Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang dan masih dilestarikan oleh masyarakat. Sragen merupakan kabupaten di Jawa Tengah yang masih mempertahankan tradisi dan budaya lokalnya yang unik. Di masyarakat Jawa, salah satu momen sakral adalah bulan Sura. Setiap daerah tentu mempunyai tradisi yang berbeda-beda, salah satu tradisi unik di Sragen adalah Larap Slambu.
Istilah "larap" ini berarti menyingkirkan atau membuang, sedangkan "slambu" merujuk pada kain yang biasanya digunakan dalam ritual. Larap Slambu merupakan ritual mencuci kain kelambu yang menutupi makam dan peti pangeran samudera. Pangeran Samudera sendiri adalah putra dari raja terakhir Majapahit dengan seorang selir. Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit pangeran Samudera dibawa ibunya yaitu Dewi Ontrowulan ke Demak, di sana beliau belajar ilmu agama islam dari Sunan Kalijaga, pangeran Samudera termasuk salah satu tokoh penting dalam menyebarkan agama islam.
sumber: sragenkab.go.id |
Larap slambu ini diperingati setiap malam 1 Sura khususnya di Gunung Kemukus. Gunung Kemukus adalah salah satu tempat ziarah yang memiliki daya tarik tersendiri. Tempat ini terkenal bukan hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena praktik spiritual yang unik, salah satunya adalah larap slambu ini. Nama Gunung Kemukus berasal dari keajaiban yang muncul setelah Pangeran Samudera dimakamkan. Gunung Kemukus ini juga menjadi simbol religius warga Jawa. Setiap pagi di musim kemarau, di atas makam Pangeran Samudera terlihat embun berbentuk kerucut atau kukusan, sehingga namanya kemukus.
Tradisi larap slambu ini mempunyai filosofi yaitu penyucian hati, pikiran, dan pembersihan diri dalam menyambut bulan Hijriah. Pembersihan kelambu tersebut menggunakan air yang didapat dari tujuh sendang atau mata air. Ketujuh mata air berasal dari sendang Ontrowulan, sendang Ceper, sendang Kedung Uter, sendang desa Pendem, sendang Mojosongo, dan sendang Keraton Solo.
Tradisi ini diawali dengan melepas kelambu lalu dibawa menuju ke sungai diiringi para penari kemudian mencucinya dengan air di sungai tersebut. Setelah itu di cuci lagi dengan air dari berbagai mata air yang berbeda. Warga sekitar berebut membawa botol dan menampung air bekas cucian dengan maksud mendapat keberkahan. Setelah prosesi pencucian kelambu selesai, biasanya dilanjutkan festival perahu apabila tidak musim kemarau, festival band, dan bazar ekonomi kreatif. Kemudian dilanjut dengan pagelaran wayang kulit di malam harinya. Tentu hal tersebut sangat seru dan menjadi hal yang menarik bagi masyarakat. Tidak hanya masyarakat sekitar, acara ini juga menarik perhatian para pengunjung diluar Jawa karena keunikannya.
Larap slambu di Gunung Kemukus adalah contoh bagaimana tradisi lokal dapat memberikan makna dan harapan bagi banyak orang. Ritual ini tidak hanya sekadar praktik, tetapi juga merupakan cerminan dari keyakinan dan keinginan para peziarah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan latar belakang keindahan alam dan suasana spiritual yang kental, Gunung Kemukus tetap menjadi tempat yang istimewa dalam hati banyak orang.
Biodata Penulis:
Indah Cahyaningrum saat ini aktif sebagai mahasiswi, Pendidikan Kimia, di Universitas Sebelas Maret.