membuat korban merasa nyaman, akhirnya percaya dan melakukan hubungan asmara terlarang tersebut. Pelakunya ini adalah seorang guru Bahasa Indonesia, lalu korbannya adalah murid yang dia ajarkan dan pelaku tersebut sudah menjalin hubugan dari tahun 2022-2024 ini, dan mereka sudah melakukan hubungan suami istri dari awal 2024.
Dalam unggahannya di media sosial, korban PP mengungkapkan kronologi pelecehan itu yang berawal dari tindakan verbal pelaku hingga berlanjut ke persetubuhan. Saat kejadian, korban merasa bingung dan tak tahu harus berbuat apa karena dirinya seorang anak yatim piatu yang tidak memilki sosok orang tua untuk tempat mengadu. Apalagi masalah biaya sekolah dan kuliah nanti.
Oleh karena itu dalam masalah ini terbukti penting sekali peran orang tua dalam mengawasi anak-anaknya. Orang tua sebagai lembaga pendidikan pertama yang memiliki peran amat penting khususnya dalam penyadaran, penanaman dan pengembangan nilai moral sosial dan budaya. Hal yang sangatlah penting yang harus dilakukan oleh para orang tua di rumah yaitu mengajarkan dan mendidik serta mengenalkan pendidikan seksual mulai dari usia dini sampai menuju kearah dewasa sesuai dengan perkembangan berpikir anak dan usia anak.
Orang tua juga tidak lupa memberikan informasi tentang cara mencegah kekerasan seksual. Komunikasi antar orang tua dan anak juga sangat penting, tujuan komunikasi dalam interaksi keluarga ditinjau dari kepentingan orang tua dalam memberikan informasi, nasihat, mendidik. Anak juga dapat berkomunikasi dengan orang tua untuk mendapatkan saran, nasihat, masukan atau dalam memberikan respon dari pertanyaan orang tua.
Menurut penelitian, ketika seseorang mengalami kekerasan seksual di usia anak-anak ataupun remaja maka salah satu dampak trauma yang sering sekali ditemukan adalah hiperseksualitas ketika seseorang anak ataupun remaja mengalami sensasi biologis yang tidak seharusnya dia rasakan di usia tersebut dan itu terjadi, maka pikiran dan tubuh anak kerjanya jadi tidak sinkron, pikiran menolak tapi tubuh tetap menginginkan sensasi tersebut.
Tidak masuk akal, tidak logis. Bukannya orang trauma itu justru ekstra hati-hati? Ya itulah trauma, dia mendorong manusia untuk berbuat sesuatu yang di luar nalar, ada yang jadi ekstra hati-hati sekali sampai parno, ada yang justru sengaja menggemukan diri, mengusamkan kulit, berpenampilan sekucel mungkin supaya dia tidak menjadi target lagi dan ada yang berpura-pura maskulin dan naksir sesama jenis saking traumanya sama laki-laki. Ya itulah dampak trauma.
Dan yang namanya pelecehan seksual, jarang sekali dimulai dengan sentuhan fisik, biasanya dimulai dengan manipulasi emosional, bisa berupa dengan cerita-cerita sedih. Contoh “Oh kamu tuh mirip banget sama anak saya yang sudah meninggal,” lalu “Aku jadi sayang sama kamu seperti aku menyayangi adikku.” Kemudian mulailah elusan di kepala seperti hal wajar yang dilakukan orang tua kepada anaknya.
Bagi anak yang memiliki alarm tubuh yang sehat, hal-hal seperti ini membuat dia risih dan menjauh tapi bagaimana jika anak itu adalah seorang anak yang tidak pernah mengalami kasih sayang dari ayah ibunya? Pasti dia akan nyaman terhadap manipulasi itu dan akhirnya terjebak. Dan ketika seseorang respons traumanya adalah hiperseksualitas, maka dia sering tidak akan merasa cukup dengan sensasi tersebut, mereka akan mencari meskipun setelah itu mereka merasa jijik, marah bahkan ketika mereka menikah mereka tak akan cukup dengan satu pasangan saja.
Kekerasan seksual dapat dialami oleh siapa saja dan kapan saja. Oleh karenanya, kita harus selalu waspada dalam setiap situasi dan kondisi. Mempelajari cara menangani trauma yang terjadi pada korban kekerasan seksual dapat membantu kita menemukan perawatan terbaik untuk memulai proses penyembuhan, hal ini dapat berguna bagi untuk kita semua.
Berikut merupakan beberapa cara menangani trauma akibat kekerasan seksual yang diambil dari sumber American Psychological Association (APA):
1. Melakukan Terapi dengan Profesional
Perasaan cemas, bingung, merasa bersalah, dan putus asa setelah terjadinya kejadian traumatis biasanya akan mulai perlahan memudar dalam jangka waktu yang relatif cepat.
Namun, jika reaksi stres traumatis timbul kembali dengan begitu kuat dan terus-menerus sehingga menghalangi aktivitas dapat meminta bantuan dari profesional kesehatan mental.
Terdapat beberapa tanda dari stres traumatis seperti kondisi tidak kunjung baik setelah enam minggu kejadian, mengalami kesulitan untuk beraktivitas seperti biasanya, mengalami kenangan menakutkan, mimpi buruk, atau kilas balik, dan mengalami pikiran atau perasaan untuk bunuh diri.
2. Terbuka dengan Orang Terdekat
Mulai melakukan identifikasi teman atau anggota keluarga untuk mendapatkan dukungan. Jika merasa sudah siap untuk mendiskusikan peristiwa traumatis, bisa langsung berbicara dengan mereka tentang pengalaman dan perasaan yang dirasakan.
Hal ini juga bisa dilakukan dengan meminta orang terdekat yang dipercaya untuk membantu tugas-tugas rumah tangga atau kewajiban lain untuk menghilangkan beberapa stres harian.
3. Mulai Menerima Keadaan
Menerima keadaan yang terjadi di masa lampau merupakan sikap yang bijak. Mungkin terbilang sulit, tetapi hal ini dapat dilakukan secara perlahan.
Secara bertahap, cobalah untuk kembali ke rutinitas normal. Dukungan dari orang-orang terkasih atau profesional kesehatan mental dapat banyak membantu untuk menerima keadaan yang sudah terjadi.
Hal ini tentu saja diperlukan kesabaran yang ekstra. Perlu diingat bahwa sangatlah wajar untuk memiliki reaksi ‘keras’ terhadap peristiwa yang menyedihkan. Seiring berjalannya waktu, gejala trauma ini akan mulai membaik secara bertahap.
4. Mencintai Diri Sendiri
Hal ini dapat mulai dilakukan dengan perawatan diri yaitu makan makanan yang bergizi, melakukan aktivitas fisik secara teratur, dan tidur malam yang nyenyak. Sebisa mungkin carilah strategi koping sehat lainnya seperti seni, musik, meditasi, relaksasi, dan menghabiskan waktu di alam.
Dengan mencintai diri sendiri, secara perlahan trauma akan dapat dikendalikan. Oleh karenanya, sampai di tahap ini korban kekerasan seksual dapat memulai ‘hidup baru’ dengan hal-hal yang disukai.
5. Selalu Berpikir Positif
Berpikir positif merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh semua orang, terutama korban kekerasan seksual. Hal ini dapat dilakukan dengan mulai ikut kegiatan sosial, rutin afirmasi diri sendiri, dan aktivitas positif lainnya. Selain bisa mencegah stres dan mengurangi depresi, berpikir positif juga dapat mengendalikan trauma. Dengan begitu, korban kekerasan seksual dapat membuat perubahan.
Dunia tidak ramah bagi perempuan. Perempuan bukanlah objek seksual. Bukan pula sebagai pemuas birahi, perempuan sudah seharusnya dihargai, bukan lantas disakiti oleh manusia tak punya hati, di mata mereka, tubuh perempuan sangat rentan mudah dikuasai bahkan sampai dinikmati. Harapannya semoga ke depan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dapat memberikan harapan dan bantuan bagi korban, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya masalah ini.
Semoga dengan adanya upaya ini, kasus kekerasan seksual di lingkup pendidikan dan masyarakat terdekat dapat diminimalisir, dan korban dapat mendapatkan perlindungan serta bantuan yang mereka butuhkan, serta memberikan sanksi yang berat terhadap pelaku kekerasan seksual, seperti melaporkan ke pihak berwajib atau memecat secara tidak hormat. Dan melakukan pengawasan sosial untuk mencegah kekerasan seksual.
Biodata Penulis:
"Tak kenal maka tak sayang," tapi jika sudah kenal jangan sampai terlalu sayang. Inamul Maidatus Salwa lahir pada 24 Mei 2005 di Batang, Jawa Tengah. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.