Puisi: Pasar Kembang (Karya Rachmat Djoko Pradopo)

Puisi "Pasar Kembang" adalah kritik keras terhadap ketidakadilan sosial dan ketidakpedulian masyarakat terhadap penderitaan perempuan yang ...
Pasar Kembang

di sini perempuan-perempuan menggadaikan
kemaluannya
tanpa bisa menebus kembali
sanggupkah kau menebuskannya?
kau pasti berpikir: aneh!
tapi itulah kenyataan
barangkali jalan Pasar Kembang
akan kian bertambah panjang
dan kian meluas arealnya
dan akan bertambah ratusan bahkan
ribuan perempuan-perempuan menggadaikan
kemaluannya
dan tanpa bisa menebus kembali
sampai kempis nafasnya berhenti

15 Juli 1990

Sumber: Aubade (1999)

Analisis Puisi:

Puisi "Pasar Kembang" karya Rachmat Djoko Pradopo menyoroti fenomena sosial yang penuh ironi, kepahitan, dan realitas yang keras. Dengan menggunakan bahasa yang lugas dan tajam, puisi ini menggambarkan kehidupan di Pasar Kembang, sebuah kawasan di Yogyakarta yang terkenal sebagai area lokalisasi. Rachmat Djoko Pradopo menghadirkan kritik sosial yang dalam tentang kondisi perempuan-perempuan yang "menggadaikan kemaluannya" tanpa harapan untuk bisa "menebus kembali".

Gambaran Ironis Kehidupan di Pasar Kembang

Puisi ini dibuka dengan deskripsi "di sini perempuan-perempuan menggadaikan kemaluannya," sebuah pernyataan yang langsung menghantam pembaca dengan kenyataan pahit. "Menggadaikan" di sini tidak hanya merujuk pada tindakan menjual tubuh mereka, tetapi juga menunjukkan kondisi putus asa dan keterpaksaan. Dengan pilihan kata "tanpa bisa menebus kembali," Rachmat menggambarkan situasi yang tidak memiliki jalan keluar, seolah-olah mereka yang terjerumus dalam kehidupan ini kehilangan harapan untuk kembali ke kehidupan yang bermartabat.

Pertanyaan Tentang Moralitas dan Kepedulian

Rachmat juga mengajak pembaca untuk merenungkan moralitas dan tanggung jawab sosial mereka. Dalam baris "sanggupkah kau menebuskannya?", ada tantangan langsung kepada pembaca: Apakah kita, sebagai bagian dari masyarakat, memiliki empati dan kemauan untuk membantu mengubah nasib mereka? Puisi ini juga menyentuh aspek ketidakpedulian dan jarak emosional yang mungkin dimiliki oleh masyarakat terhadap fenomena semacam ini. Ketika pembaca mungkin merasa bahwa situasi ini "aneh," puisi ini justru menekankan bahwa "itulah kenyataan" — kenyataan yang banyak diabaikan atau dilihat sebelah mata.

Simbol Jalan Pasar Kembang: Meluas dan Berkembang

Pasar Kembang, sebagai simbol dalam puisi ini, juga menjadi cermin dari fenomena sosial yang terus berkembang. Baris "barangkali jalan Pasar Kembang akan kian bertambah panjang" dan "kian meluas arealnya" adalah metafora tentang bagaimana prostitusi dan eksploitasi perempuan tidak hanya tetap ada tetapi juga terus meluas seiring waktu. Ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya menjadi bagian dari satu tempat atau komunitas tetapi bisa merambah lebih luas dalam masyarakat yang tidak mengambil tindakan nyata.

Peningkatan Jumlah dan Dampak Sosial

Puisi ini kemudian mengangkat tentang "ratusan bahkan ribuan perempuan-perempuan menggadaikan kemaluannya," yang menunjukkan bahwa masalah ini bukan fenomena kecil atau terisolasi. Dengan menggambarkan perempuan-perempuan ini "tanpa bisa menebus kembali sampai kempis nafasnya berhenti," puisi ini menyoroti betapa mengerikannya siklus kemiskinan dan eksploitasi yang dialami oleh banyak perempuan di area ini. Situasi ini menjadi cerminan dari bagaimana masyarakat kita sering kali abai terhadap penderitaan yang terjadi di sekitar kita.

Kritik Terhadap Ketidakadilan dan Ketidakpedulian Sosial

Secara keseluruhan, puisi "Pasar Kembang" adalah kritik keras terhadap ketidakadilan sosial dan ketidakpedulian masyarakat terhadap penderitaan perempuan yang terpinggirkan. Karya ini bukan hanya sebuah dokumentasi tentang kehidupan di sebuah tempat yang terkenal dengan lokalisasinya, tetapi juga sebuah panggilan untuk refleksi dan perubahan sikap terhadap mereka yang hidup dalam situasi yang memaksa mereka untuk "menggadaikan" harga diri mereka.

Melalui bahasa yang lugas dan metafora yang kuat, Rachmat Djoko Pradopo menghadirkan sebuah puisi yang menggugah kesadaran sosial. "Pasar Kembang" adalah sebuah pengingat akan pentingnya empati dan solidaritas, serta kritik terhadap fenomena sosial yang dibiarkan berkembang tanpa penanganan yang memadai. Dengan menantang pembaca untuk bertanya pada diri sendiri tentang peran mereka dalam mengubah situasi ini, puisi ini menjadi refleksi mendalam tentang kemanusiaan, moralitas, dan keadilan sosial.

Puisi Rachmat Djoko Pradopo
Puisi: Pasar Kembang
Karya: Rachmat Djoko Pradopo

Biodata Rachmat Djoko Pradopo:
  • Rachmat Djoko Pradopo lahir pada tanggal 3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah.
  • Rachmat Djoko Pradopo adalah salah satu Sastrawan Angkatan '80.
© Sepenuhnya. All rights reserved.