Puisi: Serumpun Bambu (Karya J. E. Tatengkeng)

Puisi "Serumpun Bambu" karya J. E. Tatengkeng adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan alam, perubahan, dan refleksi manusia .....
Serumpun Bambu

Serumpun bambu di tepi kolam
Melambai caya, menjatuhkan bayang
Di lengkung angin tunduk bermuram
Tak ketentuan daunnya melayang

Di rumpun bambu kaki belukar
Mengintai pucuk terbungkus salut
Kepada ibunya diminta khabar
Konon dunia sudi menyambut

Di pinggir kolam air beriak
Pucuk tanggalkan bungkus semula
Di sisi ibunya beriang teriak:
Barulah pagi kan senjakala

Syamsu menyingsing, hari pun petang
Tunduklah bambu di pinggir kolam
Setelah sehari nasib ditentang:
"Ah, apakah guna, melihat alam?"

Analisis Puisi:

Puisi "Serumpun Bambu" karya J. E. Tatengkeng adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan alam, perubahan, dan refleksi manusia terhadap arti dan makna dalam dunia. Melalui gambaran alamiah dan perumpamaan, puisi ini merenungkan tentang sifat alam, perjalanan waktu, dan ketidakpastian kehidupan.

Gambaran Alam yang Dinamis: Puisi ini membuka dengan gambaran serumpun bambu di tepi kolam, yang melambai dan menjatuhkan bayangannya. Ini menciptakan gambaran tentang alam yang dinamis dan bergerak, menggambarkan bagaimana elemen alam seperti angin dan air memberikan perubahan dan pergerakan.

Kehidupan dalam Ketidakpastian: Puisi ini menggambarkan ketidakpastian dalam kehidupan dengan pernyataan "Tak ketentuan daunnya melayang." Ini merujuk pada realitas bahwa kehidupan sering kali tidak dapat diprediksi, dan ada banyak faktor yang mempengaruhi arah dan nasib kita.

Simbolisme Bambu dan Belukar: Bambu dan belukar dalam puisi ini mungkin mewakili kehidupan manusia. Bambu melambangkan ketahanan dan kekuatan, sementara belukar mencerminkan kerentanannya. Mengintai pucuk terbungkus salut mungkin mencerminkan perjuangan manusia untuk mencari tahu tentang dunia dan mencari arti dalam hidup.

Perubahan dan Perjalanan Waktu: Puisi ini menggambarkan perubahan dengan pucuk yang tanggalkan bungkus semula. Hal ini merujuk pada perubahan yang terjadi seiring waktu, mengingatkan kita bahwa perubahan adalah bagian tak terhindarkan dari hidup.

Refleksi dan Pemahaman: Puisi ini mencapai puncaknya dengan pertanyaan retoris pada akhir: "Ah, apakah guna, melihat alam?" Pertanyaan ini mencerminkan refleksi manusia tentang makna dan tujuan dalam mengamati alam dan dunia di sekitarnya. Ini mengundang pembaca untuk merenungkan pemahaman mereka tentang arti hidup dan hubungan dengan alam.

Puisi "Serumpun Bambu" karya J. E. Tatengkeng adalah sebuah karya sastra yang merenungkan tentang kehidupan alam, perubahan, dan refleksi manusia terhadap arti dan makna dalam dunia. Melalui gambaran-gambaran alam dan perumpamaan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang perubahan, ketidakpastian, dan refleksi dalam hidup. Pesan tentang keindahan alam, ketidakpastian hidup, dan pencarian makna mengundang pembaca untuk mempertimbangkan peran dan tujuan mereka dalam dunia yang terus berubah.

Puisi J. E. Tatengkeng
Puisi: Serumpun Bambu
Karya: J. E. Tatengkeng

Biodata J. E. Tatengkeng:
  • J. E. Tatengkeng (Jan Engelbert Tatengkeng) adalah salah satu penyair Angkatan Pujangga Baru. Nama panggilan sehari-harinya adalah Om Jan.
  • J. E. Tatengkeng lahir di Kolongan, Sangihe, Sulawesi Utara, 19 Oktober 1907.
  • J. E. Tatengkeng meninggal dunia di Makassar, 6 Maret 1968 (pada umur 60 tahun).

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.