Puisi: Sel Cipinang Belakang (Karya Sabar Anantaguna)

Puisi "Sel Cipinang Belakang" karya Sabar Anantaguna menggambarkan refleksi mendalam tentang waktu, kehidupan, dan makna dari eksistensi diri.

Sel Cipinang Belakang


Hari‐hari yang polos merebut
tahun‐tahun bagian hidupku

Bisakah hati kehilangan warna
fikiran jadi hampa
kesempitan ruang dan waktu

Adakah kepolosan waktu
bila dia bukan zat dan dia pun dalam tanganku

Hari ini hari ulang tahunku
umurku pun terus bertambah
Apakah umur hanya waktu
bagai jam‐jam dinding berdetak
berlomba denyut jantungku

Adakah kematian waktu
bila dia bukan zat dan dia pun dalam tanganku

Hari‐hari yang polos merebut
tahun‐tahun bagian hidupku
Adakah kepolosan pergulatan
dalam renungan
pertarungan hati
dalam ruang sepi

Aku, ini juga wajahku
bagian kekinian dan hari depan
memeluk ruang meraih waktu

Betapa pun kepolosan hari‐hari ini
Betapa pun kepolosan ruangan sepi
ruang ini bagian hidupku
waktu ini bagian umurku

Dan hatiku masih tetap hatiku.

Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)

Analisis Puisi:

Puisi "Sel Cipinang Belakang" karya Sabar Anantaguna menggambarkan refleksi mendalam tentang waktu, kehidupan, dan makna dari eksistensi diri. Melalui lirik yang puitis dan introspektif, puisi ini mengeksplorasi pengalaman hidup dalam keterbatasan, dengan penekanan pada kepolosan dan kehilangan.

Tema Waktu dan Kehidupan

Puisi ini dibuka dengan pernyataan "Hari-hari yang polos merebut / tahun-tahun bagian hidupku", yang menekankan bagaimana setiap hari berlalu membawa perubahan, baik yang disadari maupun tidak. Penggunaan kata "polos" menciptakan kesan sederhana namun menyiratkan kedalaman emosional. Hari-hari yang tampaknya biasa dapat menyerap banyak bagian dari kehidupan kita, mengingatkan kita bahwa waktu terus berjalan meski kita mungkin tidak menyadarinya.

Pertanyaan Eksistensial

Penulis mengajukan berbagai pertanyaan yang mencerminkan kebingungan dan keresahan: "Bisakah hati kehilangan warna / fikiran jadi hampa / kesempitan ruang dan waktu?" Pertanyaan-pertanyaan ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang makna dari eksistensi, apakah kita hanya terjebak dalam rutinitas yang monoton, dan apakah waktu hanya sekadar angka yang berdetak di jam dinding.

Refleksi pada Ulang Tahun

Ketika penulis menyebutkan "Hari ini hari ulang tahunku", ada nuansa introspeksi yang kuat. Ulang tahun biasanya menjadi momen refleksi, di mana seseorang menilai perjalanan hidupnya. Kalimat "Apakah umur hanya waktu / bagi jam-jam dinding berdetak / berlomba denyut jantungku" menggambarkan perjuangan antara waktu yang objektif dan pengalaman subjektif dari kehidupan. Ini menyoroti ketidakpastian mengenai arti sebenarnya dari umur dan bagaimana kita merasakannya.

Kepolosan dan Ruang Sepi

Di bagian selanjutnya, penulis bertanya, "Adakah kematian waktu / bila dia bukan zat dan dia pun dalam tanganku?" Ini mengungkapkan dilema tentang sifat waktu, apakah waktu itu nyata atau hanya konstruksi yang kita ciptakan. Dalam kesunyian, penulis menemukan pergulatan batin yang dalam, seperti terjebak dalam ruang sepi yang menjadi bagian dari hidupnya. Ruang ini bukan hanya fisik, tetapi juga emosional dan mental.

Kesadaran Diri

Puisi ini berakhir dengan afirmasi: "Dan hatiku masih tetap hatiku." Pernyataan ini mencerminkan ketahanan dan konsistensi identitas diri, meskipun di tengah pergulatan dengan waktu dan ruang. Meskipun pengalaman hidup dapat mengubah perspektif kita, inti dari siapa kita tetap ada. Ini menunjukkan bahwa, meskipun dalam kesepian dan kepolosan, kita masih memiliki kekuatan untuk memahami dan menerima diri kita.

Puisi "Sel Cipinang Belakang" karya Sabar Anantaguna adalah sebuah eksplorasi yang dalam mengenai waktu, eksistensi, dan refleksi diri. Melalui pertanyaan yang menggugah dan penggambaran ruang yang sepi, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan bagaimana kita menghadapi perjalanan waktu. Dengan penutup yang kuat tentang identitas, puisi ini menjadi pernyataan bahwa meskipun banyak hal yang berubah, inti dari diri kita tetap utuh.

Sabar Anantaguna
Puisi: Sel Cipinang Belakang
Karya: Sabar Anantaguna

Biodata Sabar Anantaguna:
  • Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
  • Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.
© Sepenuhnya. All rights reserved.