Puisi: Pengantin Kampung Laut (Karya Badruddin Emce)

Puisi "Pengantin Kampung Laut" menyoroti kehidupan di kampung laut dengan segala kesederhanaannya, sambil mempertanyakan pergeseran nilai dan ...
Pengantin Kampung Laut

Hidup kalian penuh air. Jalan darat ke kota
berbelit lewat utara
                    seperti birokrasi kantor!

Suatu pagi, ditemani segelas kopi manis hangat,
Rempeyek kacang –
Tetap saja hujan membuatku ingat akan ikan laut
yang terbang.

Sore waktu itu. Di tengah kampung cukup dekat lidah ombak
yang telah kutaburi butir pertanyaan teramat pahit,
dari perahu menjauhi barat, sepasang deraitawa itu
makin lamat.

Ranting-ranting yang mereka damba penuh buah
yang tidak biasa dimakan,

Namun merah menggoyang selera!
Ada juga kicau burung yang enak buat disiulkan!
Sekali lagi di emper surau rusak
pengantin sepasang itu menyantap gerimis –

"Alangkah nikmat jalan batu kapur licin melingkar-lingkar!"

Tidak berguraukah kalian?
Lalu natap punggung kepergianku.
Malam tiba,
dari rumah panggung mulai miring mungkin menduga
dari apa cahaya kotaku.

Sesungguhnya di sini lebih kampungan –
Kata-kata masih saja liar.
Warung berderet di tempat lalulalang orang.

Kroya, 1994/1998

Sumber: Diksi Para Pendendam (2012)

Analisis Puisi:

Puisi "Pengantin Kampung Laut" karya Badruddin Emce adalah sebuah karya yang menggabungkan tema kehidupan sehari-hari dengan nuansa tradisional dan refleksi atas modernitas. Puisi ini menyoroti kehidupan di kampung laut dengan segala kesederhanaannya, sambil mempertanyakan pergeseran nilai dan pengalaman yang dibawa oleh perubahan zaman.

Kehidupan di Kampung Laut

Puisi ini membuka dengan gambaran kehidupan di kampung laut yang penuh dengan air, simbol dari kehidupan yang dekat dengan alam dan tradisi. Jalan darat ke kota digambarkan sebagai "berbelit lewat utara seperti birokrasi kantor," menciptakan kontras antara kehidupan kampung yang sederhana dan kompleksitas birokrasi kota.
  • "Hidup kalian penuh air. Jalan darat ke kota / berbelit lewat utara / seperti birokrasi kantor!": Menyiratkan kehidupan yang terhubung erat dengan alam dan tantangan modern yang membingungkan.

Refleksi dan Kenangan

Pengalaman pagi dengan kopi manis dan rempeyek kacang membawa penulis pada kenangan akan ikan laut yang terbang, menciptakan imaji yang kontras antara kehidupan sederhana dan keinginan akan sesuatu yang lebih. Sore di kampung, dengan kedekatan lidah ombak, menunjukkan rasa nostalgia dan refleksi mendalam.
  • "Suatu pagi, ditemani segelas kopi manis hangat, / Rempeyek kacang – / Tetap saja hujan membuatku ingat akan ikan laut / yang terbang.": Menunjukkan bagaimana elemen sehari-hari menghubungkan penulis dengan kenangan dan refleksi.

Simbolisme dan Tradisi

Puisi ini mencampurkan elemen tradisional dengan imaji yang penuh simbolisme, seperti ranting-ranting dengan buah yang tidak biasa dimakan dan burung yang enak disiulkan. Ini menggambarkan bagaimana tradisi dan kebiasaan lokal mempengaruhi cara pandang terhadap kehidupan dan pengalaman.
  • "Ranting-ranting yang mereka damba penuh buah / yang tidak biasa dimakan,": Menunjukkan keunikan tradisi dan pengalaman lokal.

Kritik Sosial dan Konteks Urban

Penulis juga memberikan kritik terhadap kehidupan modern dan urban yang dianggap asing dan rumit dibandingkan dengan kehidupan kampung yang lebih alami. Ini terlihat jelas dalam pernyataan tentang jalan batu kapur yang licin dan kehidupan di kampung yang "lebih kampungan."
  • "Alangkah nikmat jalan batu kapur licin melingkar-lingkar!": Menyiratkan kepuasan dalam kesederhanaan dan tantangan hidup yang dianggap lebih menyenangkan.

Kesederhanaan dan Keaslian

Puisi ini menutup dengan kesan bahwa meskipun kampung laut mungkin terlihat "lebih kampungan" dan kata-kata "masih saja liar," keaslian dan kekayaan pengalaman sehari-hari memiliki nilai yang tidak dapat diukur oleh standar kota.
  • "Sesungguhnya di sini lebih kampungan – / Kata-kata masih saja liar.": Menunjukkan kebanggaan dan keaslian dalam kehidupan kampung yang mungkin dianggap kurang modern.
Puisi "Pengantin Kampung Laut" karya Badruddin Emce menyajikan gambaran yang mendalam tentang kehidupan di kampung laut dengan semua nuansanya yang penuh simbolisme dan tradisi. Melalui perbandingan antara kehidupan tradisional dan modern, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan nilai dan pengalaman yang sering kali terabaikan dalam hiruk-pikuk modernitas. Dengan gaya bahasa yang reflektif dan deskriptif, puisi ini menawarkan pandangan yang kaya dan beragam tentang kehidupan dan identitas dalam konteks yang berubah.

Badruddin Emce
Puisi: Pengantin Kampung Laut
Karya: Badruddin Emce

Biodata Badruddin Emce:
  • Badruddin Emce lahir di Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, pada tanggal 5 Juli 1962.
© Sepenuhnya. All rights reserved.