Puisi: Waktu (Karya D. Kemalawati)

Puisi Waktu karya D. Kemalawati memberikan wawasan yang mendalam tentang perjalanan waktu dan dampaknya terhadap kehidupan kita.
Waktu

Waktu seperti derai cemara
bergelimang di pasir pantai
angin menyatukan dalam dekapan
dalam sunyi dan kering

Ombak hanya memainkannya di tepian
meski batas cakrawala menebar jala
bersama angin
saat ajal menjelma

Waktu seperti awan
berarak diam-diam
setelah hitam kelam
ia hanya hujan
hujan yang hutan

Waktu seperti pelangi
indah berwarna-warni
sesaat melingkari
tak abadi.

Banda Aceh, 8 Maret 2015

Analisis Puisi:

Puisi Waktu karya D. Kemalawati menghadirkan refleksi mendalam tentang konsep waktu melalui penggunaan simbolisme dan bahasa puitis yang kaya. Dalam karya ini, penyair menggambarkan waktu sebagai suatu entitas yang beragam dan kompleks, menyiratkan bagaimana ia berinteraksi dengan alam dan pengalaman manusia.

Waktu sebagai Derai Cemara

Puisi ini diawali dengan kalimat, “Waktu seperti derai cemara,” yang mengisyaratkan bahwa waktu itu indah namun juga rapuh. Derai cemara menyiratkan ketenangan dan keanggunan, namun ketika digambarkan berkelimpangan di pasir pantai, menunjukkan bahwa waktu itu juga mudah hilang atau tidak terjangkau. Pasir pantai menjadi simbol ketidakpastian dan perubahan yang konstan, karena pasir dapat terbawa oleh ombak dan angin.

Kehadiran angin dalam puisi ini memberikan nuansa interaksi; ia menyatukan waktu dalam dekapan, menunjukkan bahwa meskipun waktu berjalan, ada momen-momen yang terasa hangat dan menyatu dengan pengalaman kita, “dalam sunyi dan kering.” Kontras antara keheningan dan kekeringan menciptakan gambaran tentang ketidakpastian dan keheningan yang mungkin menyertai perjalanan waktu.

Waktu dan Ajal

Selanjutnya, Kemalawati menulis, “Ombak hanya memainkannya di tepian.” Kalimat ini menciptakan imaji waktu yang dimainkan oleh ombak, seolah waktu adalah sesuatu yang tidak dapat ditangkap atau dikendalikan, meskipun ia hadir terus-menerus. Batas cakrawala yang menebar jala bersama angin menjadi simbol dari batasan dan keterbatasan yang kita hadapi saat berhadapan dengan waktu, terutama ketika kita menyadari bahwa “saat ajal menjelma.”

Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa waktu tidak hanya mencerminkan perjalanan, tetapi juga kesadaran akan kematian dan akhir dari segala sesuatu. Dengan cara ini, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana waktu menghubungkan kehidupan dan kematian.

Waktu sebagai Awan

Kemalawati kemudian melanjutkan dengan deskripsi waktu sebagai “awan” yang berarak diam-diam. Awan di sini melambangkan sesuatu yang tidak tetap; ia datang dan pergi, seringkali tanpa kita sadari. Ketika penulis menyebutkan “setelah hitam kelam, ia hanya hujan,” ada nuansa bahwa setelah masa-masa sulit dan gelap, waktu akan membawa penyegaran, digambarkan melalui hujan.

Hujan, yang merupakan bentuk air, dapat diartikan sebagai penyucian atau pembaharuan, menunjukkan bahwa meskipun waktu dapat membawa tantangan, ia juga bisa membawa harapan dan kehidupan. Hujan yang “hutan” menunjukkan bahwa waktu memiliki dampak yang mendalam terhadap alam, menyuburkan dan memberi kehidupan.

Waktu sebagai Pelangi

Di bagian akhir puisi, Kemalawati menggambarkan waktu sebagai “pelangi” yang “indah berwarna-warni.” Pelangi melambangkan keindahan dan keajaiban, tetapi juga bersifat sementara; ia muncul setelah hujan dan tidak pernah bertahan lama. Kalimat “sesaat melingkari tak abadi” mencerminkan sifat efemeral dari waktu dan pengalaman. Momen-momen indah dalam hidup sering kali bersifat sementara dan tidak bisa dipertahankan, mengingatkan kita untuk menghargai keindahan dalam setiap detik yang kita miliki.

Menghargai Waktu

Puisi Waktu karya D. Kemalawati memberikan wawasan yang mendalam tentang perjalanan waktu dan dampaknya terhadap kehidupan kita. Melalui penggunaan simbolisme yang kuat—seperti cemara, ombak, awan, dan pelangi—penyair berhasil menciptakan gambaran yang beragam tentang bagaimana waktu berfungsi dalam konteks yang lebih luas.

Puisi ini tidak hanya menggugah kesadaran akan kefanaan hidup tetapi juga mendorong kita untuk menghargai setiap momen, baik yang indah maupun yang penuh tantangan. Dalam perjalanan waktu yang tidak terhindarkan, kita diajak untuk merenungkan bagaimana kita berinteraksi dengan kehadirannya dan bagaimana kita dapat menemukan keindahan dalam setiap pengalaman yang datang dan pergi.

D. Kemalawati
Puisi: Waktu
Karya: D. Kemalawati

Biodata D. Kemalawati:
  • Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.