Rindu
dosakah kami bila hati sejuk yang mendidih
lantaran terburu rindu membara yang gigih
dosakah kami bila seluruh umur akhir ini terdampar
dalam dendam dan kehendak atas harapan besar
dua batas yang terpisah atas dataran benua
dalam bayang begitu terpeluk nikmatnya mesra
dengan harapan mimpi kesegaran yang sama rasa
dosakah bila kami musti dibenam sawan rindu
kalau lantaran dendam yang beradu
wahai tegar dunia dan tegarnya di jantung
sama mengendap di bumi terlampau panas
inikah dendam rindu yang jujur?
1957
Sumber: Malam Hujan (2012)
Analisis Puisi:
Puisi Rindu karya Hijaz Yamani adalah sebuah karya puitis yang menggambarkan intensitas perasaan rindu yang mendalam dan kompleks. Dengan kata-kata yang padu dan penuh emosi, puisi ini menyentuh tema kerinduan, harapan, dan pertanyaan moral yang dihadapi penulis dalam mengungkapkan perasaannya.
Konflik Emosional
Di awal puisi, penulis mengajukan pertanyaan retoris, “dosakah kami bila hati sejuk yang mendidih lantaran terburu rindu membara yang gigih.” Frasa ini menciptakan gambaran konflik emosional yang dialami penulis. Ada perasaan bersalah yang mengemuka seiring dengan kerinduan yang mendalam. Rindu yang membara menjadi sumber kebingungan, menciptakan ketegangan antara keinginan dan moralitas.
Perpisahan dan Harapan
Puisi ini juga menggambarkan perpisahan yang mendalam dengan kalimat “dua batas yang terpisah atas dataran benua.” Penyebutan batas geografis ini menambah kesan bahwa kerinduan tersebut tidak hanya bersifat emosional, tetapi juga fisik. Di tengah perpisahan yang terjal, penulis menciptakan harapan untuk bisa merasakan “nikmatnya mesra” kembali. Harapan ini menunjukkan keinginan untuk bersatu kembali, meskipun realitas memisahkan.
Dendam dan Kerinduan
Pengulangan kata “dendam” dalam puisi ini menciptakan nuansa dualisme antara rindu dan rasa sakit. Penulis menyatakan, “dosakah bila kami musti dibenam sawan rindu.” Rindu yang menggebu-gebu ini seakan menjadi kutukan sekaligus anugerah, menggerakkan penulis untuk terus merindukan seseorang meskipun ada rasa sakit yang menyertainya. Ini mencerminkan bagaimana kerinduan dapat menjadi bagian dari identitas seseorang, meskipun menyakitkan.
Tanya Moral
Di bagian akhir puisi, penulis mempertanyakan kejujuran dari kerinduan yang dialaminya dengan kalimat, “inikah dendam rindu yang jujur?” Pertanyaan ini menyoroti keraguan tentang apakah perasaan yang mendalam ini adalah hasil dari cinta sejati atau sekadar keinginan yang terpendam. Penulis merenungkan makna dari kerinduan yang sangat dalam ini, menandakan pencarian untuk memahami apakah perasaan ini bersifat tulus atau dipenuhi dengan kepedihan.
Puisi Rindu karya Hijaz Yamani mengungkapkan perasaan kerinduan yang kuat dan kompleks, diiringi dengan pertanyaan moral yang dalam. Melalui eksplorasi emosi yang bertentangan—antara rindu, dendam, dan harapan—puisi ini menunjukkan bagaimana kerinduan dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Dalam mencari jawaban atas pertanyaan yang diajukan, pembaca diajak untuk meresapi perjalanan emosional yang dialami penulis, menciptakan sebuah karya yang universal dan menyentuh hati. Rindu menjadi lambang dari pengalaman manusia yang tak terhindarkan, yang menunjukkan bahwa di balik kerinduan yang mendalam terdapat lapisan-lapisan kompleksitas yang patut direnungkan.