Puisi: Trotoar (Karya D. Kemalawati)

Puisi "Trotoar" karya D. Kemalawati menghadirkan gambaran tajam tentang kehidupan urban dan dampak dari kekerasan yang sering kali diabaikan.
Trotoar

Trotoar itu menyisakan debu
kadangkala berhias merah berdarah-darah
dalam waktu lama
orang-orang mempercepat langkah
memaling muka
seketika jantung berdegup kencang
wajah-wajah pucat berkerumun
membuat lingkaran
membuat jawaban
trotoar itu menjadikan dari sangat terpuji
sebagai saksi

Bila lelaki yang tertembus peluru itu
tak cepat-cepat membeku
trotoar itu hanya menyisakan debu
hitam dan bau.

Banda Aceh, April 2001

Analisis Puisi:

Puisi "Trotoar" karya D. Kemalawati menghadirkan gambaran tajam tentang kehidupan urban dan dampak dari kekerasan yang sering kali diabaikan. Dalam beberapa baris yang singkat namun padat, puisi ini mengeksplorasi tema kemanusiaan, kepedihan, dan ketidakpedulian masyarakat terhadap tragedi yang terjadi di sekeliling mereka.

Trotoar Sebagai Saksi

Puisi dimulai dengan imaji "trotoar itu menyisakan debu," yang berfungsi sebagai simbol tempat di mana kehidupan dan kematian berinteraksi. Debu menjadi representasi dari kenangan yang terlupakan dan ketiadaan perhatian. Dengan menggambarkan trotoar yang kadangkala "berhias merah berdarah-darah," Kemalawati menggugah pembaca untuk merenungkan kekerasan dan penderitaan yang sering terjadi di ruang publik.

Ketidakpedulian Masyarakat

Selanjutnya, puisi ini menggambarkan reaksi masyarakat: "orang-orang mempercepat langkah / memaling muka." Ini menunjukkan bahwa banyak orang cenderung mengabaikan kenyataan pahit di sekeliling mereka, lebih memilih untuk tidak melihat atau terlibat. Reaksi ini menciptakan kontras yang kuat antara rasa sakit yang dialami oleh individu yang tertembus peluru dan ketidakpedulian orang-orang di sekitarnya.

Lingkaran Keheningan

Ketika "wajah-wajah pucat berkerumun / membuat lingkaran," ada nuansa ironis di sini. Meskipun ada kerumunan, ada juga kesunyian yang mendalam, di mana suara dan empati seakan terbenam. Lingkaran ini menjadi simbol dari rasa sakit dan tragedi yang terperangkap dalam keheningan, menciptakan kesadaran bahwa meskipun banyak orang hadir, tidak ada yang benar-benar mengerti atau peduli.

Konsekuensi dari Ketidakpedulian

Puisi diakhiri dengan pemikiran bahwa "bila lelaki yang tertembus peluru itu / tak cepat-cepat membeku," trotoar hanya akan "menyisakan debu / hitam dan bau." Ini menggambarkan konsekuensi dari kekerasan dan ketidakpedulian, di mana kehidupan yang hilang meninggalkan bekas yang tak terhapuskan, tetapi sering kali diabaikan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tanggung jawab sosial dan perlunya kepekaan terhadap penderitaan orang lain.

Puisi "Trotoar" adalah panggilan untuk kesadaran dan empati dalam masyarakat yang sering kali terjebak dalam ketidakpedulian. Dengan penggunaan imaji yang kuat dan narasi yang emosional, D. Kemalawati berhasil menyampaikan pesan bahwa setiap tragedi, meskipun tampak jauh dari kehidupan sehari-hari, harus mendapatkan perhatian dan penghormatan yang layak.

Karya ini mengajak kita untuk tidak hanya menjadi penonton dalam kehidupan, tetapi juga aktif berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih peka dan berperikemanusiaan. Trotoar bukan sekadar jalan, tetapi juga saksi bisu dari perjalanan kemanusiaan kita yang sering kali penuh luka.

D. Kemalawati
Puisi: Trotoar
Karya: D. Kemalawati

Biodata D. Kemalawati:
  • Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.