Triompator Esok
ke haribaan isteriku-kasih
Dasar aku bukan pendusta
apalagi pendusta cinta.
Dua kasih memupuk baksil tbc
mencekik aku menjadi lelaki banci.
Tapi kutahu tuhan kekerasan ini
esok menyerah kepada tuhan rasio.
Biarkan saja mereka melepas nafsu
di hari ini dalam pelukan mampus esok.
Aku jantan hancur remuk hari ini
diterali besi adn puing rumah
diarus 'irmata-kering-darah--
Triompator Hari Esok!
Sumber: Rangsang Detik (1957)
Analisis Puisi:
Puisi Triompator Esok karya Adi Sidharta menawarkan pandangan yang tajam dan penuh emosi tentang perjuangan individu di tengah ketidakadilan dan penderitaan. Dengan bahasa yang lugas dan penuh makna, puisi ini menggambarkan konflik batin dan harapan yang terbangun di tengah kegelapan.
Tema Kebangkitan dari Patah Hati
Pembukaan puisi ini langsung mengisyaratkan penolakan terhadap kepalsuan, "Dasar aku bukan pendusta." Penulis menegaskan ketidakmampuannya untuk berbohong, terutama dalam konteks cinta. Dalam kalimat ini, ada nuansa kekecewaan yang mendalam terhadap hubungan yang telah dijalani, di mana "dua kasih" dapat diartikan sebagai dua cinta yang berkontradiksi, yang justru menjerat penulis dalam kondisi yang menyakitkan.
Simbol Penderitaan dan Identitas
Menggunakan metafora "baksil tbc," penulis menggambarkan bagaimana cinta yang seharusnya membawa kebahagiaan justru berfungsi sebagai racun yang mencekik hidupnya. Konsekuensi dari cinta ini membuatnya merasa "menjadi lelaki banci," yang mencerminkan perasaan lemah dan tertekan. Dalam konteks ini, Sidharta mengajak pembaca untuk memahami bagaimana cinta bisa menghancurkan identitas dan kekuatan seseorang.
Harapan di Tengah Kekerasan
Di tengah derita yang dialami, penulis menyoroti bahwa "tuhan kekerasan" akan menyerah kepada "tuhan rasio." Kalimat ini menunjukkan adanya harapan bahwa akal sehat dan keadilan akan mengalahkan kekerasan dan penindasan. Meski terjebak dalam kekacauan dan kekerasan, penulis percaya akan adanya hari esok yang lebih baik, di mana kebijaksanaan dan rasio akan menuntun kepada kebaikan.
Konflik Antara Kenyataan dan Harapan
Pada bagian selanjutnya, penulis menggambarkan pengunduran diri dari nafsu dan kesedihan yang menyelimuti kehidupannya. Kalimat "di hari ini dalam pelukan mampus esok" menggambarkan kondisi putus asa, di mana harapan terasa jauh di depan, sementara kenyataan yang dihadapi adalah kepedihan. Meskipun ia merasa "hancur remuk," masih ada penekanan pada kekuatan untuk terus melangkah menuju "Triompator Hari Esok." Istilah ini menjadi simbol harapan dan kekuatan untuk bangkit kembali.
Puisi Triompator Esok karya Adi Sidharta adalah karya yang mengeksplorasi tema perjuangan, patah hati, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Dengan bahasa yang emosional dan simbolis, Sidharta mengajak pembaca untuk merenungkan tentang realitas kehidupan yang kadang keras dan penuh kesedihan. Namun, di balik semua itu, masih ada harapan yang bersinar, yang menuntun individu untuk bangkit dan berjuang demi hari esok yang lebih baik. Karya ini mencerminkan ketahanan manusia dalam menghadapi tantangan, serta keyakinan bahwa cinta dan harapan akan selalu menjadi pendorong untuk melanjutkan hidup, meskipun dalam keadaan yang paling sulit sekalipun.
Karya: Adi Sidharta
Biodata Adi Sidharta:
- Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
- Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
- Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.