Puisi: Ruang (Karya Bakdi Soemanto)

Puisi "Ruang" karya Bakdi Soemanto mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana komunikasi sering kali tidak pernah sepenuhnya memadai untuk ...
Ruang

di ruang itu
untuk ke sejuta kalinya
kita bertemu
tetapi selalu saja
ada yang belum tuntas
dikatakan
sudah sepuluh juta lembar
kertas
ribuan kaset merekam
rencana-rencana
mungkin
kita memang tak tahu
kepada siapa
yang ada di hati terdalam
harus dikatakan
kita telah memilih
menyimpannya diam-diam
karena
barangkali
itulah
yang paling berharga kita miliki

1983

Sumber: Kata (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Ruang" karya Bakdi Soemanto menggali tema komunikasi, keraguan, dan nilai dari keheningan dalam interaksi manusia. Dengan menggunakan ruang sebagai latar belakang, puisi ini mengeksplorasi bagaimana kata-kata dan ungkapan sering kali tidak cukup untuk menyampaikan apa yang ada di hati terdalam seseorang.

Tema dan Makna Puisi

  • Komunikasi yang Tidak Pernah Tuntas: Puisi ini menyiratkan bahwa meskipun kita sering bertemu dan berkomunikasi, sering kali ada sesuatu yang belum tersampaikan. Perasaan dan pikiran terdalam tidak selalu dapat diungkapkan secara sempurna. Ini mencerminkan ketidakmampuan manusia untuk benar-benar mengungkapkan seluruh isi hati mereka, meskipun telah berusaha keras: "di ruang itu untuk ke sejuta kalinya kita bertemu tetapi selalu saja ada yang belum tuntas dikatakan."
  • Rekaman dan Rencana yang Tidak Pernah Terungkap: Penulis menyebutkan adanya "sepuluh juta lembar kertas" dan "ribuan kaset" yang merekam berbagai rencana dan ungkapan. Ini menunjukkan bahwa meskipun banyak usaha telah dilakukan untuk mencatat dan menyampaikan pikiran, hasil akhirnya tetap tidak lengkap. Ada banyak hal yang mungkin tetap tersembunyi, menunggu untuk diungkapkan tetapi tidak pernah terjadi: "sudah sepuluh juta lembar kertas ribuan kaset merekam rencana-rencana."
  • Keberadaan dan Nilai Keheningan: Puisi ini juga menyoroti nilai dari keheningan dan apa yang mungkin kita pilih untuk simpan dalam diam. Kadang-kadang, apa yang tidak diungkapkan bisa menjadi yang paling berharga, dan keheningan itu sendiri bisa memiliki makna mendalam. Dalam hal ini, keheningan bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi justru mungkin merupakan bentuk komunikasi yang sangat berharga: "barangkali itulah yang paling berharga kita miliki."
  • Keterbatasan Ungkapan: Dalam puisi ini, Soemanto mengajak pembaca untuk merenungkan keterbatasan bahasa dan ungkapan dalam menyampaikan perasaan dan pikiran yang terdalam. Meskipun kita mungkin memiliki banyak media dan cara untuk merekam atau mengungkapkan diri, kadang-kadang hal tersebut tidak dapat sepenuhnya menangkap kompleksitas dan kedalaman perasaan: "mungkin kita memang tak tahu kepada siapa yang ada di hati terdalam harus dikatakan."

Gaya Bahasa dan Struktur

Gaya bahasa dalam puisi ini sederhana namun efektif. Pilihan kata yang digunakan Soemanto seperti "ruang," "kertas," "kaset," dan "diam-diam" menciptakan citra yang jelas tentang ketidakmampuan untuk menyampaikan perasaan sepenuhnya. Struktur puisi ini juga mencerminkan kekacauan dan ketidaklengkapan dalam komunikasi, dengan pengulangan dan frasa yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang selalu belum selesai: "kita telah memilih menyimpannya diam-diam."

Puisi "Ruang" karya Bakdi Soemanto mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana komunikasi sering kali tidak pernah sepenuhnya memadai untuk menyampaikan apa yang ada di hati terdalam. Dengan menyoroti ketidakmampuan untuk menyampaikan perasaan sepenuhnya dan nilai dari keheningan, puisi ini memberikan pandangan mendalam tentang batasan bahasa dan pentingnya apa yang mungkin tidak diungkapkan. Puisi ini mencerminkan pencarian manusia untuk makna dan pemahaman dalam interaksi yang sering kali tidak lengkap.

Bakdi Soemanto
Puisi: Ruang
Karya: Bakdi Soemanto

Biodata Bakdi Soemanto:
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U lahir pada tanggal 29 Oktober 1941 di Solo, Jawa Tengah.
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 2014 (pada umur 72 tahun) di Yogyakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.