Sebuah prediksi masa depan? Generasi Z atau biasa disapa Gen Z sering kali dikaitkan dengan kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, dan dominasi dalam dunia digital. Namun, di balik pesona gaya hidup modern ini, muncul sebuah fenomena yang mengkhawatirkan, yaitu doom spending. Istilah ini merujuk pada perilaku belanja berlebihan sebagai cara melarikan diri dari tekanan emosional atau kecemasan tentang masa depan. Tren ini diprediksi dapat mengarah pada masalah keuangan serius, bahkan kemiskinan di masa depan, jika tidak dikelola dengan bijak.
Jadi apa itu Doom Spending? Doom spending adalah perilaku menghabiskan uang secara impulsif sebagai respons terhadap rasa ketidakpastian atau stres emosional. Tren ini semakin marak seiring dengan meningkatnya kecemasan yang dirasakan oleh generasi muda akibat berbagai faktor, seperti ketidakstabilan ekonomi, krisis iklim, dan tekanan sosial dari media digital. Dalam konteks Gen Z dan Milenial, Doom Spending dipicu oleh dorongan untuk menemukan kenyamanan sesaat di tengah kekacauan, baik melalui belanja online, gaya hidup konsumtif, atau investasi berisiko tinggi.
Penyebab Utama Doom Spending di Kalangan Gen Z dan Milenial antara lain:
1. Tekanan Sosial Media
Media sosial memainkan peran besar dalam mendorong perilaku konsumtif. Influencer dan iklan digital sering menampilkan gaya hidup mewah yang diinginkan oleh banyak anak muda, meskipun mereka mungkin tidak mampu membelinya. Dorongan untuk 'mengikuti tren' atau 'fear of missing out' (FOMO) membuat generasi ini rentan terhadap pengeluaran berlebihan.
2. Kecemasan Ekonomi
Gen Z dan Milenial hidup di era ketidakpastian ekonomi. Tingginya biaya pendidikan, sulitnya membeli rumah, dan ketidakstabilan pekerjaan menciptakan tekanan yang signifikan. Sebagai respons, banyak dari mereka mencari pelarian melalui konsumsi yang tidak terkendali, dengan harapan dapat meredakan kecemasan sementara.
3. Pengaruh Pandemi COVID-19
Pandemi memperburuk fenomena doom spending. Lockdown dan pembatasan sosial membuat banyak orang merasa terisolasi, sehingga mereka beralih ke belanja online sebagai hiburan. Akibatnya, pengeluaran meningkat secara signifikan, meskipun tidak selalu disertai dengan peningkatan pendapatan.
Tapi apakah ada dampak Doom Spending? Terjebak dalam terperosoknya kemiskinan?
Jika doom spending terus berlangsung tanpa kontrol, Gen Z dan Milenial berisiko mengalami masalah keuangan jangka panjang. Dampaknya bisa berupa hutang Konsumen yang menggunung pengeluaran impulsif tanpa perencanaan yang matang dapat menyebabkan akumulasi hutang kartu kredit dan pinjaman pribadi. Dengan suku bunga yang tinggi, utang ini bisa menjadi beban finansial yang sulit dilunasi serta kurangnya Tabungan dan Investasi Fokus pada pengeluaran konsumtif mengalihkan perhatian dari perencanaan keuangan jangka panjang. Generasi ini mungkin gagal menabung untuk kebutuhan mendesak atau masa pensiun, yang dapat memperburuk kondisi keuangan mereka di kemudian hari.
Tak hanya itu, ketergantungan pada gaya hidup konsumtif kebiasaan doom spending bisa menciptakan siklus ketergantungan. Generasi muda cenderung terus mengandalkan konsumsi sebagai pelarian dari tekanan hidup, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap stabilitas keuangan mereka.
Dengan demikian muncullah solusi untuk menghindari Doom Spending. Beberapa alternatifnya antara lain adalah pendidikan literasi keuangan, penting bagi Gen Z dan Milenial untuk memiliki pemahaman yang kuat tentang manajemen keuangan. Melalui pendidikan literasi keuangan, mereka dapat belajar cara membuat anggaran, menabung, dan berinvestasi dengan bijak serta mengontrol diri dalam konsumsi mengembangkan kesadaran tentang perilaku konsumtif dan menetapkan batasan pengeluaran adalah langkah penting. Mengurangi godaan belanja impulsif melalui teknik seperti mindful spending bisa membantu mengurangi doom spending.
Menemukan alternatif pengelolaan stres juga tak kalah penting, alih-alih menggunakan belanja sebagai pelarian, generasi muda dapat mencari cara lain untuk mengelola stres, seperti olahraga, meditasi, atau mengembangkan hobi kreatif yang lebih murah dan produktif.
Biodata Penulis:
Maratus Shalihah lahir di Karanganyar, 8 Januari 2006. Saat ini ia aktif sebagai Mahasiswi Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Sejak kecil ia sudah mencintai dunia literasi dan mulai menulis cerpen serta puisi.