Puisi: Perut Waktu (Karya Bakdi Soemanto)

Puisi "Perut Waktu" karya Bakdi Soemanto menyoroti berbagai aspek kehidupan—kefanaan, kenikmatan, ide, dan tragedi—yang semuanya dipengaruhi oleh ...
Perut Waktu

Dari perut waktu
lahirlah kehidupan
berhadapan dengan lapar
haus dan kefanaan,
Ia terkapar.

Dari rahim sang kala
kehidupan menyantap
makanan.
Ia berhadapan dengan kenikmatan
membelenggu.

Dari jiwa sang waktu
kehidupan dirangsang ide
berhadapan dengan
keterbatasan
ia sengsara.

Tragedi adalah
kehidupan yang dicumbu waktu
sekaligus dibunuhnya
pelan-pelan.

1975

Sumber: Kata (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Perut Waktu" karya Bakdi Soemanto menyajikan refleksi mendalam tentang kehidupan dan hubungan eratnya dengan waktu. Melalui metafora yang kuat dan penggunaan bahasa yang tajam, puisi ini menggambarkan bagaimana waktu mempengaruhi dan membentuk pengalaman hidup, serta bagaimana keterbatasan dan penderitaan menjadi bagian dari eksistensi manusia. Dengan menghubungkan berbagai aspek kehidupan dengan waktu, puisi ini mengeksplorasi tema-tema tentang kefanaan, kenikmatan, dan tragedi.

Kehidupan dari Perut Waktu

Puisi ini dimulai dengan sebuah gambaran metaforis tentang asal-usul kehidupan: "Dari perut waktu / lahirlah kehidupan / berhadapan dengan lapar / haus dan kefanaan, / Ia terkapar." Frasa "perut waktu" berfungsi sebagai metafora untuk sumber yang sangat mendalam dan kompleks dari mana kehidupan muncul. Kehidupan dianggap lahir dari "perut waktu," menunjukkan bahwa waktu adalah elemen yang membentuk dan menentukan eksistensi kita. Di sini, kehidupan dihadapkan pada tantangan-tantangan mendasar seperti lapar, haus, dan kefanaan—semua yang merupakan bagian dari realitas kehidupan yang tidak dapat dihindari. Tindakan "terkapar" mengindikasikan bahwa kehidupan sering kali terjatuh atau tertekan oleh berbagai kesulitan yang datang bersamaan dengan perjalanan waktu.

Makanan dan Kenikmatan

Selanjutnya, puisi ini menggambarkan bagaimana kehidupan berkembang dari "rahim sang kala": "Dari rahim sang kala / kehidupan menyantap / makanan. / Ia berhadapan dengan kenikmatan / membelenggu." Di sini, "rahim sang kala" mengacu pada proses waktu yang memberikan kehidupan berbagai pengalaman dan kesenangan. Namun, kenikmatan yang dimaksudkan juga menjadi jebakan atau belenggu yang mengikat kehidupan. Konsep ini menggarisbawahi paradoks bahwa sementara kehidupan mendapatkan makanan atau kebutuhan dari waktu, kenikmatan yang dinikmati sering kali membawa belenggu dan keterikatan yang membatasi kebebasan.

Ide dan Keterbatasan

Pada bagian ketiga, puisi ini mengeksplorasi hubungan antara kehidupan dan ide melalui waktu: "Dari jiwa sang waktu / kehidupan dirangsang ide / berhadapan dengan / keterbatasan / ia sengsara." Di sini, "jiwa sang waktu" menggambarkan esensi waktu yang mempengaruhi cara berpikir dan ide-ide yang muncul dalam kehidupan. Kehidupan yang dipengaruhi oleh ide-ide sering kali berhadapan dengan keterbatasan, baik itu keterbatasan fisik, emosional, atau intelektual. Frasa "ia sengsara" mengindikasikan bahwa keterbatasan ini sering kali menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan, menggarisbawahi konflik yang dihadapi manusia dalam menjalani eksistensi mereka.

Tragedi sebagai Cumbu Waktu

Puisi ini diakhiri dengan refleksi yang mendalam tentang tragedi: "Tragedi adalah / kehidupan yang dicumbu waktu / sekaligus dibunuhnya / pelan-pelan." Di sini, tragedi dipandang sebagai bagian dari hubungan antara kehidupan dan waktu, di mana waktu tidak hanya membentuk tetapi juga mengakhiri kehidupan secara perlahan. Cumbu waktu menggambarkan cara di mana waktu mempengaruhi kehidupan dengan cara yang tidak selalu langsung tetapi tetap signifikan, sedangkan proses pembunuhan perlahan-lahan menunjukkan bagaimana waktu secara bertahap membawa kehidupan menuju akhir.

Keterbatasan dan Keterikatan dalam Proses Waktu

Puisi "Perut Waktu" karya Bakdi Soemanto memberikan gambaran yang mendalam dan introspektif tentang bagaimana waktu membentuk pengalaman manusia. Melalui metafora "perut waktu," puisi ini menyoroti berbagai aspek kehidupan—kefanaan, kenikmatan, ide, dan tragedi—yang semuanya dipengaruhi oleh kekuatan waktu.

Dalam puisi ini, waktu tidak hanya sebagai latar belakang tetapi sebagai aktor aktif yang membentuk dan mempengaruhi pengalaman hidup. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana waktu memberikan, membatasi, dan akhirnya mengakhiri kehidupan. Dengan pendekatan yang filosofis dan reflektif, Bakdi Soemanto menawarkan wawasan tentang bagaimana eksistensi manusia terkait erat dengan perjalanan waktu, dan bagaimana tragedi dan kesengsaraan adalah bagian dari proses yang tak terhindarkan ini.

Bakdi Soemanto
Puisi: Perut Waktu
Karya: Bakdi Soemanto

Biodata Bakdi Soemanto:
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U lahir pada tanggal 29 Oktober 1941 di Solo, Jawa Tengah.
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 2014 (pada umur 72 tahun) di Yogyakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.