Ketika mendengar kata bullying, apa yang terlintas di pikiran kalian? Kekerasan? Perundungan? Intoleransi? Caci makian? Yap, itu semua termasuk jenis-jenis bullying. Pasti banyak dari kalian sudah sangat mengerti apasih sebenarnya bullying itu. Secara umum, bullying adalah sebuah tindakan menjelek-jelekan individu yang menjadi sasaran atau objek dari bullying tersebut dan akhirnya menjadi korban dari tindak bullying.
Dengan semakin beragamnya jenis dan aspek kehidupan manusia, membuat manusia menjadi semakin leluasa dan bebas untuk melakukan banyak hal, dari hal yang positif sampai hal yang negatif dan bisa menimbulkan dampak pada sesamanya manusia. Bullying adalah salah satu contoh hal negatif yang dilakukan manusia kepada sesama manusia yang tentunya memiliki berbagai macam faktor kenapa bullying itu sendiri bisa terjadi.
Saat ini, sudah banyak sekali kasus bullying. Bullying biasanya lebih marak terjadi pada kaum muda atau yang sering kita kenal dengan Gen Z. Hal ini bisa terjadi karena pada rentang usia yang masih muda, manusia sangat mampu mengeksplorasi berbagai hal yang ada di dunia ini.
Segala macam pengaruh dan dampak dari globalisasi sangat mudah diterima oleh para kaum muda. Tidak heran, mereka pun bisa melakukan banyak hal yang mereka inginkan tanpa berpikir efek yang akan ditimbulkan ke depannya, dan bullyinglah salah satu hal yang dimaksud.
Banyak contoh kasus dari Gen Z yang senang melakukan bullying kepada sesamanya manusia tanpa berpikir terlebih dahulu dampak yang akan ditimbulkan, baik untuk diri sendiri maupun yang menjadi sasaran bullying.
Bullying biasanya terjadi karena adanya perasaan negatif yang timbul dari setiap individu yang ingin melakukan tindak bullying. Perasaan negatif tersebut ditujukan kepada individu yang akan menjadi objek atau sasaran bullying. Apalagi di zaman sekarang ini kita juga mengenal istilah SARA, perbedaan SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan) adalah pemicu utama terjadinya tindak bullying di tengah masyarakat. Banyak sekali individu yang sangat sensitif dengan adanya perbedaan di tempat mereka tinggal, sehingga mereka biasanya memiliki rasa benci kepada orang yang memiliki perbedaan dan merujuk pada konteks SARA.
Perlu dicatat bahwa tidak semua individu seperti itu, namun tetap ada sehingga menimbulkan tindak bullying yang bahkan efeknya pun dapat berujung kepada kematian atau menimbulkan korban jiwa.
Bullying di Kalangan Gen Z, Pemicu Menurunnya Populasi Manusia
Dari judulnya, pasti beberapa orang berpikir mengapa kasus bullying dapat menyebabkan menurunnya populasi manusia. Mari kita berbicara tentang fakta yang ada bahwa ada beberapa orang bunuh diri dan ingin meninggalkan kehidupan di dunia ini karena merasa stres dan merasa dirinya tidak layak untuk hidup, hal tersebut salah satunya disebabkan karena orang itu menjadi korban dari tindakan bullying.
Perlu diketahui bahwa kesehatan mental sangat berpengaruh kepada kemauan manusia untuk bertahan hidup di tengah situasi dunia yang sangat kompleks dan beragam. Masalahnya, kekuatan mental dari setiap orang tentunya berbeda-beda dan ketika mentalnya rusak akan sangat berpengaruh kepada kehendak setiap individu untuk memilih antara hidup atau mati.
Hal ini sudah saya lihat secara langsung ketika saya duduk di bangku SMP. Ada salah satu anak di SMP saya yang merantau, dia berasal dari luar pulau Jawa dan dia bukanlah keturunan yang mayoritas di lingkup SMP saya. Sebut saja anak ini dengan inisial C. C ini satu angkatan dengan saya namun berbeda kelas. Ketika duduk di bangku kelas 8, saya sering mengamati C pergi ke perpustakaan ketika jam istirahat dan sangat jarang berinteraksi, bahkan dengan teman satu kelasnya.
Saya sempat berinteraksi dengan C ketika saya sedang pergi ke perpustakaan untuk meminjam dan mengembalikan buku. Ternyata anak tersebut memang tidak terlalu suka bersosialisasi. Padahal kata teman satu kelasnya, anak tersebut lumayan pintar di kelas. C ini sering mendapatkan nilai yang bagus dan lumayan kuat dalam hal menghafal sesuatu. C juga mendapatkan ranking 2 ketika kelas 7 (kata teman satu kelasnya).
Ketika menginjak bangku kelas 8, saya sempat mendengar bahwa dengan sikap C yang tidak mau bersosialisasi membuat teman-teman satu kelasnya merasa terganggu dengan keberadaan si C ini. C juga lumayan susah untuk diajak berkomunikasi.
Pada suatu ketika, saya sempat melihat berita di televisi bahwa ada kasus perundungan yang terjadi tidak jauh dari lokasi SMP saya. Para pelaku ini rupanya adalah siswa SMA yang berasal dari beda-beda sekolah. Setelah kepolisian menyiasati kasus itu, ternyata yang menjadi korban adalah si C.
Akhirnya C diamankan dan pihak kepolisian sempat melaporkan ke SMP saya supaya C tidak sekolah dulu karena masih dalam proses pemulihan fisik. Sementara para pelaku bullying tersebut dikenakan tindak pidana 10 bulan penjara.
Saya sempat shock mendengar berita tersebut karena saya belum pernah menemui teman dalam lingkup sekolah saya menjadi korban bullying. Setelah dari kejadian tersebut, C tidak pernah terlihat lagi di lingkup SMP saya kurang lebih selama 4 bulan lamanya.
Waktu terus berjalan dan akhirnya Pandemi COVID-19 menjalar ke Kota Solo yang membuat pembelajaran dilaksanakan secara daring. Dari situ saya tidak mendapat kabar lagi tentang C. Bahkan anehnya, ketika saya iseng menanyai teman sekelasnya, bagaimana kabar C, mereka juga tidak tahu keberadaannya karena belum pernah mengikuti kegiatan pembelajaran secara daring.
Hingga pada akhir tahun pembelajaran di kelas 8. Kami semua warga SMP tempat saya bersekolah dibikin geger dan heboh, karena berita dan kabar di sosial media menyebutkan bahwa ada 1 anak berumur 14 tahun yang melakukan aksi bunuh diri dengan pergi ke rel kereta api. Menurut keterangan dari masinis, ternyata anak tersebut melakukan aksi bunuh diri pada malam dini hari sekitar pukul 02.00 WIB.
Pada keesokan harinya, ketika polisi sudah meluncur ke TKP, korban langsung segera diamankan dengan kondisi tubuh yang sudah berlumuran dengan darah. Ketika diperiksa muka dengan kartu identitasnya, ternyata orang tersebut adalah si C yang bersekolah di SMP saya.
Keluarga dari C tentunya sangat terpuruk karena kehilangan seorang anak. Setelah diwawancara dari pihak kepolisian, keluarganya tidak megerti sama sekali bahwa C akan melakukan aksi bunuh diri. Yang keluarganya ketahui adalah, C selalu pulang larut malam dengan kondisi tubuh yang tidak prima karena ada bekas luka di bagian kepala, tangan, dan kaki yang diduga pasti C menjadi korban dari tindak perundungan dan kekerasan. Keluarganya sudah bertanya berkali-kali kenapa bisa ada luka di tubuhnya, tetapi C selalu menyangkal bahwa dia baik-baik saja. Dan pada akhirnya, C melakukan aksi bunuh dirinya di rel kereta api.
Dari kejadian tersebut, tindak kekerasan sangat berpengaruh besar kepada jiwa dan kesehatan mental seseorang. Ketika jiwa dan mentalnya sudah dalam kondisi tersakiti dan lemah, biasanya orang akan memutuskan untuk memilih antara tetap melanjutkan hidup atau mengakhirinya. Pada kondisi itu, jika seseorang sudah tidak memiliki iman yang kuat, maka kejadiannya akan seperti si C ini yang melakukan aksi bunuh diri.
Dari kasus tersebut, sudah sangat jelas bahwa segala hal tindakan bullying dapat mengakibatkan kematian pada seseorang sebagai dampak yang paling parah. Tentunya, masih sangat banyak contoh kasus tindakan bullying di luar sana yang menyebabkan korbannya memilih untuk mengakhiri hidup.
Dengan sudah maraknya kasus seperti ini terutama di kalangan Gen Z, tentunya ini menjadi refleksi bagi diri kita apakah kita semua sudah memperlakukan sesama kita dengan baik. Karena jika kita memperlakukan sesama kita manusia dengan tidak baik, kita tidak pernah tahu apa dampak yang akan terjadi setelahnya.
Semoga tulisan ini bisa membawa perubahan positif bagi lingkungan masyarakat terutama kaum muda untuk membuka mindset bahwa setiap orang harus diperlakukan dengan adil karena kita semua memiliki hak untuk hidup di dunia ini.
Biodata Penulis:
Benedhictus Kevin Doni Brillian Everest lahir pada tanggal 3 Juni 2006 di Surakarta. Saat ini, laki-laki yang biasa dipanggil Kevin ini, aktif sebagai Mahasiswa Informatika di Universitas Sebelas Maret.