Puisi: Metropolis (Karya HR. Bandaharo)

Puisi "Metropolis" karya HR. Bandaharo menyajikan pandangan yang pesimistis mengenai kebenaran, keadilan, dan eksistensi di kota besar seperti ...
Metropolis - X
Untuk Joshi Hota

Hanya kemenangan, percayalah, hanya kemenangan
mampu mendukung kebenaran dan keadilan.
Bukan kejujuran. Kejujuran ada di hati penyair
yang memendam cita-cita dan harapan –
pada hakikatnya itu pun hanya ilusi.
Koruptor jadi penyelamat
karena dia membawa bunga dan madu. Dan nasi
yang harum, tidak bau keringat.
Penyair jadi teroris
karena dia melemparkan sajak. Dan nyanyi
hatinya yang tersayat, teriris.

Hidup ini akhirnya hanya mimpi. Mimpi
yang indah maupun yang ngeri.
Mati berarti bangun tersentak. Dan menyadari:
sekarang baru kehidupan akan dimulai.

Jakarta metropolis, sorga dan neraka
dalam mimpi. Hanya mimpi.
Maka istigfarlah, wahai penyair,
dan berdoa dalam hati

Ya, dalam hati saja

1978

Sumber: Aku Hadir di Hari Ini (2010)

Analisis Puisi:

Puisi "Metropolis" karya HR. Bandaharo adalah sebuah refleksi yang mendalam tentang realitas sosial, keadilan, dan ilusi dalam konteks kehidupan urban yang kompleks. Melalui gaya bahasa yang tajam dan narasi yang kritis, puisi ini menyajikan pandangan yang pesimistis mengenai kebenaran, keadilan, dan eksistensi di kota besar seperti Jakarta.

Tema dan Makna

Tema utama dalam puisi ini adalah kebenaran dan keadilan dalam konteks kehidupan urban yang kacau dan penuh ilusi. Puisi ini mengungkapkan bahwa kemenangan adalah satu-satunya hal yang dapat mendukung kebenaran dan keadilan, bukan kejujuran. "Hanya kemenangan, percayalah, hanya kemenangan" menyoroti bagaimana kemenangan sering kali dianggap lebih penting daripada nilai-nilai moral atau etika.

Kejujuran, menurut puisi ini, hanya ada di hati penyair yang memendam cita-cita dan harapan, tetapi pada akhirnya, itu pun dianggap sebagai ilusi. Ini mencerminkan rasa pesimisme dan ketidakberdayaan terhadap perubahan yang nyata dalam masyarakat.

Simbolisme dan Imaji

Puisi ini menggunakan simbolisme untuk menggambarkan ketidakadilan dan kekacauan yang terjadi di metropolis. "Koruptor jadi penyelamat karena dia membawa bunga dan madu" menunjukkan bagaimana mereka yang seharusnya menjadi penyebab kerusakan sering kali dipandang sebagai penyelamat karena penampilan atau tindakan yang tidak tulus.

Simbolisme "nasi yang harum, tidak bau keringat" mencerminkan cara hidup yang tidak tulus dan mengeksploitasi, sementara "penyair jadi teroris" menggambarkan bagaimana ekspresi artistik dan kritik sering kali dianggap berbahaya atau subversif.

Gaya Bahasa dan Struktur

Gaya bahasa dalam puisi ini sangat kritis dan reflektif. Penggunaan frasa-frasa seperti "hidup ini akhirnya hanya mimpi" dan "mati berarti bangun tersentak" menciptakan kesan bahwa kehidupan adalah sesuatu yang sementara dan tidak nyata, sedangkan kematian merupakan bentuk kesadaran baru yang mungkin lebih nyata.

Struktur puisi ini sederhana namun efektif, dengan repetisi dan penekanan pada konsep mimpi dan ilusi. Penggunaan kalimat-kalimat yang tajam dan langsung mencerminkan kemarahan dan keputusasaan penulis terhadap keadaan yang ada.

Refleksi Sosial dan Politik

Puisi ini memberikan kritik sosial dan politik terhadap keadaan urban, terutama kota besar seperti Jakarta, yang digambarkan sebagai "sorga dan neraka dalam mimpi." Ini mencerminkan pandangan bahwa kehidupan di kota besar sering kali merupakan campuran dari kebaikan dan keburukan, yang pada akhirnya hanyalah ilusi atau mimpi.

Penulis juga menyoroti bagaimana sistem sosial dan politik sering kali tidak adil dan penuh kontradiksi, di mana mereka yang seharusnya dipandang sebagai pelanggar atau koruptor justru diperlakukan dengan istimewa atau dihormati.

Puisi "Metropolis" karya HR. Bandaharo adalah sebuah karya yang kuat dan provokatif, menggambarkan realitas sosial dan politik dengan cara yang tajam dan reflektif. Melalui simbolisme dan gaya bahasa yang kritis, puisi ini mengeksplorasi tema kebenaran, keadilan, dan ilusi dalam konteks kehidupan urban yang kompleks.

Dengan menggambarkan kehidupan di kota besar sebagai sebuah ilusi dan mimpi, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna sejati dari kebenaran dan keadilan, serta mengevaluasi bagaimana sistem sosial dan politik mempengaruhi pandangan kita tentang dunia. Puisi "Metropolis" adalah sebuah karya yang menantang kita untuk berpikir lebih dalam tentang realitas yang kita hadapi dan bagaimana kita meresponsnya.

HR. Bandaharo
Puisi: Metropolis
Karya: HR. Bandaharo

Biodata HR. Bandaharo:
  • HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
  • HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
  • HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.