Persahabatan yang kuat dibangun di atas fondasi saling menghormati, kasih sayang, dan komunikasi yang sehat. Persahabatan yang positif tidak hanya mendukung kita saat mengalami kesulitan, tetapi juga memainkan peran penting dalam perkembangan emosional dan kesejahteraan mental. Namun, tidak semua hubungan pertemanan memberikan manfaat yang baik, bahkan beberapa hal dapat melemahkan mental dan merusak rasa kepercayaan diri seseorang.
Merujuk pada pengalaman saya yang terjebak dalam pertemanan yang tidak sehat selama hampir tujuh tahun. Saat masih duduk di kelas 3 SD, saya mulai bergaul dengan beberapa teman kelas, setelah sebelumnya merasa kesulitan bersosialisasi. Tanpa berpikir panjang, saya menerima ajakan mereka untuk berteman, dan pada awalnya saya merasa diterima. Namun, lambat laun saya menyadari bahwa hubungan ini penuh manipulasi. Mereka sering meminta saya membelikan makanan, minuman, bahkan mengerjakan tugas sekolah mereka. Saya tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah bentuk eksploitasi yang halus, atau sebuah pertemanan yang tidak sehat atau "toxic relationship."
Hubungan ini memengaruhi cara pandang saya terhadap persahabatan. Saya berpikir bahwa untuk diterima, saya harus selalu memberi, bahkan ketika itu merugikan diri sendiri. Ketika akhirnya saya pindah sekolah dan menemukan teman-teman yang lebih baik, saya sadar bahwa pertemanan sejati adalah yang didasarkan pada keseimbangan dan saling menghargai.
Dampak dari pengalaman buruk tersebut tidak hilang begitu saja. Saya terbiasa memberi lebih dari yang diminta, merasa takut kehilangan teman jika tidak melakukannya. Ketika merasa kesepian, saya cenderung mengajak teman keluar dengan menawarkan berbagai hal, berpikir bahwa itulah cara untuk menjaga hubungan.
Namun, dari pengalaman ini, saya belajar pelajaran yang lebih dalam: hubungan yang sehat tidak dibangun di atas rasa takut akan penolakan atau keinginan untuk disukai. Kebaikan yang kita berikan tidak selalu dibalas dengan setimpal, tetapi itu tidak boleh menjadi alasan untuk mempertahankan hubungan yang tidak seimbang. Dalam persahabatan, baik rasa hormat maupun kesejahteraan mental harus berjalan dua arah. Kita harus mampu mengenali batas-batas yang sehat, tidak hanya demi menjaga diri sendiri, tetapi juga demi membangun hubungan yang lebih bermakna dan tulus.
Memahami perbedaan antara pertemanan yang sehat dan toxic adalah keterampilan penting dalam kehidupan sosial. Kita sering terjebak dalam pola yang salah karena ketakutan akan kesepian, padahal kesepian bukan alasan untuk bertahan di masa lalu atau dalam hubungan yang merugikan. Alih-alih memanipulasi atau dimanipulasi, kita perlu berusaha menciptakan hubungan yang saling mendukung dan memperkaya satu sama lain. Pada akhirnya, cara kita memperlakukan orang lain dan cara mereka memperlakukan kita menjadi cerminan dari harga diri dan rasa hormat yang kita miliki terhadap diri sendiri.
Menjaga kesehatan mental dalam hubungan sosial adalah hal yang sangat penting, terutama di era modern ini, di mana tekanan sosial sering membuat kita merasa harus terus berkorban untuk diterima. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hubungan yang sehat dapat membantu kita mengenali kapan harus melangkah pergi dari persahabatan yang merugikan, dan kapan harus membangun ikatan yang lebih bermakna dan seimbang.
Biodata Penulis:
Ajeng Dwi Ningrum lahir pada tanggal 29 April 2006 di Palembang. Saat ini sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi negeri Universitas Sebelas Maret, mengambil prodi Pendidikan Kimia.