Puisi: Siantan (Karya Idrus Tintin)

Puisi "Siantan" karya Idrus Tintin menggambarkan perjalanan seorang nakhoda yang terjebak antara laut, rindu, dan ketidakadilan.
Siantan 1942

Kapal besi
di sela gunung gelombang
Laut Cina Selatan.
Di anjungan
Nakhoda berkacak pinggang
Tubuhnya dari tembaga
bersimbah asin pengalaman
dan kebencian kepada sang tuan
yang telah memerintah sekian abad.
Angin yang garang
topan musim utara
hujan tak mau reda
membaurkan angan-angan
kini dan nanti, sana dan sini
Nakhoda tembaga rindukan juga
anak-anaknya di tempat jauh
di balik sekian ribu gunung gelombang
di balik hari-hari yang melaju.
Berbisik sejenak dari gumpalan sepi
perlahan pintu laut menguak
angin laut membusakan buih
ke arah pantai dan bukit-bukit batu,
tanah Siantan.
Pasang mencium bibir air
bagai isak dan sedan
janda
yang suaminya mati tenggelam.
Kapal besi
nakhoda tembaga
menyusur pantai.
Rindu melekat di bukit terjal
yang tak kuasa ditanggalkan
merekam suara isteri dan anak-anak
seperti burung luka
mengucapkan kata-kata perpisahan
Bisik angin terlalu merdu
kicau murai terlalu sendu
amis darah amis laut
itulah rindu yang melekat
seperti burung kedidi yang menari
di pancang-pancang sepanjang teluk
wajah Siantan
di suatu pagi.

1987

Sumber: Horison (Januari, 1989)

Analisis Puisi:

Puisi "Siantan" karya Idrus Tintin merupakan sebuah karya yang kaya akan imaji dan emosi, menggambarkan perjalanan seorang nakhoda yang terjebak antara laut, rindu, dan ketidakadilan. Dalam puisi ini, Idrus menciptakan suasana yang menggugah dengan menggunakan simbolisme yang mendalam dan narasi yang kuat.

Penggambaran Nakhoda dan Kapal

Puisi ini dimulai dengan penggambaran kapal besi yang berlayar di tengah "gunung gelombang" di Laut Cina Selatan. Gambar kapal yang terjebak di antara ombak menimbulkan rasa ketegangan dan tantangan yang dihadapi oleh nakhoda. Karakter nakhoda, yang digambarkan sebagai "nakhoda berkacak pinggang" dengan tubuh dari tembaga, menggambarkan sosok yang tangguh namun mengalami kesedihan dan kebencian terhadap tuan yang telah menguasai hidupnya. Pengalaman pahit yang dialaminya mengisi tubuhnya dengan "asin pengalaman" dan "kebencian," menciptakan suasana yang sarat dengan konflik internal.

Rindu yang Terpendam

Saat badai musim utara dan hujan tak kunjung reda, rindu nakhoda kepada anak-anaknya di tempat yang jauh menjadi sorotan. Ungkapan "anak-anaknya di tempat jauh" dan "sekian ribu gunung gelombang" menunjukkan betapa terpisahnya ia dari keluarga dan betapa besarnya kerinduan yang menghimpit hatinya. Rindu ini menjadi elemen kunci dalam puisi, menyoroti perasaan kehilangan yang mendalam yang dialami oleh seseorang yang terpisah dari orang-orang tercintanya. Dalam sekejap, angan-angan dan harapan seolah terombang-ambing dalam badai.

Simbolisme Alam dan Kesedihan

Salah satu aspek paling kuat dalam puisi ini adalah bagaimana Idrus menggunakan alam untuk merefleksikan perasaan rindu dan kesedihan. Gumpalan sepi yang melingkupi nakhoda menciptakan suasana melankolis, sementara "angin laut membusakan buih" menggambarkan kondisi laut yang penuh emosi. Tindakan "pasang mencium bibir air" diibaratkan sebagai "isak dan sedan janda yang suaminya mati tenggelam," menambahkan kedalaman rasa duka dan kehilangan yang dialami oleh wanita yang ditinggalkan.

Rindu yang Melekat

Puisi ini juga mengeksplorasi tema rindu yang melekat, di mana suara istri dan anak-anak diingat seperti "burung luka" yang mengucapkan kata-kata perpisahan. Gambar burung yang terluka menciptakan kesan mendalam tentang kesedihan dan kehilangan. Ketika nakhoda menelusuri pantai, rindu terus menempel di bukit terjal, menciptakan gambaran betapa beratnya beban emosional yang harus dibawa.

Puisi "Siantan" karya Idrus Tintin adalah puisi yang memadukan unsur alam dengan perasaan rindu dan ketidakadilan. Melalui karakter nakhoda dan perjalanan kapal, puisi ini menceritakan kisah tentang kehilangan, kerinduan, dan perjuangan. Dengan imaji yang kuat dan simbolisme yang dalam, Idrus berhasil menciptakan narasi yang tidak hanya menggugah emosi, tetapi juga menggambarkan ketidakadilan dan kesedihan yang dialami oleh individu yang terasing dari orang-orang tercinta. Dalam dunia yang sering kali keras dan penuh tantangan, puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya keluarga, harapan, dan cinta yang tetap hidup meskipun terpisah oleh jarak dan waktu.

Puisi Idrus Tintin
Puisi: Siantan
Karya: Idrus Tintin

Biodata Idrus Tintin:
  • Idrus Tintin (oleh sanak keluarga dan kawan-kawannya, biasa dipanggil Derus) lahir pada tanggal 10 November 1932 di Rengat, Riau.
  • Idrus Tintin meninggal dunia pada tanggal 14 Juli 2003 (usia 71 tahun) akibat penyakit stroke.
© Sepenuhnya. All rights reserved.