Wayangan
(Bahasa Jawa)
Banyu telaga akinclong-kinclong
Kataman cahyane Hyang Baskara
Jroning banyu katon mencorong
Wewayanganing surya ing akasa.
Grumbul miwah kekayon aroyom
Muwuhi asrining wawayangan
Sliwering manuk kang golek ijon
Kumelap angrengga pesawangan.
Nanging sawuse surup srengenge
Gambar ing telaga ilang musna
Kasaput sepi-samuning wengi.
Kaya mangkono ing sanyatane
Padhang-petenge atining manungsa
Gumantung marang karsane Hyang Widi.
Bayangan
(Bahasa Indonesia)
Air telaga jernih berseri
Tertimpa cahaya Hyang Bagaskara
Dalam air terlihat bersinar
Bayangan matahari di angkasa
Gerumbul berjajar yang rimbun
Menambah keindahan bayangan
Burung beterbangan mencari pasangan
Gemerlap memperindah keadaan
Tapi usai matahari tenggelam
Gambar di telaga semua hilang
Tertutup sepi-senyap malam
Begitulah kenyataan
Terang-gelapnya hati manusia
Bergantung pada kehendak Tuhan
Sumber: Kejawen (4 November 1941)
Analisis Puisi:
Puisi "Wayangan" karya Intojo merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang menggambarkan refleksi alam dan kaitannya dengan kehidupan manusia. Karya ini menggunakan simbolisme alam, seperti telaga, cahaya, dan bayangan, untuk mengungkapkan pandangan tentang eksistensi dan perubahan dalam kehidupan manusia. Melalui deskripsi alam yang detail, Intojo berhasil menyampaikan pesan filosofis yang mendalam.
Deskripsi Alam sebagai Cermin Kehidupan
Intojo menggambarkan keindahan alam dengan fokus pada elemen air telaga yang jernih dan bersinar ketika tertimpa cahaya matahari (Hyang Bagaskara). Bayangan matahari di air telaga menjadi simbol utama dalam puisi ini, yang menunjukkan interaksi antara alam dan cahaya:
"Banyu telaga akinclong-kinclong / Kataman cahyane Hyang Baskara"
Baris ini menggambarkan air telaga yang bening dan memantulkan cahaya matahari. Penggunaan kata "akinclong-kinclong" memberikan kesan kilauan air yang bercahaya dan bening.
"Jroning banyu katon mencorong / Wewayanganing surya ing akasa"
Bayangan matahari yang tampak dalam air menciptakan visualisasi yang mencolok. Bayangan ini memperlihatkan bahwa apa yang ada di langit (matahari) terpantul di air, seolah-olah air telaga adalah cermin yang menampung seluruh langit.
Interaksi Alam dan Kehidupan Fauna
Puisi ini juga menggambarkan keindahan dan keharmonisan alam melalui interaksi antara flora dan fauna. Pohon-pohon yang rimbun dan burung-burung yang beterbangan menjadi bagian dari visualisasi yang lebih besar:
"Grumbul miwah kekayon aroyom / Muwuhi asrining wawayangan"
Rerimbunan pohon dan dedaunan menambah keindahan bayangan di permukaan telaga. Kata "aroyom" mengesankan kerimbunan dan keteduhan, yang berperan memperkuat suasana damai.
"Sliwering manuk kang golek ijon / Kumelap angrengga pesawangan"
Burung-burung yang beterbangan mencari pasangan melambangkan kehidupan yang dinamis dan penuh dengan warna. Kehidupan alam yang digambarkan di sini menjadi simbol dari keharmonisan dan keindahan yang terjaga.
Refleksi Filsafat dan Makna Hidup
Puisi ini mencapai klimaksnya pada bagian akhir, ketika matahari tenggelam dan bayangan di telaga perlahan menghilang. Keheningan malam menjadi simbol perubahan dan kekosongan. Perubahan ini melambangkan dinamika kehidupan manusia:
"Nanging sawuse surup srengenge / Gambar ing telaga ilang musna / Kasaput sepi-samuning wengi"
Setelah matahari tenggelam, bayangan di telaga menghilang, dan suasana berubah menjadi sepi. Keadaan ini menggambarkan konsep impermanensi, atau ketidakpastian dalam hidup.
"Kaya mangkono ing sanyatane / Padhang-petenge atining manungsa / Gumantung marang karsane Hyang Widi"
Baris ini menggambarkan bahwa terang dan gelapnya hati manusia, atau kebahagiaan dan kesedihan, bergantung pada kehendak Tuhan. Pesan ini mengandung unsur religius dan filosofis, mengingatkan pembaca tentang kekuatan dan peran Tuhan dalam kehidupan manusia.
Puisi "Wayangan" karya Intojo adalah puisi yang menggunakan alam sebagai medium untuk merenungkan tentang kehidupan manusia dan eksistensi. Dengan menggunakan metafora bayangan di telaga dan perubahan cahaya dari siang ke malam, Intojo menggambarkan bahwa hidup manusia penuh dengan perubahan dan ketidakpastian. Selain itu, puisi ini mengandung pesan bahwa semua perubahan dalam kehidupan kita ada di tangan Tuhan. Melalui puisi ini, Intojo mengajak pembaca untuk merenungkan tentang makna hidup, kesementaraan, dan ketergantungan manusia kepada Yang Maha Kuasa.
Karya: Intojo
Biodata Intojo:
- Intojo (bernama lengkap Raden Intojo) lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 27 Juli 1912
- Intojo sering menggunakan nama samaran, di antaranya Heldas, Rhamedin, Ibnoe Sjihab, Hirahamra, Indera Bangsawan, dan Imam Soepardi.
- Intojo juga dikenal sebagai "Bapak Soneta Sastra Jawa Modern".
- Intojo meninggal dunia pada tahun 1965.