Yang Diburu Juga Memburu
Mimpi yang ditimang
malam dengan bintang
Mimpi yang diemban
malam pesta bulan
mengadu rindu
Hati digoncang banting antara hidup dan mati
diburu tetapi juga ditakuti tak bisa mati
Mimpi yang diayun
angin bau embun
Mimpi sesah
angin dari lembah
menambah indah
Di bumi sepi diburu hidup dan mati
menerawangi hati mencari makna tanpa nyanyi
Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)
Analisis Puisi:
Puisi "Yang Diburu Juga Memburu" karya Sabar Anantaguna adalah karya yang mendalam, penuh dengan simbolisme dan penggambaran tentang perjuangan batin manusia antara hidup, mati, dan makna eksistensial. Sabar Anantaguna, melalui puisi ini, menggambarkan pencarian manusia yang tak pernah henti akan makna hidup, diiringi oleh rasa takut dan kerinduan, serta pergulatan antara keberadaan dan kematian.
Mimpi sebagai Simbol Harapan dan Kegelisahan
Puisi ini dibuka dengan citra mimpi yang ditimang oleh malam, "Mimpi yang ditimang / malam dengan bintang." Mimpi di sini bukan hanya sekedar gambaran tidur, tetapi lebih mengacu pada harapan dan tujuan hidup yang disimpan seseorang dalam gelapnya kehidupan. Malam dengan bintang sering kali melambangkan ketenangan dan keabadian, tetapi juga misteri dan ketidakpastian. Mimpi-mimpi ini membawa harapan, namun juga mengandung kegelisahan, terutama ketika berada dalam malam yang penuh dengan kerinduan.
"Mimpi yang diemban / malam pesta bulan / mengadu rindu" menambah lapisan emosional terhadap mimpi-mimpi tersebut. Di sini, malam tidak lagi hanya sepi, tetapi menjadi pesta bulan—sebuah perayaan yang mempertemukan rasa rindu. Namun, rindu ini bukan hanya untuk seseorang, melainkan rindu akan pemahaman hidup dan tujuan, sesuatu yang tak terjangkau. Mimpi menjadi alat yang membawa manusia mengarungi perasaan gelisah dan harapan yang saling bersaing.
Hidup dan Mati: Perjuangan Tanpa Akhir
Salah satu tema sentral dalam puisi ini adalah ketegangan antara hidup dan mati, yang digambarkan melalui bait: "Hati digoncang banting antara hidup dan mati / diburu tetapi juga ditakuti tak bisa mati." Hidup digambarkan sebagai sesuatu yang diburu—mungkin sebagai tujuan, keinginan, atau impian. Namun, kematian pun tak terhindarkan, dan ia ditakuti karena tak dapat dihindari.
Ungkapan "diburu tetapi juga ditakuti tak bisa mati" mengandung kontradiksi yang dalam. Di satu sisi, manusia terus mengejar kehidupan, tetapi di sisi lain, ada ketakutan akan ketidakmampuan untuk mati—sebuah gambaran tentang betapa manusia sering terjebak dalam keberadaan yang penuh ketidakpastian dan tanpa arah yang jelas. Hidup menjadi sesuatu yang tidak hanya diinginkan, tetapi juga dihindari, seolah-olah manusia terperangkap dalam siklus yang tak berkesudahan antara keberadaan dan ketidakberadaan.
Ketenangan Alam dan Kesunyian Batin
Di bait berikutnya, Sabar Anantaguna menggunakan alam sebagai metafora untuk perasaan yang lebih mendalam. "Mimpi yang diayun / angin bau embun / Mimpi sesah / angin dari lembah / menambah indah" menggambarkan bagaimana mimpi-mimpi ini diayun oleh alam, memberikan kesan tenang dan damai, meskipun dalam kesunyian. Angin bau embun, yang membawa kesejukan, dan angin dari lembah yang menambah indah, adalah simbol harmoni dan ketenangan, namun juga mencerminkan keindahan yang rapuh dan sementara.
Tetapi, meskipun alam menawarkan ketenangan, ada kegelisahan yang terus berlanjut di dalam batin. "Di bumi sepi diburu hidup dan mati / menerawangi hati mencari makna tanpa nyanyi" menggambarkan dunia yang sunyi, di mana manusia terus diburu oleh kehidupan dan kematian. Pencarian makna hidup menjadi pusat perhatian, dan meskipun dunia sekitar tampak indah, di dalam diri ada kekosongan yang belum terisi. "Tanpa nyanyi" melambangkan ketenangan tanpa kebahagiaan—sebuah perjalanan batin yang penuh tantangan dan kesendirian.
Simbolisme Mimpi dan Kehidupan
Puisi ini kaya dengan simbolisme mimpi yang melambangkan harapan, pencarian, dan juga pergulatan batin. Mimpi dalam karya Sabar Anantaguna menjadi alat untuk memahami hidup dan mati, dua kutub yang terus memburu dan diburu oleh manusia. Mimpi juga menjadi cerminan dari kerinduan, keinginan yang tidak selalu terpenuhi, serta harapan yang sering kali berada di luar jangkauan.
Malam, bintang, bulan, angin, dan embun semuanya menjadi elemen alam yang menggambarkan ketenangan sekaligus misteri. Alam memberikan ketenangan sementara, tetapi tidak bisa menenangkan kegelisahan batin yang lebih dalam. Di sini, manusia terperangkap dalam dualitas—antara pencarian makna dan ketidakmampuan untuk benar-benar menemukan kedamaian.
Puisi "Yang Diburu Juga Memburu" adalah karya yang menggugah, menghadirkan refleksi mendalam tentang hidup, mati, dan pencarian makna. Melalui simbolisme mimpi, malam, dan elemen alam, Sabar Anantaguna menyampaikan pesan bahwa hidup adalah perjalanan yang penuh dengan kegelisahan dan kerinduan. Kita terus diburu oleh harapan dan ketakutan, berusaha mencari makna dalam dunia yang sepi dan sunyi.
Karya ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna hidup, tantangan yang dihadapi dalam perjalanan eksistensial, serta ketegangan yang terus ada antara keinginan untuk hidup dan ketakutan akan kematian. Dalam keheningan malam dan kesunyian batin, puisi ini menyampaikan pesan yang kuat tentang perjuangan manusia untuk menemukan makna dan kedamaian di tengah kekosongan dan ketidakpastian.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.