Analisis Puisi:
Puisi "Minotaur" karya Toto ST Radik merupakan karya yang memadukan unsur mitologi Yunani dengan kritik sosial yang tajam. Dalam puisi ini, sang penyair menggambarkan figur Minotaur, makhluk mitologi Yunani yang hidup di Labirin Kreta, sebagai simbol dari kekuasaan yang menindas dan manipulatif. Toto ST Radik menggunakan imaji-imaji yang kuat dan alegori untuk mencerminkan fenomena sosial-politik yang relevan dengan konteks kekinian.
Simbolisme Minotaur dan Raja
Puisi ini dimulai dengan deklarasi yang kuat: "Demi raja, akulah sang Minotaur itu!" Pernyataan ini menggambarkan Minotaur sebagai sosok yang setia kepada raja, siap melakukan apa saja demi kepentingan penguasa. Di sini, Minotaur tidak hanya mewakili sosok monster dalam mitologi, tetapi juga simbol dari orang-orang atau entitas yang menjalankan perintah tirani, yang secara buta melakukan kekerasan dan penindasan demi mempertahankan kekuasaan.
Imaji Kebengisan dan Pengorbanan
Di bagian selanjutnya, puisi ini menggambarkan adegan "para Minotaur bersulang setelah menerima kurban empatbelas perawan." Adegan ini mengilustrasikan bagaimana para pelaku kekuasaan merayakan dan menikmati kekerasan serta pengorbanan yang dilakukan terhadap pihak yang lebih lemah. Penggunaan angka "empatbelas perawan" memberikan kesan pengorbanan yang tidak manusiawi dan mengingatkan pada cerita-cerita tentang pengorbanan manusia dalam mitologi atau sejarah tirani.
Minotaur di sini diibaratkan sebagai "lembu dengan mulut dan kepala besar," yang secara metaforis bisa melambangkan keserakahan dan nafsu kekuasaan. Lebih lanjut, mereka "merasa diri setampan Yusuf, seikhlas Ismail, seagung Muhammad"—baris ini menunjukkan bagaimana para pelaku kekuasaan sering kali memanipulasi citra agama dan moral untuk membenarkan tindakan mereka. Tindakan mereka mungkin dianggap sebagai pengorbanan atau kebenaran, padahal kenyataannya adalah kejahatan yang dilapisi retorika keagamaan dan keagungan palsu.
Penolakan dan Kehancuran Moral
Bagian yang paling konfrontatif dari puisi ini adalah ketika para Minotaur diperintahkan, "Pergilah ke Laut Aegea dan mati mengambang disantap ikan-ikan!" Frasa ini mencerminkan sikap penolakan dan kehancuran yang akhirnya harus dihadapi oleh mereka yang hidup dalam kebohongan dan kebrutalan. Laut Aegea, dalam mitologi Yunani, sering dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa tragis, dan di sini digunakan sebagai simbol dari tempat di mana kesombongan dan kejahatan akan menemukan akhir mereka.
Ranjang Batu dan Pemujaan Kegelapan
Adegan terakhir, "di atas ranjang batu mereka kepayang, menari-nari menyeru dewa kegelapan, mencemooh Theseus dan Ariadne sebagai mambang," menggambarkan kehancuran moral dan spiritual para Minotaur. Di sini, ranjang batu dapat diinterpretasikan sebagai simbol dari ketidaknyamanan atau penderitaan yang mereka alami akibat perbuatan mereka sendiri. Para Minotaur menjadi simbol dari orang-orang yang telah kehilangan moral dan membiarkan diri mereka terjebak dalam lingkaran setan kekuasaan yang gelap.
Dengan menyebut Theseus dan Ariadne sebagai "mambang" (makhluk gaib), para Minotaur mengejek mereka yang menentang atau mencoba melawan ketidakadilan. Namun, ejekan ini juga mencerminkan rasa takut mereka terhadap keadilan yang pada akhirnya akan datang.
Puisi "Minotaur" karya Toto ST Radik adalah kritik tajam terhadap penyalahgunaan kekuasaan, manipulasi moral, dan kemunafikan dalam masyarakat. Dengan meminjam figur Minotaur dari mitologi Yunani, Toto ST Radik berhasil menggambarkan kengerian dari kekuasaan yang dijalankan tanpa moralitas. Puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya keadilan, keberanian untuk melawan tirani, dan kesadaran akan dampak buruk dari kekuasaan yang disalahgunakan.
Karya: Toto ST Radik
Biodata Toto ST Radik:
- Toto Suhud Tuchaeni Radik lahir pada tanggal 30 Juni 1965 di desa Singarajan, Serang.