Puisi: Tangan Seorang Buruh Batuarang (Karya Agam Wispi)

Puisi "Tangan Seorang Buruh Batuarang" karya Agam Wispi menyajikan potret kehidupan buruh dalam konteks yang lebih luas, mengaitkan pengalaman ...
Tangan Seorang Buruh Batuarang

trem lari-lari-anjing di bawah rintik salju
wajah dalamnya tiada sehijau rumput negeriku
di sini di bumi kelabu
hanya pohon natal bagai pagoda
tinggal sendiri
dan sepi
menanti musim semi

trem lari-lari-anjing di bawah rintik salju
seorang memberi tangannya dan bertanya
dari mana kau datang? afrika? tidak
vietnam? tiongkok?
dia sendiri yang menjawab: apa gunanya pertanyaan-pertanyaan?
kau-aku datang dari tangan yang bekerja
dan aku tak-sampai-hati bilang
"aku datang dari ribuan pulau rangkaian permata"
ya, apalah harga kedangkalan kata
jika mutiara terpendam di laut dalam
jika pohon natal sendiri bagai pagoda menanti
                                                musim semi?

tapi ini: kau-aku datang dari tangan yang bekerja

trem lari-lari-anjing di bawah rintik salju
dia beri tangannya aku beri kantongku
rokok? tidak. api? tidak. coklat? tidak.
jadi apa yang dia mau?
adakah dingin yang mengendap membuat kalimat
begitu banyak ditidakkan?
atau busa bir dihapus dari bibir
dan orang bisa tertawa riang?

jawapan itu tergores di tangan yang kujabat
kasar, capalan dan belontengan hitam
tangan itu juga yang mengusap salju dari jendela
dan muka-jernihnya muncul bagai mentari musim semi
berkata begitu sederhana dan kuat:
aku mau damai

trem lari-lari-anjing di bawah rintik salju
hilang di pengkolan dan derunya tinggal jauh
tangan itu masih melambai, dia melambai kepada dunia
karena baginya buruh adalah batuarang
yang dibakar dan membakar
yang apinya menghangati orang-orang yang bercinta
dalam sedikit kata: aku mau damai

Berlin, 1959

Sumber: Sahabat (1959)

Analisis Puisi:

Puisi "Tangan Seorang Buruh Batuarang" karya Agam Wispi menyajikan potret kehidupan buruh dalam konteks yang lebih luas, mengaitkan pengalaman individu dengan perjuangan kolektif untuk kedamaian. Dengan penggunaan bahasa yang puitis dan simbolis, Wispi menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh buruh di tengah kekerasan dan kesulitan, serta harapan mereka akan kehidupan yang lebih baik.

Simbol Trem dan Salju

Pembukaan puisi dengan "trem lari-lari-anjing di bawah rintik salju" menciptakan suasana yang kelam dan dingin. Trem, sebagai simbol transportasi, mungkin mewakili perjalanan hidup yang sulit dan tergesa-gesa. Rintik salju menambah nuansa kesedihan dan kesepian, mengindikasikan bahwa buruh harus bertahan di lingkungan yang tidak bersahabat. Kontras dengan "rumput negeriku" menandakan kerinduan akan tanah air yang subur dan hangat.

Pertanyaan Identitas

Di bagian tengah puisi, ada dialog yang mengangkat pertanyaan tentang asal usul: "dari mana kau datang? afrika? tidak, vietnam? tiongkok?" Dialog ini mencerminkan keragaman latar belakang pekerja yang sering kali dianggap remeh. Jawaban yang muncul, "apa gunanya pertanyaan-pertanyaan?" menggarisbawahi bahwa semua pekerja, terlepas dari asal-usulnya, berbagi pengalaman yang sama—mereka datang dari "tangan yang bekerja." Ini menekankan pentingnya kerja keras dan kolaborasi sebagai dasar eksistensi mereka.

Nilai dan Harapan

Meskipun ada rasa putus asa dan kesedihan, puisi ini juga menyiratkan harapan. Penyebutan "ribuan pulau rangkaian permata" menjadi metafora untuk kekayaan budaya dan potensi yang dimiliki, tetapi terpendam dalam kesulitan hidup. Di sini, Wispi menggambarkan bagaimana kehidupan buruh bisa berharga jika mereka diberi kesempatan dan pengakuan.

Keinginan akan Damai

Bagian penting dari puisi ini adalah pengulangan permohonan untuk "damai." Saat tangan yang kasar dan capalan menggenggam, ada pesan sederhana namun kuat: "aku mau damai." Ungkapan ini mencerminkan kerinduan buruh untuk hidup dalam suasana yang lebih baik, tanpa kekerasan dan penderitaan. Harapan ini menjadi inti dari pesan puisi, menunjukkan bahwa walaupun kehidupan sulit, ada keinginan yang mendalam untuk perdamaian.

Puisi "Tangan Seorang Buruh Batuarang" tidak hanya menggambarkan pengalaman individu seorang buruh, tetapi juga menyuarakan kolektivitas mereka. Dengan penggunaan simbol-simbol yang kuat, Wispi menciptakan narasi tentang perjuangan, harapan, dan keinginan untuk damai. Dalam dunia yang sering kali tidak adil, puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas di antara pekerja dan aspirasi untuk kehidupan yang lebih baik. Pesan ini tetap relevan, mengajak kita untuk merenungkan peran dan nilai buruh dalam masyarakat, serta pentingnya memperjuangkan hak-hak mereka.

Agam Wispi
Puisi: Tangan Seorang Buruh Batuarang
Karya: Agam Wispi

Biodata Agam Wispi:
  • Agam Wispi adalah seorang penyair Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
  • Agam Wispi lahir pada tanggal 31 Desember 1930 di Pangkalan Susu, Medan, Sumatra Utara.
  • Agam Wispi meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1930 di 1 Januari 2003, Amsterdam, Belanda.
© Sepenuhnya. All rights reserved.