Ayah Tega Menjual Anaknya Seharga 15 Juta, Uangnya Dipakai untuk Berjudi

Anak dijual 15 juta RD diketahui bekerja merantau di Kalimantan selama enam bulan. Sementara suaminya RA bekerja serabutan.

Di Tanggerang Banten, Ayah berinisial RA (36) menjual bayinya yang berusia 11 bulan senilai 15 juta. Uang dari hasil penjualan bayi itu dipakai pelaku untuk main judi online. Bayi RA dijual kepada sepasang suami istri MAU dan HK tanpa sepengetahuan ibu kandungnya RD yang bekerja merantau di Kalimantan. Kejadian jual-beli anak ini terungkap (1/10/2024) setelah polisi menerima laporan dari RD yang tidak menemukan anaknya di rumah sepulangnya di Kalimatan.

“Dia menemukan anaknya tidak ada. Kemudian ibu korban mendesak suaminya atas nama RA, menanyakan di mana anaknya berada,” kata Kapolres Metro Tanggerang Kota, Kombes Pol Zain Dwi Nugroho, dikutip dari Kompas TV, sabtu (5/10/2024).

Anak dijual 15 juta RD diketahui bekerja merantau di Kalimantan selama enam bulan. Sementara suaminya RA bekerja serabutan. Selama merantau, RD menitipkan bayinya kepada sang ibu yang tinggal di Jakarta Timur. Namun suatu hari, RA mengambil bayinya dengan alasan ingin membawa sang anak ke rumah keluarga RA di Tanggerang, Banten. Ketika RD pulang merantau dan menanyakan keberadaan bayinya kepada RA, sang suami awalnya hanya menyebut anak mereka berada ada di Tanggerang. Namun, sang istri terus mendesak menanyakan keberadaan bayinya.

Ayah Tega Menjual Anaknya Seharga 15 Juta

Pelaku pun akhirnya mengaku telah menjual bayi mereka kepada seseorang di Tanggerang sejak 20 Agustus 2024.

“Akhirnya mengaku bahwa anak tersebut, balita tersebut sudah dijual pada orang lain seharga Rp 15 juta,” ungkap Kombes Pol Zain Dwi Nugroho.

Mengetahui kejadian tersebut, RD langsung melaporkan suaminya ke Polresta Tanggerang Kota karena menjual bayinya kepada orang lain. Usai mendapat laporan tersebut, polisi segera menangkap RA sejak 1 oktober 2024. Polisi juga melakukan pencarian untuk menangkap orang yang membeli bayi tersebut. Menurut pengakuan RA kepada polisi, dia menjual bayinya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan judi online.

Uang hasil penjualan bayi itu bahkan habis dalam waktu satu minggu. Kombes Pol Zain Dwi Nugroho menyebut, RA mengenal pembeli bayinya yakni sepasang suami istri berinisial HK dan MO melalui media sosial Facebook. Saat itu, RA melihat unggahan mereka yang mencari anak balita untuk dibeli. Dia pun menghubungi pengunggah. Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, HK dan MO mengaku baru sebulan tinggal di Tanggerang usai datang dari Nusa Tenggara Timur (NTT).  Pasangan itu memutuskan membeli anak karena mereka merasa kesepian meski sudah menikah selama sepuluh tahun. Karena ingin punya anak, mereka pun mengunggah informasi pembelian anak balita di Facebook.

Mengenai nominal penjual bayi tersebut, lanjut Zain, RA awalnya menawarkan harga di atas Rp 15 juta. Namun, akhirnya mereka sepakat bayi itu dihargai Rp 15 juta. “HK dan MO yang membeli bisa kita amankan bersama bayinya di sebuah kontrakan di Tanggerang. Jadi, saat ini ketiga pelaku sudah kita tangkap dan dilakukan penahanan,” jelasnya.

Ibu dan bayi bertemu lagi dikutip dari siaran Kompas TV, Minggu (6/10/2024), RD dan sang bayi akhirnya berhasil bertemu kembali pada Jumat (4/10/2024) dalam pertemuan yang mengharukan. Hasil dari pemeriksaan Polres Tanggerang Kota menemukan, bayi tersebut saat ini mengalami perlakuan yang diterima bayi tersebut dari para pelaku hingga mengalami trauma.

Sementara itu, Polres Tanggerang Kota telah menetapkan RA, HK, dan MO sebagai tersangka jual-beli anak. Ketiganya disangkakan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Kini, polisi masih mendalami kemungkinan kedua pembeli balita tersebut terlibat dalam jaringan perdagangan orang. Ia menjual bayi kandungnya dengan harapan dapat melunasi utang dan memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya. Namun, harapan itu sirna seketika ketika uang hasil penjualan habis terpakai untuk kembali memuaskan hasrat berjudinya.

Bayi malang tersebut menjadi korban dari tindakan egois ayahnya. Ia kehilangan kasih sayang orang tua dan masa depan yang cerah. Trauma mendalam yang dialaminya akan sulit untuk dihilangkan dan dapat berdampak pada perkembangan psikologinya di masa depan. Kasus ini menjadi bukti nyata betapa bahayanya kecanduan judi online. Permainan yang awalnya dianggap sebagai hiburan, justru dapat menghancurkan hidup seseorang tega melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Masyarakat memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya kasus serupa. Kita perlu lebih peduli terhadap sesama, terutama keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi. Selain itu, upaya untuk membatasi akses terhadap judi online juga perlu ditingkatkan.

Pelaku kejahatan seperti ini harus mendapatkan hukuman yang setimpal agar menjadi efek jera. Hukum harus ditegakkan secara tegas untuk melindungi hak-hak anak dan mencegah terjadinya tindakan kekerasan lainnya. Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.

Mari kita bersama-sama membangun masyarakat yang lebih peduli, saling membantu, dan menjunjung tingi nilai-nilai kemanusiaan. Dengan begitu, kita dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan dan menciptakan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak-anak.

Sudah saatnya kita bertindak. Mari kita dukung upaya pemerintahan dalam memberantas perjudian online dan memberikan perlindungan bagi anak-anak. Selain itu, kita juga perlu memberikan dukungan kepada keluarga yang membutuhkan agar mereka tidak terjerumus dalam tindakan yang merugikan.

Airin Ristiani

Biodata Penulis:

Airin Ristiani, lahir pada tanggal 4 Desember 2005 di Pekalongan, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid.

© Sepenuhnya. All rights reserved.