Puisi: Tiada Keasingan (Karya HR. Bandaharo)

Puisi "Tiada Keasingan" karya HR. Bandaharo menyoroti bagaimana seseorang dapat merasa terhubung dengan tempat yang awalnya tampak asing.
Tiada Keasingan
kepada Jen Po-sen

Seorang asing datang dari daerah Seribu Pulau
didekapnya dengan hatinya Kanton dilingkup senja
Sungai Mutiara seperti sudah dikenalnya sejak dulu-dulu.

Dia orang asing yang merasa memijak bumi sendiri
langit dijunjung pun yang itu-itu juga.
Dijabatnya tangan terulur panas menggenggam
didengarnya ucapan-ucapan selamat datang yang dia tak mengerti.
Tapi hati dan hati terasa dekat sekali.

Ketika malam tiba dan berjuta lampu mengelap-ngelip dalam kelam
orang asing itu berhadapan dengan pejuang Komune Kanton.
Taulah dia tiada keasingan baginya di sini.

Kanton (Tiongkok), Agustus 1959

Sumber: Dari Bumi Merah (1963)

Analisis Puisi:

Puisi "Tiada Keasingan" oleh HR. Bandaharo mengeksplorasi tema keterhubungan dan identitas pribadi melalui pengalaman seorang asing di lingkungan yang awalnya tampak asing namun pada akhirnya terasa seperti rumah.

Kedatangan dan Keterhubungan

Puisi dimulai dengan gambaran seorang asing yang datang dari daerah “Seribu Pulau”. Saat dia tiba, dia merasa seolah “Sungai Mutiara” dan lingkungan sekitarnya sudah dikenalinya sejak lama. “Didekapnya dengan hatinya Kanton dilingkup senja” menunjukkan bagaimana, meskipun secara fisik asing, dia merasakan keterhubungan emosional dengan tempat tersebut.

Ini mengindikasikan bahwa keakraban tidak selalu ditentukan oleh lokasi geografis, melainkan oleh hubungan emosional dan pengalaman personal. Bandaharo menciptakan citra yang kuat dari kedekatan emosional dan bagaimana tempat asing dapat terasa seperti rumah ketika ada resonansi pribadi yang dalam.

Rasa Memijak Bumi Sendiri

Orang asing tersebut merasa seolah “memijak bumi sendiri”, yang menunjukkan rasa memiliki dan keterhubungan dengan tempat yang awalnya tampak asing. “Langit dijunjung pun yang itu-itu juga” menggarisbawahi bahwa meskipun fisik dan budaya mungkin berbeda, elemen dasar seperti langit dan bumi adalah universal dan memberikan rasa kesamaan.

Komunikasi dan Keakraban

Meski orang asing tersebut tidak memahami ucapan-ucapan selamat datang, “didengarnya ucapan-ucapan selamat datang yang dia tak mengerti”, dia tetap merasakan kehangatan dan keakraban. Ini menyoroti bahwa komunikasi verbal bukanlah satu-satunya cara untuk merasakan keterhubungan; perasaan hangat dan sambutan bisa dirasakan melalui ekspresi non-verbal dan interaksi manusia.

Malam dan Pejuang Komune Kanton

Ketika malam tiba, dan “berjuta lampu mengelap-ngelip dalam kelam”, dia berhadapan dengan “pejuang Komune Kanton”. Perjumpaan ini membawa pencerahan bahwa tiada keasingan baginya di tempat ini. Ini mengilustrasikan bahwa kehadiran dan perjuangan kolektif menciptakan ikatan yang lebih dalam daripada sekadar asal-usul geografis.

Puisi "Tiada Keasingan" karya HR. Bandaharo menyoroti bagaimana seseorang dapat merasa terhubung dengan tempat yang awalnya tampak asing. Melalui pengalaman orang asing tersebut, Bandaharo mengungkapkan bahwa keterhubungan lebih tentang perasaan dan hubungan emosional daripada hanya sekedar kesamaan geografis atau budaya.

Dengan menggunakan citra dan narasi yang kaya, puisi ini menunjukkan bahwa meskipun seseorang datang dari tempat yang jauh, mereka dapat menemukan rumah di tanah yang baru melalui rasa keterhubungan dan keakraban emosional. Ini adalah sebuah pernyataan tentang universalitas pengalaman manusia dan bagaimana elemen-elemen dasar seperti rasa persaudaraan dan perjuangan kolektif dapat menjembatani jarak budaya dan geografis.

HR. Bandaharo
Puisi: Tiada Keasingan
Karya: HR. Bandaharo

Biodata HR. Bandaharo:
  • HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
  • HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
  • HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.