Terakhir Kali Puisi-Puisiku Bermukim di Matamu
2024
Analisis Puisi:
Puisi "Terakhir Kali Puisi-Puisiku Bermukim di Matamu" karya Ehfrem Vyzty mengusung tema perpisahan yang mendalam, memotret pergulatan batin seseorang dalam melepaskan kenangan dan perasaan cinta. Dalam puisi ini, penulis menggambarkan bagaimana puisi, kenangan, dan perasaan pribadi melekat di dalam hubungan yang berakhir, namun tetap diingat sebagai bagian dari masa lalu yang tidak akan dilupakan.
Tema: Perpisahan dan Kenangan
Tema sentral dari puisi ini adalah perpisahan dan pelepasan emosi dari sebuah kenangan cinta yang mendalam. Dalam baris pertama, "Ini terakhir kali puisi-puisiku bermukim pada matamu", penulis menggunakan kata "terakhir kali" untuk menandakan akhir dari hubungan emosional dan spiritual antara penulis dan seseorang yang dikasihinya. Kata "puisi-puisiku" berfungsi sebagai simbol dari perasaan terdalam dan ekspresi cinta yang telah diberikan kepada orang tersebut, sementara "matamu" menjadi jendela tempat puisi-puisi itu pernah bermukim.
Puisi ini juga menyentuh konsep pemakaman kenangan, mengungkapkan bagaimana seseorang harus belajar melepaskan memori dan pengalaman emosional. "Selamat menunaikan ibadah pemakaman kenangan" mengimplikasikan bahwa meskipun kenangan ini pernah berharga, saatnya telah tiba untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka.
Simbolisme: Puisi, Mata, dan Kenangan
Simbolisme yang kuat dalam puisi ini hadir dalam penggunaan "puisi" dan "mata". Puisi di sini tidak hanya merujuk pada karya sastra, tetapi juga pada manifestasi perasaan, ekspresi cinta, dan ungkapan terdalam dari diri seseorang. Sementara itu, "matamu" menjadi representasi dari kedekatan emosional antara kedua individu, serta tempat di mana cinta dan puisi-puisi itu pernah tinggal. Mata, dalam banyak budaya, sering dipandang sebagai jendela jiwa, dan di puisi ini, mata menjadi simbol keintiman dan perasaan mendalam.
"Selamat menunaikan ibadah pemakaman kenangan" adalah metafora yang menggarisbawahi upaya yang sulit namun diperlukan untuk melepaskan masa lalu. Kata "pemakaman" biasanya dihubungkan dengan kematian, tetapi dalam konteks ini, ia merujuk pada penguburan kenangan dan perasaan yang pernah hidup namun kini harus dilupakan.
Penggambaran Emosi: Perjuangan Melepas Cinta
Perjuangan emosional dalam melepaskan cinta terlihat jelas dalam puisi ini. Penulis mengakui betapa sulitnya melepaskan, terutama dalam kalimat "harus kutanggal paksa sekarang juga dari jiwa meski harus berdarah-darah". Rasa sakit yang mendalam dalam proses melepaskan ini diibaratkan dengan luka fisik, yang mengindikasikan bahwa meskipun rasa sakit itu tak kasat mata, ia terasa sangat nyata.
"Terima kasih untuk segala yang pernah kau semat penuh sayang kepadaku" menjadi ungkapan rasa syukur atas kenangan indah yang pernah ada, meskipun kini kenangan tersebut menyisakan luka. Penulis mengakui bahwa cinta, tawa, dan pelukan hangat yang pernah dirasakan adalah bagian yang tak terlupakan, namun kini harus dilepaskan.
Di sisi lain, puisi ini juga menampilkan keikhlasan, yang terlihat dalam kalimat, "Doaku selalu menaungi kebahagiaanmu. Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku." Meski perasaan cinta harus dilepaskan, ada semacam kedewasaan dalam cara penulis menghadapinya, yaitu dengan mendoakan kebahagiaan orang yang dicintainya.
Gaya Bahasa dan Struktur
Gaya bahasa dalam puisi ini sederhana namun penuh dengan kejujuran emosional. Tidak ada banyak kiasan atau permainan kata yang rumit, namun setiap barisnya mampu menghadirkan perasaan yang dalam dan otentik. Kesederhanaan ini justru memperkuat makna puisi, membuatnya lebih mudah diterima oleh pembaca yang mungkin pernah merasakan hal serupa.
Puisi ini disusun dalam bentuk narasi yang lancar, tanpa pembagian bait yang terlalu ketat. Ini memberikan kesan bahwa perasaan yang diungkapkan dalam puisi ini mengalir secara alami, seperti aliran pikiran dan perasaan penulis yang tidak terbatas oleh struktur formal.
Puisi "Terakhir Kali Puisi-Puisiku Bermukim di Matamu" adalah sebuah karya yang menggambarkan perpisahan dengan cara yang mendalam dan emosional. Dalam puisi ini, Ehfrem Vyzty mengajak kita untuk merenungkan betapa sulitnya melepaskan kenangan cinta, meskipun cinta tersebut telah berlalu. Melalui simbolisme puisi, mata, dan kenangan, penulis berhasil menggambarkan keindahan dan kesedihan yang datang dari perasaan cinta yang harus dilepaskan.
Puisi ini mengajarkan bahwa meskipun perasaan cinta berakhir, kenangan dan perasaan tersebut tetap layak dihargai. Melepaskan bukan berarti melupakan, melainkan memberi ruang bagi diri untuk melanjutkan kehidupan, sambil tetap membawa rasa syukur atas pengalaman yang pernah ada.
Biodata Ehfrem Vyzty:
- Ehfrem Vyzty lahir pada tanggal 9 Juni 2003 di Manggarai, Flores, NTT.
- Ehfrem Vyzty pernah mengikuti lomba cipta puisi di berbagai media dan telah mendapatkan sertifikat sebagai penulis terbaik. Beberapa puisi maupun cerpennya telah dibukukan.
- Ehfrem Vyzty merupakan siswa SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT.
- Buku perdananya bertajuk “Melukismu dalam Aksara” telah diterbitkan beberapa waktu yang lalu oleh penerbit JSI. Buku berikutnya akan diterbitkan dalam waktu dekat.