Bunuh diri, sebuah kata yang penuh kesedihan dan tragedi, terutama jika terjadi di kalangan generasi muda yang masih penuh dengan harapan dan ambisi. Belakangan ini, kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa semakin mengkhawatirkan. Banyak yang mulai membicarakan terkait tekanan yang dihadapi mahasiswa, terutama di tengah tuntutan akademis yang tinggi. Di satu sisi, kita semua tahu bahwa kuliah itu bukan hal yang mudah. Tugas menumpuk, ujian yang membuat overthinking dan harapan dari keluarga kadang membebani pikiran. Belum lagi, ditambah dengan kondisi sosial yang kadang tidak mendukung. Ini semua bisa menjadi resep jitu untuk stres yang berkepanjangan.
Hasil riset menunjukkan bahwa di provinsi Jawa Tengah menempati posisi tertinggi kasus bunuh diri sebanyak 281 orang selama kurun waktu Januari-Agustus 2024. Salah satu kasus bunuh diri yang dilakukan seorang pria heboh di media massa pada akhir September 2024. Hari Selasa, 1 Oktober 2024, sekitar pukul 10.45 WIB jasad pria bernama Raphael David ditemukan tewas di Gedung Q kampus Petra Siwalankerto. Ia merupakan seorang mahasiswa Teknik Mesin dari Petra Christian University (PCU) Surabaya semester 3, menjatuhkan diri dari lantai 12. Ia sempat mengunggah ucapan terakhir di story Instagram-nya @raphaeldavid_oui berisi kalimat “Thank You”. Dalam Bahasa Inggris ia juga menuliskan “Tetap bertahan terasa menyenangkan. Namun, mengayuh tujuan dan akhirnya menggapai itu akan selalu terasa lebih baik".
Ada banyak penyebab mengapa seseorang mungkin memutuskan untuk bunuh diri, antara lain karena masalah kesehatan mental, tekanan sosial, kesulitan ekonomi, masalah hubungan, penyalahgunaan zat, dan isolasi sosial. Stigma dan diskriminasi yang terkait dengan kesehatan mental sering kali menghambat individu untuk mencari bantuan dan dukungan ketika mereka membutuhkannya, sehingga mereka merasa terisolasi dan putus asa. Sering kita dengar kalimat-kalimat yang meremehkan perasaan orang lain, seolah masalah mental itu hanya perkara “lemah”. Padahal sebenarnya, semua orang bisa mengalami masa sulit. Seharusnya, kita bisa saling mendukung dan terbuka untuk berbicara tentang perasaan kita.
Lantas bagaimana jika tanda-tanda bunuh diri muncul pada orang terdekat kita? Yang pasti kita tidak boleh panik atau menghakiminya, berikanlah ia ruang untuk mengungkapkan perasaan, supaya menjadi lebih tenang. Dampingi orang itu sampai ia mengurungkan niat untuk bunuh diri. Apabila diperlukan, temani ia untuk mencari bantuan professional seperti psikolog atau psikiater. Selain itu, institusi pendidikan juga perlu menyediakan layanan konseling di kampus yang dilengkapi dengan konselor dan psikolog terlatih untuk membantu mahasiswa yang mengalami stres atau depresi. Hal ini dibarengi dengan implementasi program dukungan teman sebaya.
Adapun beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam mengatasi dan mencegah kasus ini. Mahasiswa dan pihak kampus perlu bekerjasama untuk menciptakan lingkungan yang lebih ramah. Kampus seharusnya mampu menjadi tempat yang mampu mendukung kesehatan mental mahasiswanya, bukan hanya sekadar fokus pada fasilitas akademis saja, pihak kampus juga perlu mengadakan lebih banyak acara yang membahas kesehatan mental, atau menyediakan konseling yang mudah diakses misalkan dengan menyediakan layanan konseling di kampus beserta konselor dan psikolog terlatih untuk membantu mahasiswa yang mengalami stress atau depresi. Melalui cara ini maka kebutuhan mahasiswa untuk memperoleh lebih banyak ruang diskusi dan dukungan mental menjadi terpenuhi.
Meskipun sering diabaikan dan kurang mendapat perhatian, namun kematian seseorang bukanlah hal yang boleh dianggap remeh. Maka dari itu, setelah memahami alasan dan cara mencegah kasus bunuh diri, semoga para pembaca sekalian dapat belajar untuk lebih bijak dalam mengatasi permasalahan hidup tanpa memilih jalan untuk menyudahi hidup.
Pada akhirnya, kita harus ingat bahwa hidup itu bukan hanya soal belajar atau mencapai target. Kesehatan mental sama pentingnya, dan harus menjadi prioritas. Mari kita saling menjaga, mendukung, dan mendengarkan satu sama lain. Jangan sampai situasi ini berlanjut dan menyebabkan lebih banyak kesedihan. Setiap nyawa itu berharga, dan kita semua punya peran untuk memperbaikinya, baik di kampus maupun di luar sana.
Biodata Penulis:
Arsya Ma'wa Ni'matul Izzati saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, di Universitas K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.