Puisi: Nyanyian Angsa (Karya Idrus Tintin)

Puisi "Nyanyian Angsa" adalah sebuah meditasi tentang kefanaan, kehidupan yang rapuh, dan kematian yang pasti datang.
Nyanyian Angsa

Seperti embun
di ujung daun
segeser dari hampir
segaris dari nyaris
setitik dari sisi
sedetik dari sepi
Angsa jelita itu
menjulurkan lehernya
alangkah dingin mata belati
alangkah silau matari
dari hulu semua rasa
cuma seucap bunyi

Sumber: Horison (Januari, 1989)

Analisis Puisi:

Puisi "Nyanyian Angsa" karya Idrus Tintin menawarkan renungan mendalam tentang kehidupan, ketidakpastian, dan kedekatan dengan akhir dari segalanya. Dengan gaya yang elegan dan penuh perumpamaan, Idrus menghadirkan suasana yang halus namun mendalam, memanfaatkan simbolisasi angsa untuk menggambarkan transisi dari hidup menuju kematian.

Simbol Angsa dan Nyanyian Terakhir

Dalam budaya dan literatur, angsa sering kali dianggap sebagai simbol keanggunan, kedamaian, dan juga kematian. "Nyanyian angsa" secara tradisional mengacu pada kepercayaan bahwa angsa akan menyanyikan lagu paling indah sebelum kematiannya. Dalam konteks puisi ini, angsa dihadirkan sebagai metafora untuk hidup yang sedang mendekati akhirnya, dengan segala keindahan dan keheningan yang melekat.

“Seperti embun di ujung daun, segeser dari hampir” mengisyaratkan kehadiran yang rapuh, sangat dekat dengan kehancuran. Kehidupan digambarkan seperti embun yang menggantung di ujung daun, siap untuk jatuh dalam setiap momen. Gaya bahasa ini menunjukkan betapa tipisnya batas antara kehidupan dan kematian, yang sewaktu-waktu bisa terhapus.

Kedekatan dengan Kematian

Puisi ini memperkuat nuansa kedekatan dengan kematian melalui serangkaian perumpamaan yang mengilustrasikan waktu yang tersisa. “Segaris dari nyaris, setitik dari sisi, sedetik dari sepi” menggambarkan bagaimana kehidupan dapat berakhir dalam hitungan detik, seolah-olah hanya satu langkah lagi menuju keheningan yang abadi. Narasi ini memunculkan suasana kepasrahan dan penerimaan terhadap akhir hidup yang sudah dekat.

Angsa dan Simbol Mata Belati

Angsa jelita yang “menjulurkan lehernya” di sini menunjukkan sikap anggun tetapi juga terkesan penuh kepasrahan. Sementara itu, “alangkah dingin mata belati” mencerminkan ketajaman dan kekejaman kematian yang mendekat. Mata belati sering digunakan sebagai simbol kekuatan yang tak terhindarkan, dan dalam puisi ini, ia melambangkan akhir hidup yang dingin, pasti, dan tak terelakkan.

Di sisi lain, “alangkah silau matari” menggambarkan intensitas dan ketidaknyamanan dalam menghadapi akhir kehidupan. Matahari di sini bisa diartikan sebagai sumber kehidupan, namun dalam konteks puisi, ia malah memancarkan kehangatan yang terlalu kuat, menjadi metafora dari kondisi hidup yang tak lagi terasa nyaman di ambang kematian.

Transisi dari Kehidupan ke Keheningan

Puisi ini berpuncak pada “dari hulu semua rasa cuma seucap bunyi” yang menggambarkan bagaimana seluruh emosi, pengalaman, dan kehidupan akhirnya menyusut menjadi satu suara, satu nyanyian terakhir, sebelum hilang selamanya. Dalam tradisi "nyanyian angsa", suara terakhir ini adalah tanda perpisahan dari kehidupan menuju keabadian. Idrus Tintin seakan menyiratkan bahwa segala hal yang pernah kita rasakan dalam hidup, pada akhirnya, akan mereduksi menjadi keheningan atau suara yang sederhana—mengisyaratkan betapa kecilnya kita di hadapan kematian.

Puisi Sebagai Meditasi Tentang Kematian

Puisi "Nyanyian Angsa" adalah sebuah meditasi tentang kefanaan, kehidupan yang rapuh, dan kematian yang pasti datang. Idrus Tintin dengan indah menggambarkan bagaimana setiap momen dalam hidup begitu berharga namun bisa menghilang dalam sekejap, sama seperti embun yang jatuh dari daun atau angsa yang menyanyikan lagu terakhirnya.

Penggunaan simbol angsa dan metafora yang halus menciptakan atmosfer yang penuh kedalaman emosional, sekaligus keheningan. Puisi ini menawarkan sebuah refleksi filosofis tentang hidup dan mati, mengingatkan pembaca akan kerapuhan eksistensi dan pentingnya menghargai setiap momen dalam perjalanan hidup yang sementara.

Puisi Idrus Tintin
Puisi: Nyanyian Angsa
Karya: Idrus Tintin

Biodata Idrus Tintin:
  • Idrus Tintin (oleh sanak keluarga dan kawan-kawannya, biasa dipanggil Derus) lahir pada tanggal 10 November 1932 di Rengat, Riau.
  • Idrus Tintin meninggal dunia pada tanggal 14 Juli 2003 (usia 71 tahun) akibat penyakit stroke.
© Sepenuhnya. All rights reserved.