Nama yang Hanyut
Di Pyongyang ada sebuah sungai
yang banyak tau tapi diam selalu.
Dalam kebisuan mengarus ke laut ini dia kudatangi.
Lewat tengahmalam kami berkenalan
dan padanya kubukakan rahsia hatirinduku
yang jauh kubenam kutakuti sendiri.
Tiada kata hanya pengakuan semata
dan nama yang bergetar di bibir hanyut deras ke laut lepas.
Sesekali pelaut mungkin menyimaknya
pada gemuruh ombak mendompak haluankapal
atau nelayan dikejutkan ngiongnya
pada riakgelombang mengempas di pantai.
Ah, nama itu kenangan bukan mimpi
dan Sungai Taidong, sahabatku, hanya kau yang tau
Pyongyang (Korea), September 1959
Sumber: Dari Bumi Merah (1963)
Analisis Puisi:
Puisi "Nama yang Hanyut" karya HR. Bandaharo adalah sebuah karya yang menggambarkan keintiman dan kerinduan yang mendalam melalui simbolisme sungai dan laut. Puisi ini mengeksplorasi tema kenangan, rahasia, dan hubungan yang terjalin dengan tempat dan waktu tertentu.
Simbolisme Sungai dan Laut
Sungai dalam puisi ini, "Sungai Taidong," berfungsi sebagai simbol perjalanan batin dan aliran waktu. Sungai ini adalah tempat di mana penyair menghadapi rahasia dan kerinduan yang mendalam, sementara laut yang menjadi tujuannya melambangkan akhir dari perjalanan emosional dan pemurnian. Sungai yang "diam selalu" mencerminkan ketenangan dan kebisuan yang menyimpan banyak rahasia. Ini adalah tempat di mana penyair merasa bebas untuk mengungkapkan perasaannya tanpa takut akan penilaian.
Rahasia yang Mengalir
Penyair memanfaatkan malam sebagai waktu yang tepat untuk mengungkapkan rahasia hatinya. "Lewat tengahmalam kami berkenalan" menunjukkan keintiman dan kedekatan dalam interaksi dengan sungai sebagai pendengar setia. Di sini, penyair membuka "rahsia hatirinduku"—sebuah ungkapan kerinduan dan perasaan yang telah lama tertahan. Rahasia ini hanyut bersama aliran sungai menuju laut, menunjukkan bahwa meskipun kata-kata mungkin hilang, perasaan dan kenangan tetap ada dalam aliran waktu.
Penggunaan Teknik Imajidan Personifikasi
Bandaharo menggunakan teknik imaji dan personifikasi untuk memperkaya puisi ini. Sungai dan laut digambarkan dengan detail yang menciptakan gambaran visual dan emosional yang kuat:
- Imaji: "Dalam kebisuan mengarus ke laut" dan "nama yang bergetar di bibir hanyut deras ke laut lepas" menciptakan citra yang jelas tentang perasaan dan aliran waktu.
- Personifikasi: Sungai dihadapkan sebagai sosok yang dapat mendengarkan dan memahami rahasia penyair. Ini memberikan dimensi emosional tambahan pada sungai sebagai saksi bisu dari perjalanan batin penyair.
Kenangan dan Realitas
Puisi ini mengeksplorasi perbedaan antara kenangan dan realitas. "Ah, nama itu kenangan bukan mimpi" mengungkapkan bahwa meskipun nama yang disebutkan hanyut dan mungkin tidak dapat dipegang, kenangan dan perasaan yang terkait dengannya tetap nyata dan penting. Sungai Taidong menjadi "sahabatku" yang memahami dan menyimpan kenangan tersebut, menunjukkan bahwa meskipun orang atau tempat mungkin berubah atau menghilang, hubungan emosional tetap ada.
Puisi "Nama yang Hanyut" karya HR. Bandaharo adalah sebuah refleksi mendalam tentang bagaimana kenangan dan rahasia pribadi dapat mengalir dan berubah seiring waktu, tetapi tetap memiliki tempat dalam hati dan pikiran kita. Sungai Taidong berfungsi sebagai simbol dari perjalanan emosional penyair, tempat di mana perasaan dan kenangan dapat diungkapkan dan diterima. Melalui teknik simbolisme, imaji, dan personifikasi, Bandaharo berhasil menciptakan puisi yang tidak hanya menggambarkan keindahan alam tetapi juga menyentuh aspek emosional dari pengalaman manusia.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.