Puisi: Sajak Putih Danau Putih (Karya Agam Wispi)

Puisi "Sajak Putih Danau Putih" karya Agam Wispi menyajikan gambaran indah dan kompleks tentang alam, kenangan, serta perasaan manusia yang ...
Sajak Putih Danau Putih

kelam warna puncak samosir
selamat malam, katanya, selamat malam
diam tusam bagai rindang ceri
enaknya makan rujak dingin begini
angin bertenggang dengan bunga melayang
dan ayun cahaya di air rekamkan hari-hari
suatu saat entah di kaki lima entah di warung kopi
atau depan meja (ah, entah di mana-manalah!)
kau berwarna bola gading berbalutkan tipis kaus hitam
yang melonggar lepas meluncuri dataran beludru hijau
sedar diri makin kurus tapi langkah pasti dan hati padu

pada ayun caya di air
begitu saja kau hadir

luruh sinar menggigil tajam menjulang
separuh hati terpenggal tinggal
getar danau dan perahu sarat menyuruk teluk
separuh tubuh di sana terpagut
dan aku tercari-cari pada tebing, pada batu kuyup kering
jika di tengah segala
di mana kau sebenarnya?
betapapun matamu di danau mengerjapkan kelam
sendiriku perjalanan turu-naik, sepatu koyak dan arus
lepas bebas menjadarkan aku letup-ledakan lumpuh menghapus ingatan

tak mampu mencerai kebersihan ucapan
bahwa kita jatuh-bangun tanpa hitung pengorbanan
tegakkan kehidupan tanpa taksir kematian

bicaralah kau yang mau bicara
gunung tandus dan petani yang menghalau ternak
jejak di pantai dan anak perahu
air yang silau karena gersang hari
tak pernah bisu tak kenal kelu
dunia dongengnya dari kakek sampai ke cucu

aku tercari-cari antara yang datang
dan di atas busah-busah pecah deru kota
dering beca, cagakkan speda dan etalase senyumkan warna
kenangan jadi menukik lembah lintas rumah-rumah
villa hampa karena kawat berduri, pagar besi
dan merapung aku di permukaan, telentang
menjamah awan berenda lolong anjing
dari tong demi tong sampah ke segenap pintu malam
kataku padamu: terbanglah hai langit
dan tekan aku ke bongkah-bongkah dasar
monginsidi menanti maut namun aku dan sajak tak ngeri
tapi yang menjeramkan ikan dari bubu
di tangga telanjang sinona permainkan paha

begitu sempit langit oleh kemilau danau
burung tak lalu, mendung dan cerah berkisar diam
tapi baca dan dengarlah apa yang sudah terpacak
pergolakan dada seniman tiada henti oleh mengerti
tentukan sendiri di mana mau berdiri
sipemenang antara kebenaran dan kemenangan
cuma kau, gumpal padu benak dan hati
yang tubuhnya berminyak gersang hari
yang tangannya berkepal bukan karena janji
karena kerja, karena mimpi

silangsiur puncak dan jurang, kota dan duka desa
ah, kalau cerlang danau parut luka yang dilupakan
tangan toh tak gemetar berpaling pada buku harian
di mana hasrat rindang menggoreskan sebaris nama
dan damailah napasmu, o, kenangan pengabisan

senja senja danauku senja
setimbang cinta ibu tua:
kendi dan anak didukungannya

gemuruh motorku kencang
sekeping teluk di pengkolan
kutekan dalam di kantong celana bersama derita semua
bersama bahagia kita semua
karena hati ada pada segala

dan tidurlah sayang, tidurlah danauku senja
tidurlah nyenyak kau yang kutinggalkan
kini kutekan gemetar ditikam curam jurang
karena kristal bertebar oleh sapuan jaman
membikin keteguhan menemu segala tiba
bahwa di manapun aku terlempar
di sana kau terlontar

Parapat, 1957

Sumber: Yang Tak Terbungkamkan (1959)

Analisis Puisi:

Puisi "Sajak Putih Danau Putih" karya Agam Wispi menyajikan gambaran indah dan kompleks tentang alam, kenangan, serta perasaan manusia yang terjalin dalam konteks tempat dan waktu. Melalui imageri yang kaya, Wispi berhasil menggambarkan nuansa dan kedalaman emosi yang berhubungan dengan danau, sekaligus mengekspresikan tema kehilangan dan pencarian.

Tema Alam dan Kenangan

Puisi ini dibuka dengan deskripsi yang melukiskan "kelam warna puncak samosir," menciptakan suasana tenang namun misterius. Danau sebagai latar belakang mengingatkan kita akan ketenangan dan keindahan alam, tetapi juga menyoroti kerentanan emosi manusia. Wispi menciptakan momen-momen nostalgia yang terpancar dari interaksi dengan alam, seperti saat "angin bertenggang dengan bunga melayang." Dalam hal ini, danau berfungsi sebagai simbol kehidupan, tempat di mana kenangan dan pengalaman bersatu.

Konflik Emosional dan Pencarian Diri

Di bait yang menggambarkan perasaan kehilangan dan pencarian identitas, Wispi mengekspresikan kerinduan dan keraguan. Frasa "separuh hati terpenggal tinggal" mencerminkan perasaan terputus dari sesuatu yang berharga, dan "aku tercari-cari pada tebing, pada batu kuyup kering" menunjukkan usaha pencarian makna dalam hidup. Keberadaan "sendiriku perjalanan turu-naik" menciptakan kesan bahwa perjalanan hidup itu penuh dengan rintangan dan ketidakpastian.

Kehidupan dan Kematian

Wisi juga mengangkat tema tentang kehidupan dan kematian. Pernyataan "tegakkan kehidupan tanpa taksir kematian" menunjukkan bahwa meskipun kematian adalah bagian dari siklus kehidupan, kita harus tetap berjuang dan menghargai setiap momen. Dalam konteks ini, puisi menyoroti pentingnya keberanian untuk menjalani hidup meskipun menghadapi kesulitan.

Pergeseran Sosial dan Identitas

Sisi lain dari puisi ini adalah refleksi terhadap perubahan sosial. Dengan menyebutkan "silangsiur puncak dan jurang, kota dan duka desa," Wispi menggambarkan pergeseran antara kehidupan kota yang modern dan kesederhanaan desa. Dalam kerumitan ini, dia mempertanyakan identitas dan nilai-nilai yang kita pegang.

Harapan dan Kesadaran

Akhir puisi ini menekankan harapan meskipun ada kesedihan dan kehilangan. Dengan kata-kata seperti "tidurlah sayang, tidurlah danauku senja," Wispi mengajak kita untuk merelakan dan menerima kenyataan. Dia menekankan bahwa meskipun kita terlempar ke berbagai arah, ada ikatan kuat yang menghubungkan kita dengan kenangan dan tempat asal kita.

Puisi "Sajak Putih Danau Putih" adalah karya yang indah dan reflektif, memadukan keindahan alam dengan kedalaman emosi manusia. Melalui eksplorasi tema-tema seperti kenangan, kehilangan, dan identitas, Agam Wispi berhasil menyampaikan pesan yang kuat tentang cinta, harapan, dan perjalanan hidup yang tiada henti.

Agam Wispi
Puisi: Sajak Putih Danau Putih
Karya: Agam Wispi

Biodata Agam Wispi:
  • Agam Wispi adalah seorang penyair Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
  • Agam Wispi lahir pada tanggal 31 Desember 1930 di Pangkalan Susu, Medan, Sumatra Utara.
  • Agam Wispi meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1930 di 1 Januari 2003, Amsterdam, Belanda.
© Sepenuhnya. All rights reserved.