Sesudah Panmunjom
untuk major Yoon Gil
Sesudah Panmunjom
tiada ada yang tak cacat
kecuali ideologi;
imperialis melempiaskan keganasannya
atas benda dan manusia tiada berdosa;
dimana-mana kerusakan
dimana-mana puing berserakan;
partisan bertindih bangkai
tapi tak ada bata bersusun dua;
sesudah Panmunjom
tiada ada yang lebih terbaja
daripada Rakyat.
Ideologi yang tiada cedera
Rakyat yang terbaja
itulah pencipta raksasa;
Korea tegak megah
di bumi merah.
Kaesong (Korea), September 1959
Sumber: Dari Bumi Merah (1963)
Analisis Puisi:
Puisi "Sesudah Panmunjom" karya HR. Bandaharo adalah sebuah karya yang mencerminkan suasana pasca-konflik, khususnya setelah Perjanjian Panmunjom, yang menandai gencatan senjata pada Perang Korea. Melalui puisi ini, Bandaharo mengeksplorasi dampak dari konflik dan menunjukkan kekuatan ideologi serta ketahanan rakyat Korea.
Gambaran Pasca-Konflik
Puisi dimulai dengan gambaran suram tentang keadaan setelah Perjanjian Panmunjom. “Sesudah Panmunjom / tiada ada yang tak cacat / kecuali ideologi” mengisyaratkan bahwa meskipun konflik telah berakhir, banyak yang rusak dan hancur. Bandaharo menggambarkan keadaan yang penuh kerusakan dan kehancuran, di mana “imperialis melempiaskan keganasannya / atas benda dan manusia tiada berdosa.” Hal ini menggambarkan betapa parahnya dampak perang terhadap benda-benda dan orang-orang yang tidak bersalah.
Kerusakan dan Puing-Puing
Bandaharo menciptakan citra yang kuat dari “kerusakan” dan “puing berserakan” untuk menunjukkan kehancuran yang luas. “Partisan bertindih bangkai / tapi tak ada bata bersusun dua” memperkuat gambaran tentang kehancuran yang meluas, di mana bahkan struktur dasar pun tidak dapat berdiri. Puisi ini mencerminkan dampak fisik dan emosional dari konflik yang menghancurkan.
Ideologi sebagai Pusat Kekuatan
Namun, meskipun segala sesuatu tampak hancur, Bandaharo menyoroti bahwa “ideologi” tetap utuh. “Ideologi yang tiada cedera / Rakyat yang terbaja” menunjukkan bahwa ideologi yang dianut oleh rakyat tetap kuat dan tidak tergoyahkan oleh kerusakan fisik. Dalam konteks ini, ideologi menjadi simbol dari kekuatan dan ketahanan yang tidak bisa dihancurkan oleh kekuatan eksternal.
Ketahanan Rakyat
Bandaharo menekankan “Rakyat yang terbaja” sebagai inti dari kekuatan dan ketahanan. Dalam puisi ini, rakyat adalah sumber kekuatan yang tidak hanya bertahan tetapi juga berperan penting dalam pembangunan kembali dan pembentukan masa depan. “Itulah pencipta raksasa; / Korea tegak megah / di bumi merah” mencerminkan keyakinan bahwa meskipun ada kehancuran, rakyat dan ideologi mereka adalah fondasi bagi kebangkitan dan kekuatan masa depan Korea.
Puisi "Sesudah Panmunjom" karya HR. Bandaharo menawarkan refleksi mendalam tentang dampak konflik dan peran penting ideologi serta ketahanan rakyat dalam proses pemulihan. Bandaharo menunjukkan bahwa meskipun perang meninggalkan jejak kehancuran yang mendalam, kekuatan ideologi dan ketahanan rakyat adalah hal yang akan membangun kembali dan memajukan bangsa. Dengan menggunakan citra yang kuat dan narasi emosional, puisi ini menggambarkan keberanian dan tekad rakyat Korea dalam menghadapi tantangan dan membangun masa depan yang lebih baik.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.