Yang Masih Punya Cinta
Siapa tak kan gelisah
dekat di hati sukar dijamah
bila jatuh menanggung rindu
Siapa tak kan resah
berat kaki melangkah
bila diam mengandung sendu
Bila pohon randu sedang kembang, sayang
malam pun dingin
Percayalah kehangatan hatiku
asal jangan tanya mengapa
keadaan tidak ditentukan keinginan
meski aku dipenuhi angan‐angan
gagasan dan pengertian
Percayalah padaku
selama hidup
hatiku tidak redup
Adakah cinta lebih cinta yang kita punya
dalam pedih dan duka tetap setia
Bukankah hati dengan hati tetap bicara
dalam malam membungkam
bertukar mesra
Bila siang panas mengganggang, sayang
Malam pun membeku
Percayalah padaku
harapan yang ditanam di lumpur‐lumpur
kubasuh keringatku
tumbuh dengan darah dagingku
Percayalah padaku
suatu kali datang panenan
sarat cinta sarat kebencian
panas dingin terpadu kehidupan
dan hati pun pada meledak
Adakah kedalaman perasaan lebih dalam yang kita punya
mencinta dan berbuat untuk manusia
Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)
Analisis Puisi:
Puisi "Yang Masih Punya Cinta" karya Sabar Anantaguna mengangkat tema cinta yang bertahan dalam berbagai situasi kehidupan, baik dalam pedih, kerinduan, hingga perjuangan. Karya ini sarat dengan eksplorasi emosional yang mendalam, menggunakan bahasa yang penuh simbol dan metafora untuk menggambarkan dinamika antara cinta dan kehidupan.
Cinta dan Kerinduan yang Tak Terjamah
Di awal puisi, Anantaguna menghadirkan kegelisahan yang bersumber dari "dekat di hati sukar dijamah," yang menandakan adanya jarak emosional meskipun perasaan cinta begitu kuat. Rasa rindu yang tak tertanggungkan juga terlihat pada frasa "bila jatuh menanggung rindu," menggambarkan bagaimana cinta dapat menghadirkan kerinduan yang menyakitkan. Di sini, Anantaguna menggunakan diksi yang sederhana namun kaya makna, menjelaskan bagaimana cinta, meskipun dekat, dapat terasa jauh dan tidak terjangkau.
Keadaan yang Tidak Selalu Ditentukan oleh Keinginan
Bagian ini memperkuat pemahaman bahwa kehidupan dan cinta tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Frasa "keadaan tidak ditentukan keinginan" menegaskan bahwa perasaan dan situasi sering kali berada di luar kendali kita, meskipun hati dipenuhi oleh "angan-angan, gagasan, dan pengertian." Ada elemen pasrah yang dirasakan, namun juga kepercayaan bahwa cinta akan terus bertahan selama hati tidak redup, seperti yang dinyatakan dalam "hatiku tidak redup."
Simbolisme Alam dalam Kehangatan dan Perjuangan
Simbolisme alam muncul dengan kuat dalam puisi ini, terutama melalui metafora pohon randu yang sedang berbunga dan malam yang dingin. Pohon randu, dengan bunganya, melambangkan harapan dan keindahan yang muncul di tengah kedinginan malam. Kehangatan hati menjadi sumber kekuatan untuk bertahan di tengah tantangan, dengan keyakinan yang ditegaskan melalui frasa "percayalah kehangatan hatiku."
Lebih jauh, Anantaguna memperkenalkan gagasan tentang cinta yang ditanam di "lumpur-lumpur," sebuah metafora untuk perjuangan dan kesulitan hidup. Lumpur menggambarkan kondisi yang sulit, namun dari situlah cinta tumbuh dan berkembang, dibasuh oleh "keringatku" dan dibangun dengan "darah dagingku." Simbol ini menunjukkan bagaimana cinta tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi lebih kuat melalui proses yang sulit.
Perpaduan Cinta dan Kebencian
Di bagian akhir puisi, Anantaguna menggabungkan konsep cinta dan kebencian sebagai dualitas dalam kehidupan. "Sarat cinta sarat kebencian," menandakan bahwa kehidupan penuh dengan kontradiksi. Panas dan dingin, sebagai simbol dari tantangan dan kenyamanan, "terpadu kehidupan," mencerminkan kompleksitas emosi manusia. Cinta, meskipun seringkali penuh dengan rasa sakit dan kebencian, tetap menjadi sumber kekuatan yang membawa harapan.
Puisi "Yang Masih Punya Cinta" menyoroti ketahanan cinta dalam menghadapi berbagai rintangan, baik itu rindu, kesulitan, atau perjuangan hidup. Sabar Anantaguna menggunakan metafora alam dan diksi yang dalam untuk menggambarkan perasaan yang intens, menciptakan puisi yang resonan dengan pengalaman emosional manusia. Cinta, dalam segala keindahannya, tetap bertahan, tidak hanya sebagai perasaan, tetapi sebagai sumber kekuatan dan inspirasi.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.