Apakah kamu pernah mengalami bullying? Atau kamu yang menjadi pelaku bullying? Kedua situasi ini tidak pernah diharapkan kehadirannya oleh siapapun, tapi sayangnya sering terjadi di sekitar kita, terutama dalam dunia pendidikan. Bullying banyak kita temui di lingkungan sekolah, mulai dari SD, SMP, SMA bahkan di jenjang perguruan tinggi pun kasus bullying masih sering terjadi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan, sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia sepanjang 2023. Hampir separuh, terjadi di lembaga pendidikan.
Bullying merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyakiti, mengintimidasi orang lain yang dianggap lebih lemah. Bullying dapat berupa kekerasan fisik, kata-kata yang menyakitkan, pengucilan sosial atau tindakan intimidasi lainnya, yang bisa terjadi di dunia nyata maupun dunia maya yang biasa disebut cyberbullying.
Peribahasa "bagai duri dalam daging" menjadi gambaran tentang dampak yang dirasakan oleh korban bullying. Menggambarkan betapa mengganggu dan menyakitkannya pengalaman itu, baik secara fisik maupun batin. Masalah kesehatan mental juga menjadi dampak dari bullying. Korban bullying akan merasa takut untuk ke sekolah, karena ia merasa tidak aman dan penuh dengan tekanan. Contohnya adalah kasus perundungan yang dialami oleh R (15) seorang siswa berkebutuhan khusus di salah satu SMP negeri di Depok, ia tidak mau kembali bersekolah setelah mengalami perundungan itu. Sekolah menjadi mimpi buruk bagi para korban bullying.
Lalu, bagaimana dengan para pelaku bullying? Para pelaku bullying melakukannya karena berbagai alasan, biasanya karena mereka ingin mendapat perhatian lebih, sering menyaksikan pertengkaran orang tuanya, atau mungkin hanya ingin dianggap 'keren' agar teman-temannya merasa segan. Tak jarang pula mereka melakukan bullying dengan alasan 'bercanda'. Tapi jika bercanda yang mereka lakukan menyakiti orang lain, itu sudah termasuk bullying. Apapun alasan para pelaku bullying melakukannya, tindakan mereka tetap salah.
Untuk mengatasi permasalahan bullying yang sering terjadi, perlu melibatkan semua pihak, termasuk guru, orang tua, dan teman sebaya agar upaya yang dilakukan dapat berhasil. Guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mengajarkan kepada muridnya untuk selalu berteman tanpa membeda-bedakan. Orang tua harus membangun komunikasi dengan anak-anak mereka tentang apa yang terjadi di sekolah. Teman sebaya juga memiliki peran penting dalam menciptakan suasana yang saling menghormati dan memberi dukungan satu sama lain.
Biasanya, siswa merasa takut untuk melaporkan kasus bullying. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk membangun saluran komunikasi yang terbuka bagi siswa agar mereka merasa nyaman untuk melaporkan perilaku bullying yang terjadi, tanpa merasa terancam dan takut akan konsekuensi dari laporan mereka.
Semoga dengan adanya solusi-solusi tentang kasus bullying, ke depannya kasus bullying di Indonesia, khususnya di lembaga pendidikan bisa berkurang secara signifikan. Siswa bisa belajar dengan nyaman di sekolah dan menjalin pertemanan yang saling mendukung dan menghormati sehingga menciptakan lingkungan yang harmonis.
Biodata Penulis: