Surat dari Gunung
(untuk karni)
Mudanya warna rumput -- hijaunya daun tebing
betapa lagi cinta ini mesti diletakkan
cantiknya kuning bunga -- cantiknya bunyi suling
betapa lagi cinta ini mesti disisipkan.
Dara Si Dara pernah kupuja
siapa yang kaunyanyikan di sunyi ronda.
Pada pagi manis -- rambut jagung jurai-jurai
tapi apa bisa, kasih sepanjang rambut
waktu hawa sepi dan bulan mati
kautenunkan dingin dalam satu harapan
satu kasih sejuk terurai di lembah.
Dara Si Dara pernah merintih
sayang disayang kapan tak ada jadinya
meski kabut menggenggam dunia.
aku terus bertanya -- aku terus bertanya
ke mana daun kuning akan jatuh
Di kesamaran paginya, di kesamaran anginnya
ke mana bunga kuning akan condong
Ya, Dara Si Dara, cantiknya bunga, cantiknya suling
di mana cinta ini mesti dilabuhkan
dayung basah belai-belai muara.
Mudanya warna rumput, hijaunya daun tebing
betapa bisa hati berlupa-lupa.
(O, keangkuhan perjoangan
hanya keyakinan tinggal di dada!)
Sumber: Yang Bertanahair Tapi Tidak Bertanah (1962)
Analisis Puisi:
Puisi "Surat dari Gunung" karya Sabar Anantaguna menggambarkan kerinduan dan kedalaman perasaan cinta yang diungkapkan dengan indah dan puitis. Dalam puisi ini, Anantaguna mengaitkan unsur alam dengan emosi manusia, menciptakan suasana yang melankolis namun penuh harapan.
Simbolisme Alam
Puisi ini diawali dengan gambaran alam yang kaya, seperti "Mudanya warna rumput -- hijaunya daun tebing" dan "cantiknya kuning bunga." Warna-warna cerah ini bukan hanya menciptakan visual yang indah, tetapi juga melambangkan kehidupan, cinta, dan harapan. Penggunaan elemen alam menunjukkan bahwa cinta adalah bagian dari siklus kehidupan, berakar dari keindahan yang ada di sekitar kita.
Konflik Emosional
Ketika penulis menyebut "Dara Si Dara," terdapat nuansa nostalgia dan kerinduan. Frasa ini menandakan seseorang yang dicintai dan mungkin telah pergi atau tidak dapat dijangkau. Kalimat "tapi apa bisa, kasih sepanjang rambut" mencerminkan keraguan dan kesedihan, seolah-olah penulis bertanya-tanya apakah cinta dapat bertahan meski dalam kesunyian dan kerinduan.
Pertanyaan Retoris
Pengulangan pertanyaan "ke mana daun kuning akan jatuh" dan "ke mana bunga kuning akan condong" menunjukkan kebingungan dan ketidakpastian dalam perasaan. Ini menciptakan kesan bahwa penulis sedang mencari jawaban, baik untuk perasaan cintanya maupun untuk hidupnya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak hanya menambah kedalaman emosional, tetapi juga menggambarkan kesedihan akan ketidakpastian yang mengelilingi cinta.
Refleksi dan Kesadaran Diri
Puisi ini kemudian berlanjut ke refleksi yang lebih dalam: "(O, keangkuhan perjuangan / hanya keyakinan tinggal di dada!)." Ungkapan ini menunjukkan bahwa meskipun ada rasa sakit dan kerinduan, penulis tetap memegang teguh keyakinan. Ini mencerminkan semangat perjuangan yang tak tergoyahkan, bahkan ketika dihadapkan pada kesedihan.
Puisi" Surat dari Gunung" adalah puisi yang menyentuh tentang cinta, kerinduan, dan pencarian makna dalam hidup. Dengan menggabungkan unsur alam dan emosi yang mendalam, Sabar Anantaguna berhasil menciptakan sebuah karya yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga kaya makna. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang cinta, kehilangan, dan keyakinan dalam menghadapi perjalanan hidup yang penuh tantangan. Keindahan liriknya membuat pembaca merasakan kedalaman emosi yang universal, menjadikan puisi ini relevan dalam konteks apapun.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.