Puisi: Ular Itu (Karya Idrus Tintin)

Puisi "Ular Itu" bukan hanya mengandung kisah sejarah, tetapi juga menyiratkan nilai-nilai kebersamaan, kesetiaan, dan keterhubungan manusia dengan ..
Ular Itu ...

Tuan-tuan sekalian
saya datang
dan berdiri
di sini
untuk mengantarkan
suatu kisah
sebuah kesaksian
tolong dengarkan
dengan penuh perhatian
dimulai dari cerita purba
yang banyak orang
sudah lupa
tentu saja termasuk saya
tapi untunglah ada seorang fakir
tak berharta
rumah tidak zuriat tidak
matinya cuma
meninggalkan nyanyi dan kisah
untuk dilaungkan
ke seluruh pelosok negeri
ini
tiga hari tiga malam
ia berdendang
ia bercerita
di emper rumah saya
lidahnya seperti dioles dengan
madu guna-guna
bikin orang menjadi
tak sadarkan dunia
di depan orang seperti ini
saya cuma seorang murid
guru india lama
bersimpuh tertib
takzim mendengarkan
sabdanya
wa bihi nasta'ina billahi
katanya
aku ucapkan kata ini
karena kalaulah ada terselip
seiris sepotong
bohong
di dalamnya
jangan mulutku
jadi kudis jadi pekung
dan minta ampun kepada Tuhan
dan tuan berilah maaf
kepadaku
bermula di suatu masa
di suatu tempat
bukan antah berantah namanya
bukan dahulu, dahulu sekali
jauh di masa lalu entah bilamana
tapi jelas peta dan titiwangsa
di sungai melayu bukit siguntang
datanglah seseorang
bersemenda dengan orang di situ
mengikat janji menjalin sumpah
setia yang berkepanjangan
selama-lamanya
dan menjadi raja
"Kalau salah kami
hukumlah
digantung tinggi
dibuang jauh
direndam basah dibakar hangus
kalau besar salahnya
baik dibunuh, bunuhlah
diberi malu jangan sekali-kali."

menurun bukit
menyusur sungai
ke muara
ke laut
bekalnya janji setia
akal bijaksana
dan benih-benih bahasa
yang kemudian jadi
seperti yang kita pakai ini
membangun kampung
membina desa
menegak negeri
dari satu tempat ke tempat lain
dan pada suatu hari
bertolak dari pulau bintan
raja bernama sang sapurba
meentas selat meintas teluk dan tanjung
memasuki kuala mura
menantang arus sungai
sampai ke hulunya
"Apa nama tempat ini?"
dan orang di seitu hendak merajakan dia
"Tapi tunggu," kata yang tua-tua,
"Orang ini harus diuji dulu!"
dengan kehebatan ular besar
ular sakti, buas sekali
ular ganas tak terkalahkan
oleh sembarang orang
tapi ular besar itu tewas
di tangannya
dan jadilah dia
raja yang berkuasa
dari kuantan ke siantan
berpusat di pulau bintan
sepanjang sungai
seluas lautan
sepenuh pulau
orang pun bertempik berteriak
"Engkaulah gunung
dan kami pohon-pohon
Kalau engkau runtuh
punahlah kami.
Engkaulah angin
dan kami layar
Kalau engkau diam
tak bergeraklah kami
Engkaulah air
dan kami perahu
Kalau engkau kering timpas
kandas tersadilah kami
Engkau matahari dan bulan
kami bintang-bintang
Kalau engkau tak bercahaya
padamlah sinar kami
Engkau nafas
dan kami badan-raga ini
Kalau engkau berhenti
matilah kami
Kalau engkau runtuh
kalau engkau diam
kalau engkau kering
kalau engkau padam
kalau engkau berhenti
apa gunanya kamu bagi kami."
Itulah sumpah yang ditempikkan juga oleh
orang-orang pesuku di kiabu
orang-orang talang di indragiri
orang mantang orang barok orang akit orang sokop orang
sakai
sambil menabuh gendang memukul gong
dalam mabuk tandak dan arak
dalam syukur menyembah sujud
dan kalimah-kalimah yang baik
"Jaga-jagalah engkau
karena
yang akan kauhadapi esok
anak ular yang dulu
lebih besar dari ular itu
lebih panjang dari ular itu
lebih bisa dari ular itu
lebih ganas dari ular itu
lebih buas dari ular itu
lebih dahsyat dari ular itu
Tahan?"
kini
ular yang lebih besar itu
yang lebih panjang
yang lebih bisa
yang lebih ganas
yang lebih buas
yang lebih dahsyat
telah datang
bukankah kita sudah bersumpah
bukankah kita sudah berjanji
bukankah kita sudah berikrar
sumpah jangan salah
janji jangan putus
ikrar jangan dilanggar
karena engkau gunung kami pohon-pohon
engkau angin kami layar
engkau air kami perahu
engkau matahari dan bulan kami bintang-bintang
engkau nafas kami badan
tolong kami
bantu kami
tunjukkan siapa dirimu
dari mana asal usulmu
datang dari jauh
muncul dari dekat
tugasmu cuma satu
seperti yang telah
engkau sumpahkan
seperti yang telah
engkau janjikan
seperti yang telah
engkau ikrarkan
belalah kami
itu ditempikkan juga oleh
orang pesuku orang talang orang mantang orang barok orang
sokop
orang sakai
dan hampir sebagian besar orang-orang riau
tuan-tuan sekalian
ini hanya sebuah rekaman
karena saya
tak kuasa
menyalin persis
paparan fakir pencerita
tapi saya seorang saksi
atas apa-apa yang dikisahkannya
tadi.

Sumber: Idrus Tintin (1996)

Analisis Puisi:

Puisi "Ular Itu" karya Idrus Tintin mengisahkan sejarah suatu daerah dengan menggunakan unsur mitos dan sumpah. Puisi ini menggambarkan perjalanan sejarah yang kaya akan tradisi dan kepercayaan, di mana masyarakat berjanji untuk setia dan saling melindungi.

Unsur Mitos dan Tradisi: Puisi ini diawali dengan suasana ritual, di mana seorang fakir memulai kisah dengan meresapi kejadian-kejadian dari masa lalu. Mitos ular besar yang menantang raja menjadi titik sentral, menciptakan gambaran tentang kekuatan dan ujian yang harus dihadapi.

Sumpah dan Kesetiaan: Sumpah yang diucapkan oleh orang-orang dalam puisi menciptakan ikatan kesetiaan yang kuat. Mereka berjanji untuk saling menjaga dan memahami ketergantungan mereka satu sama lain, menampilkan hubungan erat antara manusia dan alam.

Perjalanan Sejarah dan Kemerdekaan: Perjalanan raja yang melintasi wilayah dan menghadapi ujian ular besar mencerminkan perjalanan sejarah dan perjuangan menuju kemerdekaan. Ujian yang dihadapi menjadi simbol tantangan sejarah yang harus diatasi untuk mencapai keberhasilan.

Keterhubungan Manusia dengan Alam: Puisi menekankan keterhubungan manusia dengan alam. Mereka menganggap gunung, angin, air, dan matahari sebagai bagian dari diri mereka sendiri. Hubungan ini menciptakan rasa tanggung jawab dan perlindungan terhadap alam, serta saling ketergantungan untuk kelangsungan hidup.

Amanat dan Harapan: Pesan dalam puisi mengingatkan akan kewajiban untuk menjaga kesetiaan dan mematuhi sumpah. Harapan akan bantuan dari entitas alam seperti gunung, angin, dan air menciptakan suasana spiritual dan optimisme dalam menghadapi tantangan.

Keberlanjutan dan Identitas Kolektif: Melalui puisi "Ular Itu," Idrus Tintin berhasil menggambarkan keberlanjutan sejarah dan identitas kolektif masyarakat. Sumpah dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi menciptakan ikatan yang kuat dalam menghadapi perubahan zaman.

Puisi "Ular Itu" bukan hanya mengandung kisah sejarah, tetapi juga menyiratkan nilai-nilai kebersamaan, kesetiaan, dan keterhubungan manusia dengan alam. Puisi ini memperkaya pemahaman kita akan keragaman budaya dan kekayaan tradisi yang ada di Indonesia.

Puisi Idrus Tintin
Puisi: Ular Itu
Karya: Idrus Tintin

Biodata Idrus Tintin:
  • Idrus Tintin (oleh sanak keluarga dan kawan-kawannya, biasa dipanggil Derus) lahir pada tanggal 10 November 1932 di Rengat, Riau.
  • Idrus Tintin meninggal dunia pada tanggal 14 Juli 2003 (usia 71 tahun) akibat penyakit stroke.
© Sepenuhnya. All rights reserved.