Puisi: Parisien (Karya Sobron Aidit)

Puisi "Parisien" karya Sobron Aidit menyajikan sebuah refleksi mendalam tentang hubungan penulis dengan kota Paris, tempat yang telah menjadi ...
Parisien

Paris,
bersarang aku di jantungmu
yang dulu tak pernah kau kugubris.

Belasan tahun kuikuti aliran Sungai Seine
kudengar derak-derik metro beradu dengan relnya
RER, troli, bis, bertebaran membawa dan menghalau orang-orang
dan aku selalu salah seorang di dalamnya.

Paris,
kadang aku senyum geli sendiri
begitu jauh kampungku di Belitung sana
dan kini aku bagaikan kutu-kutu di antara turis-turis
mungkin menjadi pengotor lingkungan
termasuk salah seorang perusak ekologi di jantungmu
tapi inilah transparan dunia
inilah hasil globalisasi dan komunikasi
anak Tanjungpandan Belitung
turut mengaliri darahmu, Paris
diam-diam begitu cinta aku padamu
karena kaulah yang memberiku hidup, bernyawa
dan menikmati demokrasi dan seni-budaya dunia.

Ramai-ramai orang berbaris
membawa spanduk dan bendera
lagi-lagi manifestasi dan demonstrasi
mogok menuntut gaji
mogok menuntut keadilan dan keamanan kerja.

Aku berpihak pada kalian
walau aku turut sengsara dibuatnya
berjam-jam menunggu metro dan kereta
berdesakan rapat-padat
seperti sarden dalam kaleng
terkadang sebelah sepatu copot
dan hilang entah di mana
tidak, aku tidak mengutuk kalian
walau aku terhuyung-huyung membawa bobot
yang sungguh tak sedap dilihat ini
yang bagaikan dipilin-pilin
aku tetap berpihak pada kalian.

Terkadang aku heran dan benci
kenapa bila mogok selalu saja ketika musim dingin
udara di luar menggigit pori-pori sampai ke tulang
dan kami antri berjam-jam menunggu kendaraan
berdesakan bagaikan kawanan kambing
dihalau kasar masuk kandang
inilah bagian benciku padamu.
Menuntut hak
menuntut jaminan di tengah harga-harga yang naik menggila
inflasi bagaikan kuman sida
menuntut keadilan dan keamanan kerja
di tengah kebalauan dan kekacauan
dari berbagai intrik, penindasan dan kejahatan kaum kanan
menuntut egalite kesamarataan
salut aku padamu
inilah bagian cintaku padamu.

Simpang siur, lalu-lalang
terkadang bertubrukan
pegawai, buruh, calon kapitalis
seniman, kaum-miskin-kota, turis dan pengemis
menyatu di jantungmu
dan aku salah satu.

Paris,
kota lama yang selalu baru
yang selalu mau dilihat orang
budaya lama yang selalu bisa dinikmati
budaya baru sebagai pengganti yang mati
maka berbaurlah
segala yang baik, yang indah, yang mempesona
dengan yang munafik, yang serakah dan yang penuh dosa.

Paris,
dulu kau pernah tak kugubris
tapi kini
mengalir aku di urat-darahmu
bersarang aku di jantungmu.

Paris, Desember 1992

Catatan:
Sida = Aids.

Analisis Puisi:

Puisi "Parisien" karya Sobron Aidit menyajikan sebuah refleksi mendalam tentang hubungan penulis dengan kota Paris, tempat yang telah menjadi bagian integral dari kehidupannya. Melalui pengamatan yang tajam dan penuh perasaan, puisi ini mengeksplorasi tema cinta, keterasingan, dan kritik terhadap kondisi sosial serta dinamika global di kota tersebut.

Pengantar dan Keterhubungan

Puisi ini dibuka dengan pernyataan langsung dan intim: "Paris, / bersarang aku di jantungmu / yang dulu tak pernah kau kugubris." Sobron memulai dengan pengakuan bahwa meskipun Paris pada awalnya tidak memperhatikan keberadaannya, kota ini kini telah menjadi bagian penting dari hidupnya. "Belasan tahun kuikuti aliran Sungai Seine" menggambarkan betapa lama penulis telah berada di Paris, menyatu dengan kehidupan dan dinamika kota tersebut.

Kehidupan Sehari-Hari dan Identitas

Sobron melukiskan kehidupan sehari-hari di Paris dengan detail yang konkret, seperti "derak-derik metro beradu dengan relnya," dan bagaimana ia merasa seperti "kutu-kutu di antara turis-turis." Puisi ini mengungkapkan perasaan penulis yang merasa menjadi bagian dari hiruk-pikuk kota besar, terjebak dalam rutinitas dan pergerakan yang padat, namun tetap merasa terhubung secara emosional dengan kota tersebut. Ada pengakuan bahwa dirinya mungkin menjadi bagian dari masalah ekologi atau dampak negatif globalisasi, namun ia tetap mencintai Paris yang memberinya kehidupan dan kesempatan untuk menikmati demokrasi serta seni-budaya dunia.

Manifestasi dan Solidaritas

Puisi ini juga mencerminkan solidaritas Sobron terhadap orang-orang yang terlibat dalam demonstrasi dan mogok kerja di Paris. "Ramai-ramai orang berbaris / membawa spanduk dan bendera" menunjukkan dukungan penulis terhadap perjuangan mereka meskipun ia merasakan ketidaknyamanan dari situasi tersebut. Meskipun mengalami kesulitan, seperti "berjam-jam menunggu metro dan kereta," dan merasa terhimpit dalam kerumunan, Sobron tidak mengutuk perjuangan tersebut. Sebaliknya, ia menunjukkan empati dan dukungan, mengakui ketidakadilan dan kebutuhan akan perubahan dalam sistem sosial dan ekonomi.

Kritik dan Kekaguman

Sobron mengungkapkan rasa frustrasi terhadap ketidaknyamanan yang disebabkan oleh mogok, terutama saat musim dingin. "Udara di luar menggigit pori-pori sampai ke tulang" mencerminkan kesulitan yang dihadapi selama demonstrasi dan mogok, sementara "inflasi bagaikan kuman sida" menyiratkan dampak negatif dari kondisi ekonomi terhadap kehidupan sehari-hari. Namun, di tengah kritik ini, Sobron tetap menunjukkan kekaguman terhadap keberanian dan keteguhan mereka yang berjuang untuk keadilan dan kesetaraan: "menuntut egalite kesamarataan / salut aku padamu."

Kesimpulan dan Kesatuan

Penutup puisi ini menggarisbawahi bagaimana Sobron merasa terintegrasi dalam dinamika kota Paris. "Simpang siur, lalu-lalang / terkadang bertubrukan" menggambarkan keragaman dan kompleksitas kehidupan kota besar yang menyatukan berbagai kelompok orang, termasuk dirinya. "Paris, / kota lama yang selalu baru" menunjukkan bahwa meskipun Paris adalah kota dengan sejarah panjang, ia tetap selalu dinamis dan relevan.

Akhir puisi menegaskan perubahan dalam hubungan Sobron dengan Paris: "dulu kau pernah tak kugubris / tapi kini / mengalir aku di urat-darahmu." Meskipun awalnya tidak diperhatikan oleh kota, Paris kini telah menjadi bagian dari dirinya, mencerminkan cinta dan keterhubungan yang mendalam.

Puisi "Parisien" karya Sobron Aidit adalah refleksi yang kompleks tentang cinta, keterasingan, dan solidaritas. Dengan detail yang hidup dan penuh emosi, puisi ini mengeksplorasi bagaimana Sobron merasakan keterhubungan dengan Paris sambil mengkritik aspek-aspek sosial dan ekonomi dari kota tersebut. Melalui pengalaman pribadi dan pengamatan mendalam, Sobron menyajikan sebuah gambaran tentang bagaimana sebuah kota besar dapat mempengaruhi dan membentuk identitas seseorang, sekaligus menunjukkan dukungan terhadap perjuangan keadilan dan kesetaraan di tengah tantangan global.

Puisi: Parisien
Puisi: Parisien
Karya: Sobron Aidit

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.