Penjual Kayu Jati
Lagu adalah teman di jalan hutan
menggendong daun ke pasar lembah.
Di tiga bukit embun jatuh
cintanya bergayut di mentari
jantungnya berdenyut, bila
di bayang gelap kembang bakung
melanjutkan napasnya
berdesah angin.
Tengah malam bangun berarti nasi,
daerah batu, padas dan kapur,
kasap daun jati
hidup tergulung di dalamnya
seharga empat-lima gelo
merangkaki lembah malam.
Lagu adalah kendaraan di jalan hutan
bila pagi bis menderum dari bawah.
Sumber: Yang Bertanahair Tapi Tidak Bertanah (1962)
Catatan:
Gelo = rupiah.
Analisis Puisi:
Puisi "Penjual Kayu Jati" karya Sabar Anantaguna mengeksplorasi kehidupan seorang penjual kayu jati melalui lirik yang puitis dan imaji alam yang kaya. Karya ini menciptakan gambaran yang hidup tentang perjuangan, keindahan alam, dan makna dari setiap langkah dalam kehidupan sehari-hari.
Struktur dan Gaya Bahasa
Puisi ini dimulai dengan pernyataan sederhana namun kuat: “Lagu adalah teman di jalan hutan.” Ini mengisyaratkan bahwa musik dan keindahan suara alam menjadi teman dalam perjalanan hidup, menyiratkan bahwa meskipun jalanan mungkin penuh tantangan, ada keindahan yang mengiringi setiap langkah.
Tema Cinta dan Kehangatan
Di bagian selanjutnya, Anantaguna menyebutkan “di tiga bukit embun jatuh, cintanya bergayut di mentari.” Ini menggambarkan cinta yang tumbuh dalam keindahan alam. Penggambaran embun dan mentari memberikan nuansa kesegaran dan harapan, menunjukkan bagaimana cinta dan alam saling berhubungan.
Kesulitan dan Realitas Hidup
Bait “tengah malam bangun berarti nasi, daerah batu, padas dan kapur” membawa pembaca ke dalam realitas yang lebih keras. Frasa ini menggambarkan perjuangan untuk memenuhi kebutuhan dasar, di mana setiap usaha memerlukan kerja keras. Di sini, “kasap daun jati” melambangkan hasil kerja keras tersebut, menunjukkan bahwa kehidupan penjual kayu jati tidak selalu mudah.
Nilai Ekonomi dan Kehidupan
Pernyataan “seharga empat-lima gelo” menekankan realitas ekonomi yang dihadapi oleh penjual kayu. Kata "gelo" yang berarti rupiah menggambarkan nilai dari hasil kerja kerasnya. Ini menegaskan bahwa di balik keindahan alam dan perjalanan yang menyenangkan, ada tantangan finansial yang harus dihadapi.
Perjalanan dan Harapan
Puisi ini ditutup dengan pengulangan tema musik, “Lagu adalah kendaraan di jalan hutan.” Ini menunjukkan bahwa meskipun kehidupan bisa sulit, lagu dan keindahan alam tetap menjadi penghibur dan pendorong semangat. Musik menjadi simbol harapan dan kebebasan, memandu penjual kayu dalam perjalanan hidupnya.
Puisi "Penjual Kayu Jati" karya Sabar Anantaguna adalah sebuah karya yang menggambarkan perjalanan hidup seorang penjual kayu dengan keindahan dan tantangan yang dihadapinya. Melalui lirik yang puitis dan imaji yang kuat, puisi ini menunjukkan hubungan antara manusia, alam, dan realitas kehidupan sehari-hari. Anantaguna berhasil menciptakan karya yang tidak hanya menghibur tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan makna perjuangan dan keindahan yang ada di sekeliling kita. Puisi ini adalah pengingat bahwa dalam setiap langkah, meski penuh kesulitan, selalu ada harapan dan keindahan yang dapat ditemukan.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.