Rindu
Bila rindu datang di tahun baru
diam‐diam mendobrak hatiku
Gunung‐gunung biru merayu
Kemanisan mengandung sendu
Kasih sayang yang melambung di langit kenangan
harapan yang terapung di laut angan‐angan
kepahitan terdampar di bumi kenyataan
Berbaur dalam hati
terpadu dalam rindu
karena rindu adalah kenikmatan perasaan dalam kenangan
karena rindu harapan kebahagiaan di angan‐angan
Angan‐angan dan kenangan dihadapkan kenyataan
Bila rindu datang di tahun baru
diam‐diam melabrak hatiku
burung‐burung berebut merdu
kemanisan mengandung sendu
Kasih sayang yang minta tempat
bagai air menghanyut ke laut
Damba bahagia yang minta tempat
bagai burung menerjang gunung
karena rindu adalah kelampauan dalam kekinian
karena rindu adalah keakanan dalam kekinian
sedang kemanisan dan kebahagiaan dihadapkan kepahitan
Bila rindu datang di tahun baru
pelan‐pelan memenuhi hatiku
dalam malam merebut hidupku
kusibak sepenuh sadarku
Karena rindu, kasih sayang dalam kenangan
Karena rindu, kebahagiaan dalam harapan
Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)
Analisis Puisi:
Puisi "Rindu" karya Sabar Anantaguna menggambarkan kompleksitas perasaan rindu yang datang pada momen spesial, seperti tahun baru. Dalam puisi ini, Anantaguna menggunakan bahasa puitis yang kaya imaji dan simbolisme untuk mengekspresikan kerinduan yang mendalam serta pertempuran batin yang menyertainya. Mari kita telaah beberapa aspek penting dalam puisi ini.
Tema dan Makna
Puisi ini dibuka dengan pernyataan, "Bila rindu datang di tahun baru," yang langsung mengaitkan perasaan rindu dengan waktu yang baru. Tahun baru sering kali menjadi waktu refleksi dan harapan, dan dalam konteks ini, rindu hadir sebagai perasaan yang mendalam yang "diam-diam mendobrak hatiku." Penyair mengungkapkan bahwa rindu bukan hanya sekadar perasaan, tetapi juga memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi hati seseorang.
Imaji Alam yang Kuat
Anantaguna menyampaikan imaji alam yang kuat: "Gunung-gunung biru merayu." Imaji ini menambah kedalaman puisi dengan menggambarkan keindahan alam yang beriringan dengan perasaan rindu. Gunung yang biru bukan hanya melambangkan keindahan, tetapi juga bisa dianggap sebagai lambang dari kenangan yang tinggi dan mendalam. Dalam hal ini, rindu berfungsi sebagai pengingat akan sesuatu yang indah namun mungkin tidak lagi bisa dijangkau.
Kontradiksi Antara Kenangan dan Kenyataan
Penyair juga menciptakan kontras antara "kasih sayang yang melambung di langit kenangan" dan "kepahitan terdampar di bumi kenyataan." Ini menunjukkan bahwa meskipun rindu menyimpan harapan dan kebahagiaan dalam kenangan, kenyataan sering kali membawa kepahitan dan kekecewaan. Puisi ini mencerminkan realitas bahwa perasaan rindu dapat membawa kebahagiaan, tetapi juga dapat menimbulkan kesedihan ketika dihadapkan pada kenyataan yang berbeda.
Esensi Rindu
Frasa "karena rindu adalah kenikmatan perasaan dalam kenangan" menggarisbawahi esensi rindu itu sendiri. Rindu bukan hanya tentang kehilangan, tetapi juga tentang kenikmatan yang ditemukan dalam ingatan akan momen-momen indah. Rindu membawa harapan akan kebahagiaan, dan dalam hal ini, penyair menegaskan bahwa meskipun rindu dapat mengandung kesedihan, ia juga menyimpan potensi untuk kebahagiaan di masa depan.
Pengulangan dan Ritme
Salah satu teknik yang efektif dalam puisi ini adalah pengulangan frasa "Bila rindu datang di tahun baru," yang menciptakan ritme dan konsistensi dalam tema. Pengulangan ini memberikan kesan bahwa rindu adalah sesuatu yang terus menerus hadir dan tak terpisahkan dari pengalaman manusia, terutama pada momen-momen yang berharga.
Puisi "Rindu" karya Sabar Anantaguna adalah karya yang mendalam dan penuh nuansa. Melalui imaji yang kaya dan perasaan yang kuat, penyair menggambarkan kerinduan sebagai bagian integral dari pengalaman manusia. Rindu di sini menjadi simbol dari harapan, kenangan, dan realitas yang saling bertentangan, yang semuanya membentuk jalinan emosi yang kompleks.
Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan tentang arti rindu dalam kehidupan kita sendiri, dan bagaimana perasaan tersebut bisa menjadi sumber kebahagiaan meskipun kadang disertai dengan kesedihan. Dalam konteks tahun baru, puisi ini menawarkan refleksi tentang masa lalu dan harapan untuk masa depan, membuatnya relevan dan menyentuh bagi setiap pembaca.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.