Puisi: Tik Tak (Karya H.S. Djurtatap)

Puisi "Tik Tak" karya H.S. Djurtatap menghidupkan perasaan rindu, kebingungan, dan frustrasi yang diakibatkan oleh waktu yang terus-menerus.
Tik Tak

tik tak, tik tak
bunyi jam di dinding
hatiku berdetak
senyummu tersungging
wajahmu tak tampak
rinduku menggelinding

tik tak, tik tak
bunyi jam di dinding

dunia tak berpasak
berdengung bagai gasing
manusia tak beranjak
bingung bagai kambing
tik tak, tik tak
bunyi jam di dinding

maka berlarilah waktu dengan begitu cepat
secepat buraq yang pernah dikendarai Muhammad
menuju ke tujuh petala langit
mengikuti panggilanMu, gaib

tik tak, tik tak
bunyi jam di dinding

maka terjebaklah manusia dalam teka-teki waktu
dalam sepi dan rindu, dalam nyeri dan ngilu
dalam bimbang dan ragu, dalam tahu dan rancu
ketika berusaha mengejar bianglala
sambil mengacungkan tinju pada masa lalu
menggetak di perut masa diperbudak oleh semen
pasir, besi dan batu-batu

tik tak, tik tak
bunyi jam di dinding

aku bagai cecak
engkau bagai kucing
walau tubuh mengelak
hati tetap tak berpaling.

Jakarta, 1986

Sumber: Horison (Oktober, 1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Tik Tak" karya H.S. Djurtatap menggabungkan unsur-unsur sederhana dan metaforis untuk menggambarkan hubungan antara waktu, perasaan, dan eksistensi manusia. Dengan menggunakan bunyi jam sebagai elemen sentral, puisi ini menciptakan narasi yang mendalam mengenai bagaimana waktu mempengaruhi kehidupan manusia, emosi, dan realitas eksistensial.

Tema dan Makna

  • Tema Waktu dan Kehidupan: Puisi ini mengangkat tema waktu sebagai elemen dominan yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia. Bunyi "tik tak" jam di dinding menjadi simbol berjalannya waktu yang terus-menerus, yang memberikan dampak pada perasaan, pengalaman, dan keberadaan manusia. Waktu digambarkan sebagai kekuatan yang tak terhindarkan dan sering kali membingungkan.

Simbolisme dalam Puisi

  • Bunyi Jam ("Tik Tak"): Simbol dari berjalannya waktu yang terus-menerus dan tak terhentikan. Bunyi ini mencerminkan keteraturan dan ritme waktu yang konstan, serta ketidakmampuan manusia untuk mengendalikannya.
  • Buraq dan Langit: Mengacu pada perjalanan waktu yang sangat cepat dan transendental, seperti yang digambarkan dalam agama Islam. Ini menggambarkan betapa cepatnya waktu berlalu dan seberapa kecilnya manusia dalam skema besar alam semesta.
  • Gasing, Kambing, dan Bianglala: Simbol-simbol ini menggambarkan kekacauan, kebingungan, dan ketidakmampuan manusia untuk memahami atau mengendalikan waktu dan eksistensinya. Gasing yang berdengung menunjukkan perputaran tanpa akhir, kambing yang bingung mencerminkan kebingungan manusia, dan bianglala menggambarkan upaya sia-sia untuk mengejar sesuatu yang tidak mungkin dicapai.
  • Pengalaman Emosional: Puisi ini mengungkapkan perasaan rindu, kesepian, dan kebingungan yang disebabkan oleh berlalunya waktu. Ketidakmampuan untuk mengubah masa lalu dan ketidakpastian masa depan menimbulkan perasaan frustrasi dan ketidakberdayaan.

Gaya Bahasa dan Struktur Puisi

  • Penggunaan Onomatopeia: Bunyi "tik tak" yang diulang-ulang dalam puisi ini menciptakan efek suara yang menghidupkan teks dan memberikan kesan nyata dari berjalannya waktu. Penggunaan onomatopeia ini juga menekankan betapa berartinya waktu dalam pengalaman sehari-hari.
  • Metafora dan Simbolisme: Metafora dalam puisi ini memberikan makna lebih dalam pada setiap elemen. Misalnya, waktu yang "berlari" seperti Buraq mencerminkan kecepatan dan ketidakmampuan manusia untuk mengejar waktu. Metafora ini memperkaya teks dengan lapisan makna dan menambah kedalaman emosi yang diungkapkan.
  • Ritme dan Struktur: Struktur puisi yang berulang dan ritme yang teratur mencerminkan siklus waktu yang terus-menerus. Pengulangan bunyi "tik tak" dan penggunaan rima memberikan kesan bahwa waktu adalah sesuatu yang tak pernah berhenti dan selalu hadir.
  • Kontras dan Ironi: Puisi ini juga menggunakan kontras untuk menyoroti ketidakmampuan manusia untuk memahami atau mengendalikan waktu. Misalnya, kontras antara kecepatan waktu dan lambatnya perubahan dalam kehidupan manusia, serta perbedaan antara harapan dan kenyataan.

Makna Kontekstual

  • Refleksi tentang Waktu dan Eksistensi: Puisi ini memberikan refleksi mendalam tentang bagaimana waktu mempengaruhi kehidupan manusia. Dalam dunia yang penuh dengan kebingungan dan ketidakpastian, waktu menjadi kekuatan yang tidak bisa dikendalikan namun tetap mengatur ritme kehidupan.
  • Kritik Sosial dan Eksistensial: Melalui simbolisme dan metafora, puisi ini juga memberikan kritik terhadap kehidupan modern dan eksistensi manusia. Penyebutan "semen, pasir, besi, dan batu-batu" mencerminkan bagaimana materialisme dan struktur sosial membatasi kebebasan dan pemahaman manusia tentang waktu dan kehidupan.
  • Penerimaan dan Ketidakpastian: Di akhir puisi, pernyataan tentang "cecak" dan "kucing" yang menggambarkan ketidakmampuan untuk berpaling satu sama lain, menunjukkan penerimaan terhadap keadaan dan ketidakpastian. Ini mencerminkan bagaimana manusia harus beradaptasi dengan kenyataan dan menerima ketidakmampuan untuk mengubah waktu atau masa lalu.
Puisi "Tik Tak" karya H.S. Djurtatap adalah eksplorasi yang mendalam dan reflektif tentang berjalannya waktu dan dampaknya pada kehidupan manusia. Dengan penggunaan bunyi onomatopeia, metafora, dan simbolisme, puisi ini menghidupkan perasaan rindu, kebingungan, dan frustrasi yang diakibatkan oleh waktu yang terus-menerus. Struktur puisi dan gaya bahasa yang digunakan menambahkan dimensi tambahan pada pemahaman tentang bagaimana waktu mempengaruhi dan membentuk pengalaman hidup manusia.

H.S. Djurtatap
Puisi: Tik Tak
Karya: H.S. Djurtatap

Biodata H.S. Djurtatap:
  • H.S. Djurtatap lahir pada tanggal 2 Juni 1947 di Payakumbuh, Sumatera Barat.
  • H.S. Djurtatap adalah seorang penulis puisi, cerpen, dan juga esai. Selain itu, ia juga berprofesi sebagai wartawan.
  • Karya-karyanya banyak dimuat di Harian Abadi, Harian Pedoman, Majalah Tribun, Harian Merdeka, Majalah Mimbar, Majalah Horison, dan lain sebagainya.
© Sepenuhnya. All rights reserved.