Puisi: Pelabuhan (Karya Agam Wispi)

Puisi "Pelabuhan" karya Agam Wispi menyentuh tema kehidupan sosial, kesedihan, dan perjuangan.
Pelabuhan

ada yang menggelepar
pada siang berlalu
dan bekas cabo itu terhantar
di kaki lima warung kopi

sayangku, penggal demi penggal jalanan
putus-putus menjurus ke laut
di pondok-pondok gadis menjadi dan merajut diri
    kapan lagi! manisnya upah tak sampai pagi

Priok, 30 Juni 1957

Sumber: Yang Tak Terbungkamkan (1959)

Analisis Puisi:

Puisi "Pelabuhan" karya Agam Wispi menyentuh tema kehidupan sosial, kesedihan, dan perjuangan. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini menggambarkan realitas yang dihadapi masyarakat di tepi pelabuhan, di mana kehidupan dan ketidakpastian saling berinteraksi.

Gambaran Awal

Puisi dibuka dengan gambaran visual yang kuat: "ada yang menggelepar pada siang berlalu." Frasa ini menciptakan kesan ketidakberdayaan dan kekacauan, mungkin merujuk pada kehidupan yang tidak menentu di pelabuhan. Penambahan "bekas cabo itu terhantar di kaki lima warung kopi" memberikan konteks bahwa momen-momen sulit ini terjadi di ruang publik, tempat di mana orang berkumpul, namun juga menjadi saksi bisu dari banyaknya cerita sedih dan kerasnya kehidupan.

Perjalanan Hidup yang Terputus

Selanjutnya, Wispi menyoroti perjalanan yang "putus-putus menjurus ke laut." Ini bisa diartikan sebagai metafora untuk kehidupan yang penuh rintangan dan ketidakpastian. Laut, dalam banyak puisi, sering kali melambangkan kebebasan sekaligus bahaya. Dalam konteks ini, perjalanan menuju laut bisa jadi menggambarkan pencarian harapan atau pelarian dari kenyataan yang keras.

Pondok-pondok yang disebutkan, tempat "gadis menjadi dan merajut diri," menambahkan dimensi lain pada puisi. Ini mengisyaratkan bahwa di tengah kesulitan, ada ruang bagi wanita untuk bertumbuh dan membangun kehidupan mereka sendiri. Namun, frasa "kapan lagi! manisnya upah tak sampai pagi" mengisyaratkan bahwa harapan sering kali terhalang oleh realitas pahit yang harus mereka hadapi, di mana hasil kerja keras mereka tidak sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan.

Kesedihan dan Harapan

Keseluruhan puisi menciptakan perasaan melankolis dan refleksi. Ada kesedihan dalam setiap baris yang mengisahkan kehidupan sehari-hari di pelabuhan, di mana harapan dan kenyataan bertabrakan. Dengan penggambaran yang sederhana namun mendalam, Wispi berhasil menangkap esensi dari kehidupan masyarakat di pinggir kota, di mana mereka berjuang untuk bertahan hidup di tengah segala kesulitan.

Puisi "Pelabuhan" karya Agam Wispi adalah karya yang berbicara tentang kehidupan, perjuangan, dan ketidakpastian. Dengan penggunaan imaji yang kuat dan bahasa yang puitis, puisi ini menggugah pembaca untuk merenungkan realitas sosial yang sering kali terabaikan. Melalui gambaran pelabuhan sebagai tempat pertemuan antara harapan dan kenyataan, Wispi mengajak kita untuk memahami kompleksitas kehidupan manusia yang saling terkait. Puisi ini menjadi pengingat bahwa di balik kesedihan dan kesulitan, selalu ada ruang untuk harapan dan perjuangan.

Agam Wispi
Puisi: Pelabuhan
Karya: Agam Wispi

Biodata Agam Wispi:
  • Agam Wispi adalah seorang penyair Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
  • Agam Wispi lahir pada tanggal 31 Desember 1930 di Pangkalan Susu, Medan, Sumatra Utara.
  • Agam Wispi meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1930 di 1 Januari 2003, Amsterdam, Belanda.
© Sepenuhnya. All rights reserved.