Puisi: Tanah Air (Karya Muhammad Yamin)

Puisi "Tanah Air" karya Muhammad Yamin adalah sebuah mahakarya puisi yang memadukan cinta terhadap tanah air, kesadaran sejarah, dan semangat ...
Tanah Air

Di atas batasan Bukit Barisan
Memandang beta ke bawah memandang:
Tampaklah hutan rimba dan ngarai
Lagipun sawah, telaga nan permai:
Serta gerangan lihatlah pula
Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk daun kelapa;
Itulah tanah, tanah airku
Sumatera namanya tumpah darahku.

Indah ‘alam warna pualam
Tempat moyangku nyawa tertumpang;
Walau berabad sudah lampau
Menutupi Andalas di waktu nan silau
Masih kubaca di segenap mejan
Segala kebaktian seluruh zaman,
Serta perbuatan yang mulia-hartawan
Nan ditanam segala ninikku
Dikorong kampung hak milikku.

Rindu di gunung duduk bermenung
Terkenangkan masa yang sudah lindang;
Sesudah melihat pandang dan tilik
Timur dan Barat, hilir dan mudik,
Teringatlah pulau tempat terdidik
Dilumuri darah bertitik-titik,
Semasa pulai berpangkat naik:
O, Bangsaku, selagi tenaga
Nan dipintanya berkenan juga.

Gunung dan bukit bukan sedikit
Melengkung di taman bergelung-gelung
Memagari daratan beberapa lembah;
Di sanalah penduduk tegak dan rebah
Sejak beliung dapat merambah

Sampai ke zaman sudah berubah:
Sabas Andalas, bunga bergubah
Mari kujunjung, mari kusembah
Hatiku sedikit haram berubah!

Anak Perca kalbunya cuaca
Apabila terkenang waktu nan hilang,
Karena kami anak Andalas
Sejak dahulu sampai ke atas
Akan seia sehidup semati
Sekata sekumpul seikat sehati
Senyawa sebadan sungguh sejati
Baik di dalam bersuka raya
Ataupun diserang bala bahaya.

Hilang bangsa bergantikan bangsa
Luput masa timbullah masa…
Demikianlah pulauku mengikutkan sejarah
Sajak dunia mula tersimbah
Sampai ke zaman bagus dan indah
Atau tenggelam bersama ke lembah
Menyerikan cahaya penuh dan limpah.
Tetapi Andalas di zaman nan tiba
Itu bergantung ke tuan dan hamba.

Awal berawal semula asal
Kami serikat berpagarkan ‘adat,
Tapi pulauku yang mulia raya
Serta Subur, tanahnya kaya
Mari kupagar serta kubilai
Dengan Kemegahan sorak semarai
Lagi ketinggian berbagai nilai,
Karena di sanalah darahku tertumpah
Serta kupinta berkalangkan tanah.

Yakin pendapat akan sepakat
‘Akibat Barisan manik seikat;
Baikpun hampir jauh dan dekat,
Lamun pulauku mari kuangkat
Dengan tenaga kata mufakat
Karena, bangsaku, asal’lai serikat
Mana yang jauh rasakan dekat
Waktu yang panjang rasakan singkat,
Dan Kemegahan tinggi tentu ditingkat.

O, tanah, wahai pulauku
Tempat bahasa mengikat bangsa,
Kuingat di hati siang dan malam
Sampai semangatku suram dan silam;
Jikalau Sumatera tanah mulia
Meminta kurban bagi bersama
Terbukalah hatiku badanku reda
Memberikan kurban segala tenaga,
Berbarang dua kuunjukkan tiga
Elok pemandangan ke sana Barisan
Ke pihak Timur pantai nan kabur,
Sela bersela tamasa nan ramai
Diselangi sungai yang amat permai:
Dengan lambatnya seperti tak’kan sampai
Menghalirlah ia hendak mencapai
Jauh di sana teluk yang lampai;
Di mana dataran sudah dibilai
Tinggallah emas tiada ternilai.

Bogor, Juli 1920

Sumber: Sandjak-Sandjak Muda Mr. Muhammad Yamin (1954)

Analisis Puisi:

Puisi "Tanah Air" karya Muhammad Yamin adalah puisi yang menggambarkan kecintaan yang mendalam terhadap tanah kelahiran, Sumatera. Puisi ini penuh dengan deskripsi puitis yang memuja keindahan alam, kekayaan budaya, dan sejarah panjang tanah air yang menjadi identitas bangsa. Yamin, seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, menggunakan puisinya ini untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan kesadaran akan pentingnya persatuan.

Tema dan Makna

  • Kecintaan terhadap Tanah Air: Puisi ini menggambarkan kecintaan mendalam Yamin terhadap Sumatera, tempat kelahirannya. Deskripsi tentang "Bukit Barisan," "hutan rimba dan ngarai," "sawah," dan "telaga nan permai" menciptakan gambar yang mempesona tentang keindahan alam Sumatera. Penggunaan imaji alam yang kaya ini menunjukkan betapa Yamin menganggap tanah airnya sebagai sesuatu yang sangat berharga dan memerlukan pengakuan dan penghargaan yang sama dari orang lain.
  • Kesadaran Sejarah dan Budaya: Yamin menekankan pentingnya menghargai sejarah dan tradisi leluhur, seperti yang tercermin dalam bait: "Walau berabad sudah lampau / Menutupi Andalas di waktu nan silau / Masih kubaca di segenap mejan / Segala kebaktian seluruh zaman." Dalam konteks ini, puisi ini mengingatkan pembaca tentang pentingnya mengenali dan menghormati akar budaya dan sejarah bangsa sebagai dasar untuk membangun masa depan yang lebih baik.
  • Semangat Persatuan dan Kesatuan: Puisi ini juga berbicara tentang pentingnya persatuan dan kesatuan. Frasa seperti "Anak Perca kalbunya cuaca" dan "Seia sehidup semati / Sekata sekumpul seikat sehati" menggambarkan semangat solidaritas dan kebersamaan di antara rakyat Sumatera dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Yamin percaya bahwa hanya dengan bersatu, bangsa Indonesia dapat mencapai kemerdekaan dan kesejahteraan.
  • Pengorbanan dan Loyalitas kepada Tanah Air: Yamin mengekspresikan kesediaan untuk berkorban demi tanah air. "Jikalau Sumatera tanah mulia / Meminta kurban bagi bersama / Terbukalah hatiku badanku reda / Memberikan kurban segala tenaga," menunjukkan semangat nasionalisme dan pengabdian tanpa syarat kepada negara. Baginya, cinta kepada tanah air bukan hanya sebuah perasaan, tetapi juga panggilan untuk bertindak.

Gaya Bahasa dan Teknik Puitis

  • Penggunaan Imaji Alam: Yamin menggunakan imaji alam yang kaya untuk menggambarkan keindahan Sumatera. Imaji seperti "bukit barisan," "langit yang hijau," "pucuk daun kelapa," "emas tiada ternilai" menggambarkan keindahan alam yang luar biasa dari tanah airnya. Ini tidak hanya menciptakan gambar visual yang indah tetapi juga memperkuat perasaan cinta yang mendalam terhadap tanah kelahiran.
  • Simbolisme: Alam dalam puisi ini juga berfungsi sebagai simbol dari kekayaan, warisan, dan identitas budaya bangsa. Misalnya, "Bukit Barisan" bukan hanya sebuah rangkaian pegunungan tetapi juga simbol keteguhan dan keberanian. Selain itu, "pohon kelapa" yang digambarkan dengan "langit yang hijau bertukar warna" mencerminkan daya tahan dan keindahan Sumatera.
  • Rima dan Ritme: Puisi ini menggunakan rima yang kaya dan ritme yang mendalam untuk menciptakan suasana yang dramatis dan memukau. Frasa seperti "Rindu di gunung duduk bermenung," "Dilumuri darah bertitik-titik," dan "Anak Perca kalbunya cuaca" memberikan efek ritmis yang kuat, mengundang pembaca untuk merasakan perasaan dan emosi yang disampaikan oleh penyair.
Puisi "Tanah Air" karya Muhammad Yamin adalah sebuah mahakarya puisi yang memadukan cinta terhadap tanah air, kesadaran sejarah, dan semangat persatuan menjadi satu kesatuan yang padu dan indah. Melalui deskripsi alam yang memukau, simbolisme yang kaya, dan bahasa yang kuat, Yamin berhasil mengekspresikan cintanya yang mendalam kepada Sumatera dan seluruh Indonesia. Puisi ini tidak hanya menjadi ungkapan emosional tetapi juga seruan untuk persatuan dan pengorbanan dalam mencapai kemerdekaan dan kejayaan bangsa.

Puisi ini tetap relevan hingga saat ini, mengingatkan kita semua untuk menghargai warisan budaya dan sejarah, menjaga persatuan, dan tetap mencintai tanah air dengan sepenuh hati. "Tanah Air" adalah nyanyian kebanggaan dan cinta yang abadi bagi Sumatera dan Indonesia.

Muhammad Yamin
Puisi: Tanah Air
Karya: Muhammad Yamin

Biodata Muhammad Yamin:
  • Muhammad Yamin lahir pada tanggal 24 Agustus 1903 di Talawi, Sawahlunto, Sumatra Barat.
  • Muhammad Yamin meninggal dunia pada tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta (dimakamkan di Talawi, Sawahlunto, Sumatra Barat).
© Sepenuhnya. All rights reserved.