Tangis
Lebih dari jejak silet
Yang kau turihkan pada lenganku
Malam itu tangismu sungguh pedih kudengar
Saat sari tebu jiwamu dihisap
Bahkan diperas secara paksa
Oleh segerombolan orang yang beternak
Dajjal dalam hati dan pikirannya
Yang liar. Malam kota besar yang berpupur
Cahaya lampu jalanan menggeliat
Dalam irama musik yang berdentum dari
Ruang ke ruang diskotik, dari gelas ke gelas
Minuman juga asap rokok. Di situ
Aku dapatkan tangismu menjelma burung
Hitam, terbang ke arah yang kelam.
"Tuhanku, Tuhanku! Apa salahku?"
1991
Sumber: Kita Lahir Sebagai Dongengan (2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Tangis" karya Soni Farid Maulana menggambarkan perasaan duka dan penderitaan yang dalam, yang dialami oleh individu dalam konteks kehidupan perkotaan yang keras. Melalui liriknya yang puitis, Soni menciptakan gambaran yang kuat tentang kerentanan manusia ketika menghadapi tekanan dari lingkungan dan masyarakat.
Tema dan Makna
Tema utama puisi ini adalah kesedihan dan penindasan yang dialami oleh individu di tengah kebisingan dan kesibukan kota besar. Dalam konteks ini, tangisan yang terdengar bukan hanya sekadar ekspresi emosi, tetapi juga simbol dari ketidakadilan dan kehilangan yang lebih dalam. Frasa “tangismu sungguh pedih kudengar” menandakan kehadiran yang kuat dari suara penderitaan yang mungkin tidak diperhatikan oleh banyak orang di sekitarnya.
Dalam puisi ini, Soni menyoroti bagaimana masyarakat sering kali berfungsi sebagai "segerombolan orang yang beternak Dajjal," yang menunjukkan adanya kekuatan jahat yang mengeksploitasi dan merusak jiwa manusia. Ini menandakan bahwa individu tidak hanya berjuang melawan penderitaannya sendiri, tetapi juga melawan sistem yang menindas.
Gaya Bahasa dan Imaji
Soni Farid Maulana menggunakan gaya bahasa yang kuat dan penuh imaji untuk menekankan emosionalitas puisi ini. Penggunaan kata-kata seperti “jejak silet” dan “sari tebu jiwamu dihisap” menciptakan gambaran yang tajam dan menyakitkan tentang pengalaman fisik dan emosional. Di sini, “silet” berfungsi sebagai metafora untuk luka yang dalam, sementara “sari tebu” melambangkan sesuatu yang berharga yang diambil secara paksa.
Imaji yang kuat berlanjut ketika penulis menggambarkan malam kota besar dengan “cahaya lampu jalanan menggeliat” dan “irama musik yang berdentum.” Ini memberikan kontras yang mencolok antara keceriaan yang tampak di luar dengan kesedihan yang dirasakan di dalam. Penekanan pada suasana diskotik dan minuman beralkohol menciptakan gambaran tentang pelarian dari kenyataan yang mungkin dihadapi oleh banyak orang dalam mencari penghiburan di tempat yang salah.
Emosi dan Pertanyaan Eksistensial
Puisi ini mengungkapkan emosi yang mendalam dan kompleks, termasuk kesedihan, kebingungan, dan keputusasaan. Pertanyaan yang terucap di akhir puisi, “Tuhanku, Tuhanku! Apa salahku?” menunjukkan pencarian makna dan keadilan dalam hidup. Ini mencerminkan krisis spiritual yang sering dialami oleh individu ketika terjebak dalam situasi yang tampaknya tidak ada jalan keluarnya.
Puisi "Tangis" karya Soni Farid Maulana adalah sebuah karya yang kuat dan emosional, menggambarkan kesedihan yang mendalam dalam konteks kehidupan perkotaan yang keras. Dengan imaji yang tajam dan gaya bahasa yang puitis, Soni berhasil menangkap nuansa penderitaan manusia yang sering kali tidak terlihat di balik kesibukan kota. Puisi ini tidak hanya mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman individu yang terpinggirkan, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya empati dan perhatian terhadap orang-orang di sekitar kita yang mungkin sedang berjuang dalam keheningan.
Puisi: Tangis
Karya: Soni Farid Maulana
Biodata Soni Farid Maulana:
- Soni Farid Maulana lahir pada tanggal 19 Februari 1962 di Tasikmalaya, Jawa Barat.
- Soni Farid Maulana meninggal dunia pada tanggal 27 November 2022 (pada usia 60 tahun) di Ciamis, Jawa Barat.