“Bungsu” dan “manja” adalah dua kata yang sering dikaitkan. Sebagai anak yang terakhir lahir di keluarga, sering kali dianggap sebagai anak kesayangan yang dimanjakan. Stigma ini tidak sepenuhnya salah, anak bungsu memang sering menjadi pusat perhatian.
Tanpa disadari, terkadang orang tua memberi perhatian dan kasih sayang yang lebih kepada anak terakhirnya karena beranggapan anaknya masih kecil sehingga lebih membutuhkan kasih sayang dibanding kakaknya. Hal tersebut tentu saja membuat seorang kakak iri, mereka beranggapan bahwa menjadi anak bungsu itu sangat beruntung dan menyenangkan.
Lalu apakah benar menjadi anak bungsu itu menyenangkan? Nyatanya menjadi anak bungsu terkadang kurang menyenangkan. Berikut ini adalah beberapa kenyataan yang harus dihadapi anak bungsu.
1. Harus Rela Menggunakan Barang Bekas Kakak
Semua adik pasti pernah mendapatkan barang-barang warisan dari kakak seperti baju, tas, mainan, atau barang-barang lainnya. Memang barangnya masih bagus tetapi biasanya sudah ketinggalan zaman. Misalnya, saya pernah menerima baju dari kakak. Meskipun masih layak pakai, modelnya jelas sudah tidak lagi tren. Tentu saja, ada kalanya saya merasa ingin memiliki barang baru yang sesuai dengan tren saat ini.
Situasi ini menjadi salah satu alasan mengapa kita jarang membeli barang baru. Tak jarang ketika kita meminta barang baru, orang tua akan menjawab “pakailah yang punya kakak dulu”. Dengan banyaknya kebutuhan keluarga kita diajarkan untuk menghargai apa yang sudah ada. Meskipun terkadang merasa kurang puas karena tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
2. Selalu Dibully Kakak
Sebagai adik sering kali kita dijadikan pelampiasan ide-ide jahil kakak. Seolah-olah mereka tidak lega jika belum menggangu adiknya. Dalam setiap kesempatan, kakak tampaknya merasa senang untuk menjahili bahkan dengan cara-cara yang membuat kita merasa tidak nyaman. Tak jarang lelucon atau keisengan yang dimaksud untuk bersenang-senang ini malah berujung pada tangisan. Terkadang ketika kita menangis kakak bukannya meminta maaf tapi malah mengatakan kita cengeng.
Namun, jika kita lihat lebih dalam, bisa jadi keisengan itu bukanlah tanda kebencian, melainkan bentuk ungkapan sayang yang tersimpan di balik tawa. Di balik keisengan itu, tersimpan perhatian dan kasih sayang yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Setiap orang pasti memiliki cara yang berbeda-beda untuk mengungkapkan kasih sayangnya meskipun terkadang cara mereka terkesan kurang baik
3. Disuruh-suruh Setiap Saat
Karena lebuh tua, kakak merasa berhak menyuruh adiknya untuk melakukan berbagai hal. Kakak sering menyuruh kita untuk melakukan hal-hal sepele yang sebenarnya bisa ia lakukan sendiri. Misalnya menyuruh kita mengambilkan remot TV yang terletak beberapa langkah dari tempat duduknya. Jika kita menolak untuk melakukannya kita akan dicap tidak menghormati kakak. Oleh karena itu, kita memilih menurutinya demi menjaga hubungan baik dengan kakak.
Situasi ini tidak hanya terjadi saat kita masih kecil saja. Bahkan ketika kita sudah sama-sama dewasa, kakak masih sering menyuruh-nyuruh kita. Seolah-olah peran ini tak pernah pudar. Tentu saja hal tersebut lama kelamaan membuat kita merasa jengkel. Terkadang hal hal seperti ini bisa membuat kita bertengkar
4. Harapan Terakhir Keluarga
Setiap orang tua pasti memiliki harapan yang tinggi kepada anak-anaknya. Mereka selalu berusaha memberikan yang terbaik agar anaknya bisa sukses. Sebagai anak tentu ingin membahagiakan orang tua dengan memenuhi harapan tersebut. Jika seorang kakak tidak berhasil memenuhi harapan orang tua, sering kali harapan tersebut dialihkan kepada adiknya. Namun, jika anak bungsu gagal siapa yang akan mengambil alih harapan itu?
Terkadang, sebagai anak terakhir terpaksa mengubur mimpinya demi memenuhi harapan yang ada. Contohnya cita-cita seorang anak bisa saja berbeda dari harapan orang tua. Beberapa orang tua bisa memahami keinginan anaknya, tetapi ada juga yang berpegang pada pilihannya sendiri. Kakak mungkin memiliki kesempatan untuk menolak harapan tersebut karena ada adik yang bisa menggantikannya. Beban harapan yang mengintai ini menjadi beban berat yang harus kita hadapi. Kita sering kali terjebak dilema yang sulit antara mengejar kebahagiaan pribadi atau memenuhi harapan orang tua.
5. Harus Bisa Lebih dari Kakaknya
Seorang adik biasanya akan menjadikan kakaknya sebagai panutan. Banyak hal yang dapat kita pelajari dari pengalaman kakak. Namun, terkadang posisi kakak yang seharusnya menginspirasi justru berubah menjadi tolak ukur kesuksesan kita. Ketika kakak berhasil meraih prestasi yang mengesankan, orang tua tentu akan menaruh harapan yang lebih besar kepada adik-adiknya.
Bukan hanya orang tua, bahkan orang lain pun berharap anak bungsu bisa seperti kakaknya. Dalam berbagai situasi, kita sering mendengar perbandingan yang kurang enak didengar. Misalnya, orang orang di sekitar tidak jarang berkata “padahal kakaknya pintar loh, kok adiknya tidak?” Kalimat-kalimat seperti ini sering membuat kita merasa kurang percaya diri. Kita merasa ada tekanan agar kita bisa mencapai hal yang sama. Padahal setiap orang pasti memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
6. Berlomba dengan Umur Orang Tua
Sebagai anak bungsu, kita sering merasa tertekan untuk mengejar kesuksesan, terutama ketika kita menyaksikan orang tua yang semakin menua. Semakin bertambahnya usia mereka, semakin kita menyadari waktu bukanlah teman. Orang tua yang selama ini bekerja keras untuk memberikan yang terbaik bagi kita, akan tiba saatnya tidak lagi mampu berjuang seperti dulu.
Oleh karena itu, kita merasa dorongan yang kiat untuk berlari mengejar Impian dan mewujudkan harapan mereka sebelum kesempatan itu lenyap. Kita semua pasti berharap orang kita bisa menikmati masa tua yang penuh kebahagiaan. Orang tua akan sangat bahagia menyaksikan jerih payah yang telah mereka berikan selama ini tidak berakhir sia-sia.
Sebagai manusia, kita tidak bisa memilih untuk lahir sebagai anak ke berapa dalam keluarga kita. Entah kita dilahirkan sebagai anak sulung, tengah, atau bungsu, masing-masing memiliki beban dan masalahnya sendiri. Oleh karena itu, sebagai saudara kita harus saling menghargai dan mendukung.
Dengan saling menghargai dan mendukung, kita dapat membangun ikatan persaudaraan yang kuat di mana kasih sayang mengalir tanpa henti. Kita perlu mengingat, meskipun posisi kita berbeda, sebagai saudara kita sama-sama berjuang untuk membahagiakan orang tua. Jadi, mari kita berhenti meremehkan jalan hidup satu sama lain dan mulai merayakan perjalanan hidup kita bersama.
Biodata Penulis:
Anisa Nurkasanah lahir pada tanggal 5 Juli 2006 di Klaten, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Poltekkes Kemenkes Surakarta, program studi D4 Keperawatan.